Jungkook
Rasanya satu minggu ini aku hidup di neraka. Aku cukup beruntung karena disibukan oleh pekerjaan untuk satu atau dua hari, tapi kesibukanku itu tidak mempan untuk mengalihkan pikiranku dari gadis bermata bulat menggemaskan.
Aku terus-terusan memikirkannya. Bahkan di saat aku mencoba untuk
memfokuskan pikiranku pada hal lain, pikiranku akan selalu kembali melayang ke tempat yang sama—membayangkan wangi rambutnya, lembut kulit dan bibirnya, mata hazelnya yang seperti bercahaya saat dia merasa senang.Aku bahkan tahu dia memiliki gummy smile jika sedang tertawa bahagia—ini hal yang tidak penting—tapi, fitur sekecil itu telah menghantuiku saat dia tidak ada di sisiku.
Aku benar-benar payah. Benar-benar menyedihkan. Aku mencoba untuk menghubungi Yuna, tapi pada percobaan pertama dia tidak menjawabnya. Saat dia menghubungiku kembali, dia sedang terburu-buru, jadi aku tidak bisa mengungkapkan semua kesalahan yang telah terjadi dalam hidupku dalam seminggu terakhir ini.
"Oh, Jungkook Oppa! Senang mendengar kabar darimu!" ucapnya.
"Aku juga, Yuna. Apa kau punya waktu untuk bicara?"
"Oh, aku harap aku punya, tapi aku sudah terlambat lima belas menit untuk bertemu Soobin dan teman-temanku lainnya. Boleh
aku menghubungimu nanti saja setelah aku pulang?"Apa lagi yang bisa kulakukan? Aku tidak ingin merusak malamnya.
"Tentu saja, Yuna. Tapi, jangan lupa, oke?"
"Jangan konyol, Jungkook Oppa. Tentu saja aku tidak akan lupa."
Tapi, dia tidak meneleponku lagi.
Keesokan paginya, dia meninggalkan pesan di kotak voicemail-ku saat aku sedang rapat. Dia sepertinya mabuk. Dia menghubungiku lewat ponsel Soobin.Dia mengatakan sesuatu tentang "obeng sialan" dan "kamar kecil bodoh dengan pintu rusak" dan "langsung dari saku belakangku dan jatuh ke toilet", aku tidak mengerti ucapannya.
Dia kemudian sedikit mengerang
saat menceritakan dia harus mengambil ponsel basahnya dari dalam toilet, kemudian dia berjanji akan meneleponku lagi setelah
dia membeli ponsel baru.Aku merasa gelisah saat di kantor. Ini adalah hari yang membosankan dan santai; aku istirahat makan siang lebih awal dan memutuskan untuk meninggalkan kantor daripada meminta asistenku untuk membelikan makanan.
Ada sebuah restoran kecil di
pusat kota, aku kemudian mencari tempat parkir di sekitarnya dan berkeinginan untuk sedikit berjalan kaki agar aku bisa membersihkan kepalaku.Saat melewati sebuah butik kecil, ada sesuatu yang menarik perhatianku. Di jendela, di antara berbagai macam pakaian wanita berukuran besar, terdapat sebuah boneka kucing gendut berwarna hitam dan putih dengan lengan gemuk yang mencuat di sisi- sisinya.
Boneka ini tidak identik dengan Ursula, tapi kemiripan mereka berdua masih ada.
Bangchan telah mengungkapkan asal-usul sebenarnya tentang kehadiran Ursula di malam aku meninggalkan tempat Sana.
Ceritanya sebenarnya tidak benar-benar membuatku kaget; keterlibatan Bangchan lah yang sebenarnya membuatku kaget.
"Kau sudah tahu itu?" desisku padanya. "Dan kau membantunya?"
"Jungkook, aku sudah bilang padamu sebelumnya. Sana dan aku saling berbagi. Jadi, kalau dia tahu, aku juga akan tahu."
"Tapi, kau tidak perlu mendorongnya melakukan itu!" ucapku marah. "Kau seperti langsung menyerahkan amunisi padanya."
Dia berpikir sejenak. "Ya, aku rasa begitu," ucapnya setuju, tanpa malu-malu.
Pada saat itu, emosiku sudah lelah dan aku tidak punya energi lagi untuk berdebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Betting Man ✅
FanfictionJungkook bertaruh dengan mantan Jihyo, Yugyeom, bahwa ia dapat menidurinya. Jihyo bertaruh dengan sahabatnya dan memutuskan untuk menjerat Jungkook sampai pernikahan temannya. Segalanya menjadi sangat menarik... Ff terjemahan Author by mybluesky