27. Maaf!

937 109 17
                                    

Brak!

Prang!

"GUE BENCI INI!"

Suara pecahan barang, benturan benda keras ke dinding amat sangat terdengar menggema di seisi kamar Anin. Ia melempar semua barang-barang pemberian Pucchi ke sembarang arah. Meluapkan segala amarahnya pada semua benda pemberian si brengsek ini.

"Kak Anin, udah dong!"

Chika terus menarik tangan Anin agar gadis itu menghentikan kelakuan gilanya itu.

"Kak! Istighfar!" kini, Vivi mulai membuka suaranya. Dia memegang pundak Anin dengan tenangnya, menatap Anin begitu dalam.

"Lo jangan begitu natapnya, gue cemburu." bisik Chika.

"Eh bisa-bisanya ya lo cemburu disituasi genting kayak begini,"

"Ck. Iya dah,"

Anin terus mengepalkan tangannya kuat. Menatap ke arah pintu kamarnya yang tertutup rapat. Beralih ke sekeliling kamarnya yang terlihat sangat berantakan, kacau.

Semua rencananya gagal.

Dan itu semua berbalik kepadanya.

"Udah ya, Kak. Tenang.."

Chika mulai menuntun Anin menuju sofa yang ada di kamar tersebut. Memberikan Anin minum yang sudah ada di atas nakas.

"Ini minum kapan? Lo main kasih-kasih aja, Chik."

"Tidak memabukan. Udah."

Anin meneguk segelas air mineral. Membiarkan kekesalannya larut begitu saja mengikuti aliran air yang melewati lambungnya.

"Udah tenang? Hm?"

Hembusan napas kasar keluar tanpa hambatan. Ia menangkupkan tangannya ke wajah. Menangis sejadinya. Air matanya membasahi telapak tangannya begitu saja.

Semua ini menyakitkan menurutnya.

Ceklek!

"Anin kenapa?!"

Shani melempar tas yang dia bawa ke arah kasur. Berlutut di hadapan Anin sambil menggenggam kedua tangan gadis kecilnya. Ini adalah kali pertama dia melihat Anin menangis, setelah sekian lama dia terus tertawa menutupi semua rasa sakitnya.

"Ada yang bisa kasih tau aku? Anin kenapa?!"

"Ngomong sana.." Vivi berbisik tepat disamping Chika.

"Lo lah bang,"

"Gue gak kenal dia. Lo aja."

Chika berdecak sebal. Gadis itu mulai merilekskan tubuhnya yang benar-benar terasa lelah.

"Ikut aku, Ci.."

Chika beranjak bangun. Mulai melangkahkan kakinya keluar kamar, diikuti oleh Shani di belakangnya. Setelah berada di depan kamar Anin, tangannya terulur menutup pintu kamar gadis itu.

Sebelum benar-benar menjelaskan semua yang sudah terjadi, Chika mengusap tengkuknya. Gadis itu tidak tahu harus memulai dari mana. Dia takut salah memilih kata.

"Kenapa, Chik?" tanya Shani.

"Heeeeeh.." Chika menarik napas panjang. Dia berjalan pelan menuju besi pembatas, mulai menyandarkan tubuhnya di sana. "Kak Anin lagi ngerencanain sesuatu di belakang ci Gre.."

"Tentang apa?"

"Tunggu dulu, Ci. Aku ceritain semuanya dulu biar jelas ya. Jangan dipotong, nanti kalo aku lupa terus bingung jadinya repot. Bang Badrun mana mau ngejelasin.."

Re:I'am [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang