Bab 22

504 93 5
                                    

Jungkook

Bangchan menarikku saat kami keluar dari pintu restoran. Kami melewati beberapa pasangan, keluarga, dan pebisnis yang menunggu meja. Cuaca sedikit dingin, kami berdiri di bawah lampu redup yang terpasang di dinding.

"Ada apa, Chan?" tanyaku santai.

Dia bersandar ke dinding. "Jadi, apa yang terjadi?"

"Apa maksudmu?"

"Maksudku, antara kau dan Jihyo."

Aku mengerutkan kening. "Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan," ucap ku jujur.

"Kau menyukainya." Ini sebuah pernyataan, bukan pertanyaan.

"Jadi? Kau sudah tahu itu."

"Aku belum pernah melihatmu menatap seorang gadis seperti itu selama bertahun-tahun."

Apa aku terlalu transparan? Aku mengangkat bahu dengan santai, tidak yakin pembicaraannya mengarah ke mana.

"Jadi, kau menyukainya? Maksudku, benar-benar menyukainya?"

"Ya, Chan," ucapku jengkel. "Tapi, ada suatu hal yang lebih dari pada itu. Ini rumit."

"Rumit," ucapnya dengan jijik. "Kau selalu membuat keadaan menjadi rumit. Aku melihat caramu menatap nya. Dan aku bahagia untukmu. Aku serius. Tapi, kau harus berhenti bersikap seperti ini kecuali kalau kau ingin kehilangannya. Jangan menyembunyikan apa-apa darinya—jujurlah padanya." Ekspresinya serius.

Dan aku bingung. Bangchan tidak pernah serius.

"Dari mana ucapanmu ini berasal?" tanyaku. Aku tiba-tiba merasa defensif, membayangkan Jihyo yang akan meninggalkanku, membuatku merasa tidak senang.

"Ucapan ini berasal dari seorang teman. Aku bicara sebagai temanmu. Dan jangan lupa aku mengencani sahabatnya. Kami sering mengobrol ini-itu, kau tahu itu, kan?"

"Ya, Chan." Aku menarik-narik rambutku dengan gelisah.

"Kau harus jujur padanya," lanjutnya.

"Wanita senang menyelidiki. Mereka ingin tahu segala sesuatu tentangmu dan mereka tidak suka dibohongi."

"Apa yang membuatmu berpikir kalau aku tidak jujur padanya?" tanya ku hati-hati. Memang benar, aku tidak jujur padanya. Tapi, Bangchan tidak tahu itu.

"Kau tidak pernah jujur dengan wanita," ucapnya singkat. Aku tidak mengkonfirmasi atau pun menyangkal pernyataannya.

"Ditambah lagi, dia bicara dengan Sana, dan Sana bicara padaku. Sial, mungkin aku tahu lebih banyak tentang hubunganmu daripada kau sendiri."

Oh... bagus sekali.

"Apa kalian berdua tidak familiar dengan privasi?" tanyaku marah.

"Oh, ayolah, Kookie. Jangan terlalu serius. Saling berbagi bisa menyehat kan hubungan."

"Ya, tapi mungkin kau bisa menghindari pembicaraan yang bukan urusanmu."

"Hei, aku mencoba untuk membantumu. Kalau kau benar-benar menyukai Jihyo, kau akan mendengarkan ucapanku."

"Ya, Chan. Terima kasih," ucapku sinis. Aku masih agak kesal dan entah karena apa. Emosiku tidak stabil sekarang.

Bangchan tidak mengerti keadaan ini, kan? Dia bahkan tidak tahu keseluruhan ceritanya. Tapi, dia benar. Satu-satunya yang bisa membuatku bertahan dalam hubungan ini adalah dengan memberitahu Jihyo segalanya.

Dan kemudian, mungkin, dengan mukjizat dari Tuhan, aku bisa meyakinkannya kalau aku bukanlah pria paling bajingan di dunia—dan aku benar-benar menyukainya dan menyesal karena sudah melibatkan nya dalam taruhan ini. Dan mungkin, mungkin saja, dia akan memaafkan ku.

A Betting Man ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang