Bab 28

694 109 16
                                    

...dua minggu yang lalu...
(Awal mula taruhan)

Aku sedikit tersandung saat berjalan menuju kamar kecil, masing-masing toilet dan tempat buang air kecil terlihat buram dan aku mencoba untuk terus berjalan tanpa terjatuh.

Suara hentakan musik, yang teredam di dinding, masih bisa terdengar dengan jelas. Aku bersandar di dinding seraya menenangkan diri, mencari cara agar tidak jatuh.

Baru saja aku akan membasuh tangan, pintu kamar kecil tiba-tiba terbuka. Secara refleks, aku melihat ke arah pintu, dan berkedip sambil menyipitkan mataku agar bisa melihat lebih jelas. Dan kelihatannya, aku sedang berhalusinasi.

Tapi, Si Pendatang Baru malah tersenyum lebar saat melihatku.

"Wah, bukankah ini Jeon Jungkook," koarnya. "Bagaimana kabarmu, Sobat?"

Lengan kemejanya tergulung sampai siku. Wajah dan kerah kemejanya berkilat karena keringat dan terpaan sinar lampu.

 Wajah dan kerah kemejanya berkilat karena keringat dan terpaan sinar lampu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia berhenti di wastafel dan membasuh mukanya dengan air. Kami saling bertatap-tatapan di cermin; tiba-tiba saja aku punya keinginan untuk menghantamnya.

"Aku baik-baik saja, Yugyeom," jawabku pendek, tidak mau berepot-repot menanyakan bagaimana kabarnya. Aku tidak peduli.

"Sudah jarang aku melihatmu di Seoul," lanjutnya. "Kehilangan pesona?"

Oh, Tuhan, dia sangat menyebalkan. Aku mengeringkan tanganku dengan tisue, bersiap-siap untuk pergi, dan menghindarinya.

Wajahku sudah memanas.

Dia masih saja terus bicara, seolah-olah kami berteman. "Aku rasa kau juga tidak akan beruntung di klub ini. Hanya ada Si Ratu Es di luar sana. Sebenarnya, dia mantanku. Tapi, dia tidak mau kuajak tidur setelah tiga bulan." Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan aku memutar mataku.

Apa yang membuatnya heran? Malahan aku merasa kasihan dengan gadis ini karena mau bersamanya selama itu.

"Mungkin kesalahan ada padamu, bukan pada gadisnya," jawabku tajam. Kata-kataku lebih berbisa daripada yang seharusnya.

"Aku tidak pernah mengalami hal yang sama sepertimu sebelumnya."

"Oh, kau akan menghadapi masalah yang sama dengan gadis ini, Sobat. Percayalah. Aku bahkan sudah bersabar lebih dari tiga bulan. Park Jihyo." Dia menyebut nama gadis ini dengan penuh dendam.

"Terserahmu saja."

"Aku berani bertaruh kau tidak akan bisa menyentuh gadis ini sedikitpun, Sobat." Aku benci mendengarnya memanggilku dengan cara seperti itu, seolah-olah kami sudah berteman akrab selama bertahun-tahun.

Dulu kami memang berteman, tapi bukan teman karib, dan itu terjadi di masa lalu. Sebelum aku tahu dia akan melakukan apa saja demi keuntungannya.

"Aku tidak tertarik," gumamku sambil mencoba berjalan melewatinya. Dia beranjak untuk memblokir jalanku.

A Betting Man ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang