05. Teman Lama

1.2K 134 24
                                    

Shani duduk ditepi danau sambil sesekali melempar batu yang ada dalam genggamannya. Hari sudah semakin larut. Shani masih setia menunggu seseorang yang katanya akan datang.

Hembusan napas kasar keluar begitu saja dari mulutnya.

Sudah lama rasanya dia tidak berada di tempat ini. Kabur dari rasa sepi dan kesendirian. Walau yang dia dapatkan di tempat ini bukanlah ketenangan, Shani masih tetap menyukai tempat bersejarah ini.

Wajahnya tertunduk. Namun, kembali terangkat ketika seseorang mengulurkan sebuah minuman dihadapannya.

Cokelat hangat.

Gadis yang memberikan minuman itu duduk disamping Shani tanpa permisi. Dia kembali menyeruput minuman yang ada dalam genggamannya. Menatap lurus ke danau, sambil sesekali ekor matanya melirik ke arah Shani yang masih terdiam.

Gadis itu kembali menatap ke arah danau. Menunggu Shani membuka suaranya. Walau hanya untuk mengucapkan kata terima kasih.

Merasa tak ada keinginan untuk membuka obrolan, gadis itu menghela napas kasar. Kembali ekor matanya melirik Shani.

"Aku telat, maaf ya," ucap Viny.

Shani mulai meminum minuman yang diberikan oleh Viny. Setelahnya dia menyimpannya disamping tubuhnya. Kemudian menatap Viny sepersekian detik.

"Gakpapa. Aku juga baru dateng," sahut Shani.

Viny tersenyum manis menanggapi ucapan Shani. Namun, senyumnya segera pudar saat dering ponselnya menganggu acara kebahagiaannya dengan Shani.

Tangannya terulur mengambil ponsel yang dia simpan di dalam saku jaketnya. Viny menghembuskan napas saat melihat nama seseorang tertera di layar ponselnya.

Ingin rasanya Viny melempar ponselnya ke danau.

Tapi belum lunas.

Shani yang melihat tingkah Viny mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa gak diangkat?" tanya Shani pelan.

"Hm?" Viny menatap Shani sekilas. "Oh ini, aku lupa cara angkat telepon," jawabnya asal.

Shani membulatkan matanya tak percaya. Detik berikutnya Viny tertawa.

"Aku bercanda. Sebentar ya," Viny beranjak bangun kemudian berjalan menjauh dari Shani.

Viny bersandar pada tiang lampu yang terpasang disana. Satu tangannya dia masukan ke saku celana. Sedangkan tangan kanannya mengangkat telefon. Matanya mengitari sekitar, kemudian Viny memutar balik badannya. Menatap punggung Shani dari belakang sana.

"Ada apa?" tanya Viny dengan suara dinginnya.

"Gracia ada di rumah ngga?"

Viny menghembuskan napasnya pelan. Kepalanya tertunduk. "Kenapa kamu gak coba tanya langsung Gre aja?" ucapnya nyaris berbisik.

"Gak aktif, Vin. Tumben banget dia gak bisa dihubungin,"

"Kamu cuma mau nanyain Gracia aja? Udah?"

"Aku mau kamu ke—"

Mata Viny terpejam kuat. Menahan sesuatu yang tidak akan dia keluarkan begitu saja. "Aku lagi di luar. Jangan telepon aku dulu, oke?"

Klik!

Sambungan terputus secara sepihak. Viny merasa harus menuntaskan semuanya. Dia benar-benar lelah. Wajahnya tertunduk beberapa saat. Dia terus menghembuskan napas kasar. Pertanda dia sedang tidak bisa diganggu.

Mendengar ada kebisingan di samping sana, Viny menolehkan kepalanya. Sebelum benar-benar kembali, Viny melihat ada gulali yang terjual dipinggir danau. Tepat disampingnya yang berjarak sekitar lima meter.

Re:I'am [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang