Bab 25

608 105 16
                                    

Jungkook

"Hei, Jihyo di sini, tapi sayang sekali aku tidak bisa menerima..."

Sial.

Aku mengakhiri telepon dan membanting ponselku di atas meja, aku bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang kulakukan. Aku sudah meninggalkan dua pesan suara untuknya. Berapa banyak lagi yang harus kukirim sampai bisa dibilang putus asa?

Apa aku ingin terlihat putus asa? Apa putus asa adalah hal terbaik dalam situasi semacam ini? Aku tahu dia tidak akan menjawab teleponku, tapi itu tidak dapat menghentikanku untuk mencoba menghubunginya. Aku hanya ingin dia mendengar penjelasanku selama lima menit, sekalipun aku tahu aku tidak pantas mendapatkan sedikitpun waktunya.

Aku egois, aku tahu itu. Aku meneleponnya lagi.

Angkat... angkat... angkat...

"Hei, Jihyo di sini, tapi sayang..."

"Brengsek." Aku mengumpat keras dan merasa tidak berdaya seraya mendengarkan sisa pesannya. Lalu aku mulai memohon maaf, meskipun aku tahu ini tidak ada gunanya.

"Jihyo, aku tahu kau marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jihyo, aku tahu kau marah. Dan aku tidak menyalahkanmu. Tapi, aku mohon, dengarkan aku lima menit saja. Kalau kau masih membenciku setelah itu, aku akan meninggalkan mu sendiri. Aku janji. Keadaan ini sangat kacau dan... Oh, Tuhan, Jihyo. Aku benar-benar peduli padamu. Dan aku tidak mengatakan ini hanya karena taruhan itu. Aku tidak pernah bermaksud untuk pernah peduli padamu, tapi ternyata aku peduli. Dan aku juga tahu ini terdengar tidak masuk akal, tapi oh, Tuhan... Aku ingin memperbaiki keadaan."

Aku berhenti bicara sejenak dan mendesah, mencoba untuk mengumpulkan apa lagi yang akan kusampaikan berikutnya. Kemudian pesan suaranya memotongku; aku kembali mengumpat dan melempar ponsel ke samping, membenamkan wajahku ke tangan. Ketegangan masih terasa mengejekku dengan gigih.

Sesuai perkataannya, Bangchan sama sekali tidak memberi saran padaku saat perjalanan pulang. Aku tahu ini akan terjadi, mengingat pada dasar nya, sebelum ini aku hanya menjauhi semua sarannya.

Keheningan sempat terusik sesaat, dengan satu pernyataan sederhana dariku.

"Aku sudah janji akan menemaninya ke pesta pernikahan besok." Bangchan mendengus dari kursi pengemudi.

"Entahlah, aku rasa dengan dia meninggalkanmu terborgol ke kepala ranjang sama artinya dengan membatalkan perjanjian kalian berdua."

Dia benar, tentu saja. Aku bahkan tidak tahu kenapa aku mengatakan itu keras-keras. Jihyo jelas tidak ingin aku menemaninya ke pesta pernikahan besok.

Aku berkeinginan untuk membuang kepala ranjang, tapi Paman Jin Young bersikeras agar aku mau memperbaiki nya. "Kayunya hanya sedikit pecah di bagian ini, tapi kau bisa dengan mudah mengebornya sedikit lebih tinggi saat memasang baut dan kepala ranjangnya akan terlihat seperti baru," jelasnya.

A Betting Man ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang