Bab 21

615 94 12
                                    

Jihyo

Semuanya begitu cerah. Begitu putih. Begitu murni. Begitu juga dengan Jungkook. Dia berpakaian serba putih, bahkan sepatunya mengkilap, dia terlihat menakjubkan. Rambutnya,
yang biasanya berantakan, sekarang terlihat sangat rapi. Tapi, kulitnya terlihat lebih gelap.

Dia menatapku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia menatapku. Aku berdiri beberapa meter darinya. Dia mengangkat tangannya dan membuat gestur padaku untuk datang mendekat.
Dan aku? Aku tentu saja melakukan apapun permintaannya. Aku sudah berada di sisinya dalam sekejap.

Persetan dengan basa-basi. Aku melihat ke dalam matanya. Matanya yang gelap dan membara, menatapku dengan lapar. Matanya membuatku tergelitik dengan cara yang sangat berbeda, namun menakjubkan.

Wajahnya terlalu menggoda untuk diabaikan, dan aku mengangkat
tanganku untuk menyentuh dagunya. Dia menutup matanya sambil mendesah.

"Hyo."

Caranya menyebut namaku, cara lidahnya memanggil namaku, membuatku hampir jatuh. Apa-apaan ini? Aku selalu berpikir kalau ini hanyalah sebuah kiasan...

Dia bergerak semakin dekat, buku-buku jarinya menyentuh pipiku. Aku tanpa sadar melangkah mundur dan menabrak sesuatu. Aku mengerutkan kening dengan bingung, karena benda apapun yang berada di belakangku sekarang tidak ada di sana sebelumnya. Saat aku berbalik, aku melihat meja.

Aku bingung. Ada meja, di sini, di hamparan padang rumput luas secerah ini. Di sini hanya ada kami dan meja. Saat aku berbalik kembali menghadap Jungkook, dia sedang tersenyum. Dia sepertinya tidak terganggu dengan kemunculan meja
aneh ini dan malah membungkuk untuk mencium lembut bibirku.

"Aku sudah menunggu lama untuk ini," bisiknya. Aku merinding mendengar kata-katanya.

Dia meraih bagian belakang pahaku dan menggendongku ke meja. Dia berdiri di antara kakiku dan melumat bibirku dengan kasar, ciumannya sedikit menyakitkan, tapi tubuhku melengkung ke arahnya dan menarik-narik rambutnya dengan kasar dan penuh gairah.

Dia bersandar ke arahku dan membuatku berbaring di meja, tubuhnya berada di atas tubuhku. Kemudian dia kembali menciumku, bibirnya menyerang leherku, bahuku. Dia menghisap dan menggigiti kulitku, gerakannya tidak tenang. Ini
menyakitkan, sekaligus menyenang kan, dan aku menerimanya.

Dan kemudian, tiba-tiba saja kejantanannya sudah berada di dalam tubuhku. Kejantanannya mengisiku sepenuhnya, membuat
mataku terpejam dan aku mengerang keras. Aku bahkan tidak sadar kalau aku sudah telanjang, tapi untuk apa aku mengeluh?

Tingkat kepekaan ku sepertinya sudah meningkat drastis. Aku bisa merasakan setiap inci tubuhnya. Dia menempelkan tubuhnya di atas tubuhku, menyelimuti tubuhku.

Dia mengerang dan napasnya yang panas menggelitik telingaku. Aku ingin bicara—aku membuka mulut, mencoba untuk mengucapkan kata-kata—tapi, aku tidak bisa.

A Betting Man ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang