Suara ketukan pintu membuat si pemilik rumah terbangun dari tidurnya. Ketukan itu terdengar cukup keras. Ia beranjak bangun dengan mata mengantuk. Jam sudah menunjukan pukul tiga pagi.
Siapa yang bertamu selarut ini?
"Bi..."
Shani berjalan gontai menuju kamar ARTnya. Mengetuknya pelan setelah akhirnya dibuka oleh si pemilik kamar.
"Bibi denger gak ada yang ngetuk pintu kenceng banget tadi?"
"Iya, Non. Bibi denger. Mau dibukain aja?"
"Diintip dulu aja ya, Bi. Aku tunggu di ruang tengah."
"Iya, Non. Sebentar ya,"
Shani menganggukkan kepalanya kemudian berjalan lebih dulu menuju ruang tengah. Ia duduk di sofa empuk miliknya sambil memeluk bantal. Matanya kembali terpejam.
Setelah memakan waktu sekitar lima belas menit Shani memejamkan matanya, suara ARTnya kembali terdengar di telinganya.
"Gak ada siapa-siapa Non di luar,"
"Hm? Masa sih?"
"Iya Non,"
"Tapi ketukannya masih kedengeran gak? Aku ngantuk banget, Bi."
"Non tidur lagi aja. Bibi jamin aman kok, beneran. Besok ada kelas gak Non nya?"
Shani mengerutkan keningnya. Ia tidak salah dengar kan saat si Bibi ini menanyakan ada atau tidak adanya kelas besok.
Tapi Shani tak menggubris hal tersebut. Ia malah beranjak bangun masih memeluk bantal sofa yang sepertinya akan ia bawa ke kamar.
"Besok jangan bangunin aku ya, Bi. Aku gak ada kelas kok. Mau puas-puasin tidur aja,"
"Oh gitu. Baik, Non. Selamat beristirahat."
Shani mengangguk samar dilanjutkan oleh langkahnya yang mulai menaiki anak tangga dengan langkah gontainya.
Sret—
Selimut yang semula berantakan kembali Shani tarik guna menutupi tubuhnya. Ia melanjutkan tidurnya dengan bantal sofa yang masih dalam dekapannya.
Dinginnya ruangan ini cukup menyakitkan. Benar-benar terasa hingga tulang. Mungkin, Shani merasa tidak kedinginan karena ia memakai selimut tebal yang menutupi hampir seluruh tubuhnya.
Tapi, tidak dengan orang disampingnya.
Ia terus menggesekan kedua telapak tangannya guna menghangatkannya sedikit. Untung saja dia menggunakan jaket yang cukup tebal, sehingga membantunya dalam masa-masa dingin di ruangan ini.
Tidak ada pilihan lain.
Ia menarik sedikit selimut yang dipakai Shani untuk membagi dua dengannya. Pelan - pelan. Karena takut - takut Shani terbangun akan gerak - geriknya nanti.
"Hhhh..."
Dengkuran halus terdengar di telinganya. Ia tersenyum manis mendengarnya. Tangannya perlahan melingkar dengan lembut di perut Shani.
Namun,
Tubuh Shani seketika berbalik. Mereka tertidur saling berhadapan.
Ia memejamkan matanya saat Shani sudah berbalik menghadap dirinya. Sungguh, kini detak jantungnya berdegup cukup kencang. Ia menghela napas lega saat Shani benar - benar tak menyadari keberadaannya.
Tetapi,
Takdir seolah tak berpihak padanya.
"AAAAAAAAAAKKKKKKK!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Re:I'am [END]
Fiksi PenggemarTerkadang, seseorang jauh lebih tahu tentang kita, dibandingkan diri kita sendiri. Dan semua itu terjadi pada ke-empat gadis yang saling berhubungan.