32. Miss Komunikasi

844 88 10
                                    

Di sebuah kamar dengan penerangan seadanya, seorang gadis duduk di gazebo depan sana dengan secangkir cokelat hangat di tangannya. Ia menatap lurus ke depan sana. Merenungi sesuatu yang membuat pikirannya kalut beberapa hari ini.

Malam sudah tiba sejak tadi, langit pun sudah menggelap. Dan ia masih terus menikmati dinginnya udara malam hari ini yang menusuk kulitnya.

Gadis itu terus merenungi sesuatu yang masih belum ditemukan jalan keluarnya. Hingga seseorang yang memanggilnya dari bawah sana tak mampu membangunkan gadis itu.

Pletak!

Suara kerikil yang dilempar oleh seseorang dari bawah sana tepat mengenai pagar besi gazebo gadis itu. Membuat dirinya menatap ke bawah. Mendapati seseorang yang sudah melambaikan tangannya sejak tadi.

"Gre!" Panggil orang itu dari bawah sana.

Gracia menyipitkan kedua matanya, tak dapat melihat dengan jelas siapa orang yang memanggilnya tadi. Ia menyimpan gelas yang dipegangnya kemudian mengambil kacamata bulat miliknya.

Matanya membulat seketika melihat siapa yang ada di bawah sana.

"Okta?" Gumam Gracia.

"Gre! Oy!" Gracia mengerjapkan matanya mendengar Okta terus memanggil namanya. Ia takut salah mengenali orang. Bahkan, rasanya sangat tidak mungkin jika dirinya memikirkan Okta disaat hubungannya dengan Anin terlihat baik-baik saja.

"Ta, lo ngapain di situ?" Gracia mencengkram kuat besi pembatas itu. Berusaha menahan detak jantungnya yang tiba-tiba saja berdetak cukup kencang.

Dadanya bergemuruh melihat keberadaab Okta di bawah sana. Ini seperti deja vu. Gracia pernah merasakan moment seperti ini ketika Ia masih bersama Okta.

Dan ternyata, kenangan lamanya bersama Okta tak kunjung menghilang dari ingatannya. Ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri.

"Gre, lo bisa turun?" Teriak Okta berhasil membangunkan Gracia dari lamunanya. Sedetik kemudian Gracia mengangguk samar, walaupun Okta tak bisa melihatnya. Namun, samar-samar Okta tersenyum manis ketika Ia melihat Gracia mulai menghilang dari gazebo kamarnya.

Okta menunggu Gracia sedikit lebih jauh dari rumahnya. Bersandar pada dinding samping gerbang tempat tinggal Gracia. Gadis itu keluar diam-diam dari pintu kecil disamping gerbang panjang, kemudian berdiri dengan jarak satu meter dengan Okta.

"Gre!" Seru Okta.

Sret

Gracia terdiam mematung saat Okta dengan seenak hatinya memeluknya dengan erat. Seolah sedang menyalurkan kerinduannya selama ini.

Karena jujur saja, sudah sangat lama keduanya tidak bertemu karena Okta yang harus pergi meninggalkan Jakarta.

"Ta.." Bisik Gracia.

"Lo gak kangen gue?" Tanya Okta masih dengan pelukannya yang membuat Gracia sedikit tersenyum.

Gracia terdiam. Ia sedikit menarik Okta agar mulai menjaga jarak dengannya. "Gak enak kalo diliat orang," Ucap Gracia pelan.

Okta menatap Gracia dari atas kepala hingga ujung kaki. Mantan kekasihnya ini sudah mengenakan piyama dengan celana di atas lutut. Okta tersenyum tipis melihatnya.

Cukup lama Ia tak melihat Gracia seperti ini.

Gadis bertubuh tinggi itu melepaskan jaket kulit yang dipakainya, kemudian Ia mulai mengikatnya di pinggang Gracia. Membuat si-empunya semakin dibuat salah tingkah.

Untung malam sudah benar-benar gelap dan lampu penerangan di depan rumahnya pun tidak begitu banyak. Hingga Okta tak dapat melihat rona merah yang tiba-tiba saja muncul di wajah Gracia.

Re:I'am [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang