37

166 35 7
                                    

June terduduk lemas di ambang pintu kamar mereka, mengacak ngacak rambutnya frustasi. Sementara Jinhwan berada beberapa langkah di hadapannya.

Bukan hanya Jinhwan, namun June pun mulai menangis. Tentu saja ia sangat hancur, kepercayaan dan cintanya serasa telah di injak injak.

"Junee hiks... dengarkan aku dulu, kau salah paham"

"Apa lagi Jinhwan, apa lagi. Kau merusak semuanya. Kepercayaan, cinta, dan hubungan kita. Bagaimana bisa kau melakukan ini Jinhwan..."
Suara berat June melemah.
Ia berbicara di sela sela tangisannya.

"Walau aku brandalan, selalu terlihat dengan banyak wanita, tapi kau haru tau. Kaulah satu satunya yang tidur bersamaku, hanya kau. Tapi ternyata aku bukan yang pertama untukmu, bodohnya aku"

June terus saja meracau, tak membiarkan Jinhwan bicara atau pun menjelaskan semuanya.
June telah salah paham, benar benar salah.

"June dengarkan aku. Aku memang datang menemui Hanbin, tapi itu karena aku telah di jebak. Aku pikir itu kamu. Dan aku pun tidak sampai tidur bersamanya, aku bersumpah aku sungguh tidak tidur dengannya."

"Lalu bagaimana dia tau semua seluk beluk tubuhmu hah?!"

"Karena dia telah melepaskan seluruh pakaian ku. Tapi percayalah Jun, aku sama sekali tidak tidur dengannya"

June pun segera berdiri dari posisi duduknya, dan menghapus air matanya.

"Sudahlah, sekarang aku tau semuanya. Dimana kau diam diam pergi menemui Hanbin saat aku tidak ada, bahkan itu telah terjadi sejak kita masih pacaran dulu. Lalu apa kau berpikir sekarang aku akan mempercayai kata katamu lagi?"

"Juneee"
Ucap Jinhwan dengan nada memelasnya.

Lalu tanpa berkata apa apa lagi, pria tinggi itu langsung turun ke bawah meninggalkan kamar. Jinhwan pun tidak tinggal diam, ia terus mengikuti dari arah belakang.

"June, Jun... June, kau mau kemana"

Yang di panggil tidak menoleh, dan terus melanjutkan langkahnya sampai ke ruang tamu.

"June, tunggu dulu. Kau mau kemana hiks..."

Langkah besar June terhenti, begitu Jinhwan berhasil meraih tangannya dari belakang.

"Juneee"

"Kau tau Jinhwan, seharusnya kau mengatakan semua ini dari awal. Katakan kalau kau sebenarnya tidak bersungguh sungguh denganku, dan ingin bersama Hanbin. Kau tau hatiku sekarang telah retak, bahkan hancur."

Jinhwan masih menangis, sembari terus menggenggam erat tangan dingin June. Yang ia takutkan, ternyata terjadi...

"Setelah ini, kau bisa bebas pergi bersama bajingan itu. Dan anggap saja kita tidak pernah bertemu".

Ucap June tegas, lalu melepaskan paksa genggaman tangan Jinhwan.
Ia pun kembali berjalan keluar rumah menuju mobilnya, dan secepatnya pergi dari sana.

Jinhwan mencoba mengejr, ia berlarian keluar rumah. Tapi sayangnya tiba tiba ia merasa pusing. Kepalanya berat, dan pandangannya mulai buram. Merasa tak sanggup lagi, ia pun pingsan.

Para asisten rumah tangga yang melihatnya, segera membawa Jinhwan kembali ke kamar. Mereka kebingungan, apa yang harus mereka lakukan.

Akhirnya salah satu dari mereka menghubungi dokter. Mereka juga berusaha menghubungi June, namun nihil. Ponselnya tidak aktif.

.
.
.
.
.












"Bagaimana dok keadaan teman saya?"
Tanya pria bergigi kelinci.

Ya, karena June tidak bisa di hubungin, mereka memutuskan untuk menghubungin Bobby. Karena saat pertengkaran tadi berlangsung, nama Bobby lah yang turut di sebut sebut.

"Untuk sekarang, dia tidak apa apa. Dia pingsan karena ada tekanan secara tiba tiba, yang begitu besar pada dirinya. Dia hanya perlu istirahat dan merilekskan pikirannya"

"Baik dok, terima kasih."

"Tapi... entahlah, aku merasa kurang yakin."

Dokter itu terlihat ingin mengatakan sesuatu, namun sepertinya ia masih ragu.

"Ada ala dok? Apa ada yang salah dari Jinhwan?"

"Begini saja, awasi saja dia. Jika dia merasa mual, ingin muntah, atau pun  pusing, segera bawa dia ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut."

"Baiklah, terima kasih dok."

Dokter hanya memberikan beberapa vitamin untuk Jinhwan, lalu segera kembali.
Sebenarnya Bobby masih bingung, kenapa Jinhwan bisa pingsan. Dan kenapa para asisten rumah tangga itu malah menghubunginya, bukan June.

Karena Jinhwan yang belum juga sadar, Bobby pun menunggu sembari merebahkan dirinya di sofa.

.
.

Sekitar 15 menit Bobby tertidur pulas, tiba tiba ia di kagetkan dengan Jinhwan yang bangun dan langsung berlari ke dalam toilet.

Pria mungil itu terdengar sedang muntah di dalam sana, membuatnya sedikit khawatir.

"Jinhwan, apa kau baik baik saja? Kau sakit?"
Tanyanya, namun tidak mendapat respon apa apa dari dalam.

Pria mungil itu pun sama bingungnya dengan Bobby, apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.
Belakangan ini ia memang sering merasa ingin muntah, daya tahan tubuhnya pun menurun.

Ia mudah lelah dan pusing. Namun ia berusaha menyembunyikan hal itu dari June, karena tidak ingin membuat June khawatir.

Setelah selesai, ia pun kuar dari sana. Bobby yang melihatnya, langsung menyuguhkan segelas air putih untuknya minum.

"Jinhwan apa kau sakit? Mau aku antar ke dokter?"

"Tidak perlu Bob, aku baik."

"Baiklah, lalu dimana June? Ini sudah pukul 10 malam, kenapa dia belum pulang juga?"

Lagi dan lagi, Jinhwan mulai menangis. Entah berapa banyak air mata yang telah ia kuras hari ini, mata sipitnya bahkan sudah membengkak.

"Hey ada apa Jinhwan, apa ada masalah? Kalian bertengkar? Bukannya seharusnya kalian merayakan aniv kalian?"

"Bob, June telah mengetahui semuanya. Entah siapa yang memberitahukan hal itu padanya, dia sekarang sangat marah padaku."

Jinhwan menceritakan semuanya, tentang pertengkaran hebat yang terjadi antara dia dan June tadi.
Dan sekarang entah kemana June pergi, tapi sepertinya ia tidak akan pulang.

Bobby ikut merasa bersalah disini. Walau bagaimana pun, ia juga ikut menyembunyikan hal itu dari June. Apa yang harus mereka lakukan sekarang, kemana mereka akan mencari June...

"Jinhwan tenanglah, sekarang kau istirahat saja. Besok aku akan menemanimu mencari June, kita pergi pagi pagi oke. Aku juga akan meminta bantuan Yunhyeong, Chanu dan lainnya."

Jinhwan hanya mengangguk setuju.
Ia benar benar berharap June akan kembali pulang besok hari, atau setidaknya mereka akan bertemu dengannya di suatu tempat.






















Aku tuh pen cepet" endingin nih cerita, tapi susah😢
Entah kenapa aku belakangan ini mageran, megang hp aja males. Jadi gak dpet inspirasi.
Mohon maklumi oke, and jangan bosen" buat nunggu next nya :)

Me after YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang