35

1.2K 123 19
                                    

Tes

Tes

Tes

Tak sadar air mata keluar begitu saja ketika Boruto mengawasi pertarungan terakhir Hinata, tapi dia tak ingin egois. Boruto tetap menjalankan tugasnya sebagai pemantau di balik layar menggantikan Gaara yang terkena jebakan musuh, lagi pula robot kecil berbentuk lalat sudah mengikuti Hinata kemanapun dia pergi jadi untuk saat ini Boruto agak lega.

Kabar ini pun sampai ke telinga Naruto waktu Kakashi melaporkan situasinya saat ini, Naruto yang terkejut pun gelap mata musuh akan dia perlakukan sebagai pelampiasan. Sudah beberapa kali Naruto ditenangkan oleh orang orang sekitar namun tak ada satu pun yang mau mendengarkannya, mungkin dia tak ingin bermain main lagi dan segera menyusul Hinata secepatnya. Kiba dan yang lainya pun mengerti apa yang dirasakan Naruto saat ini jadi mereka sudah berada dalam mode serius untuk segera memusnahkan mereka.

Boruto segera mengelap air matanya karena gengsi dilihat Sarada, tapi yang mengejutkannya dia mengusap punggung Boruto dan menatap layar dengan serius. Boruto pikir Sarada akan mengejeknya ketika dia menangis, mungkin dia mengerti situasinya lagi pula Hinata sudah dianggap sebagai ibu kedua bagi Sarada. Dia harus berjuang juga disini dia harus dapat menemukan seseorang yang mengendalikan semua robot humanoid ini karena Kaguya sudah mati berarti bukan dia yang mengendalikannya pikir Boruto.

"perasaanku tak enak seperti ada yang menekan didalam dadaku kak" ujar Sakura dengan Rin yang berada didapur

"yah itu wajar orang yang kita sayangi sedang berjuang keras disana, jangan khawatir berlebihan kau akan sakit nanti" Sakura duduk dikursi bar berusaha menenangkan diri

"aku khawatir dengan Hinata, walaupun kita dekat tapi dia tidak sepenuhnya terbuka dengan kami" Rin yang selesai mencuci piring ikut duduk disamping Sakura dan menggenggam tangannya berusaha untuk tenang

.

.

Setelah melakukan pertolongan pertama entah bagaimana caranya Toneri ambil alih setir yang berjalan otomatis dengan kecepatan diatas rata rata, menuju markas Anbu yang terletak sedikit jauh sebenarnya. Disisi lain Naruto dan yang lain sedang kualahan mereka sudah menghabisi separuh lebih musuh, hanya Jiraya yang masih semangat 45 bertarung dengan lincah lari kesana kemari mengincar robot menyebalkan ini.

"Hoi bocah bocah tengik sepertinya kalian perlu didikan lagi ya, bukan waktunya untuk besantai ayo segera selesaikan pekerjaan menyenangkan ini" teriak Jiraya sambil mengacungkan pedang besarnya, senyum mengembang sangat lebar tanda Jiraya lagi berkobar kobarnya.

Para bocah yang dimaksud Jiraya hanya diam dengan raut wajah masam, mereka hanya iri saja mengapa bisa kalah powernya dengan pria tua yang harusnya sudah pensiun ini.

"kakek bagaimana kau bisa menggunakan staminamu sampai tak berkurang sama sekali" ujar Naruto yang kesal dari tadi diejek terus, Jiraya membelakangi anak anak penerusnya dia sepertinya mulai ceramah

"aku sudah banyak pengalaman dari pada kalian, perjuangan hidupku dulu lebih keras dari pada melawan sebuah besi rongsokan ini tak ada apa apanya dari pada di masa lalu" ujar Jiraya menjelaskan sambil melawan, mereka diam diam juga mendengarkan perkataan Jiraya.

"aku sudah ikut berperang dari umur 7 tahun, bayangkan seorang anak seumur segitu mau tidak mau harus ikut melawan para manusia laknat yang hanya memikirkan harta dan kekuasaan"

CRASHHHH

DOR DOR

TRANNGG

"aku dulu lahir dalam keadaan yang tidak aman, semua wilayah saling berperang satu sama lain jadi tak ada tempat yang aman dan nyaman untuk kami. Setelah kehilangan orangtua diumur 5 tahun apa yang bisa kau lakukan"

great motherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang