31. Dua Pilihan

983 106 5
                                    

Viny melajukan mobilnya dengan pelan. Makanya, sengaja ia mengambil jalur kiri karena ia tidak ingin Shani memarahinya.

Hari ini, mereka berdua ditemani oleh Anin dan Gracia yang berada di mobil yang berbeda hendak pergi ke salah satu butik guna menyiapkan beberapa gaun juga dresscode di hari pernikahannya nanti.

Obrolan ringan bahkan sampai yang berat pun terdengar di dalam mobil ini. Mereka berdua sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing.

"Gimana, kak?"

Shani menoleh. Menatap wajah samping Viny yang sulit diterjemahkan. Tangannya terangkat menggenggam lembut tangan Viny yang berada di stir.

"Sejauh ini apa kamu mikirin hal itu?" Tanya Viny masih enggan menatap Shani.

Shani mencium lembut punggung tangan Viny. Entah mengapa dadanya tiba-tiba saja merasa sesak. Bahkan perasaannya terus berteriak ingin menangis, tapi mengapa sangat sulit?

"Harusnya kamu bilang sejak pertama kali hal itu muncul dipikiran kamu," Viny menghembuskan napas kasar. Ia menarik tangannya dari genggaman Shani.

"Kak.."

Viny memejamkan matanya menahan sesuatu hal dalam hatinya yang membuat dirinya merasa sesak.

Apa mungkin semua kebahagiaannya akan kembali sirna?

Apakah semua hal ini hanya akan menjadi angan-angannya?

"Kamu lebih pilih mana?" Tanya Viny begitu terdengar dingin.

"Aku gak tau."

Ekor mata Viny menatap Shani yang sudah membuang pandangannya ke luar jendela mobil. Menatap pepohonan rindang yang tertanam disetiap pinggir jalan.

"Mau obrolin ini dulu sebelum kita sampe butik dan nemuin mereka, hm?"

Shani menoleh.

Ia fikir Viny akan tetap dengan pemikiran batunya. Namun kali ini, gadis itu sepertinya ikut memikirkan hal yang menjadi pemicu rasa sesak Shani.

Viny menyalakan lampu sein ke kiri, kemudian menghentikan mobilnya. Ia sedikit berbalik menatap Shani setelah sebelumnya ia melepaskan seat belt yang dipasang di tubuhnya.

"Jadi, dari mana aku harus denger penjelasan kamu?"

Sebelum benar-benar menjawab pertanyaan Viny, Shani kembali menggenggam kedua tangan Viny. Mengusapnya pelan berusaha membuat gadis dihadapannya tenang.

"Apa menurut kamu kita jahat?"

"Kenapa harus disebut jahat kalau mereka berdua mendukung?"

"Kakak.."

Viny membalikan genggamannya. Kini ia menarik tangan Shani dan menangkupkan di wajahnya.

"Apa mereka pernah bahas ini sama kita? Enggak, kan?"

Shani menggeleng.

"Kita harusnya tau gimana isi hati mereka tanpa nunggu mereka yang ceritain semua itu, Kak. Mereka gak akan mungkin ceritain kegelisahannya apalagi itu menyangkut kita." Shani menarik tangannya dari genggaman Viny.

"Apa kita harus batalin pernikahan kita?"

Hembusan napas kasar keluar dari bibir keduanya. Mereka sama-sama terdiam, tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

Mereka kini dilanda kebingungan dan kegelisahan. Diambang dua pilihan yang masing-masing memiliki resiko tertentu.

Dan entah siapa yang harus didahulukan kebahagiannya..

Re:I'am [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang