"Ci Shani,"
Gracia melambaikan tangannya saat melihat Shani dari kejauhan sudah menunggunya sembari bersandar di depan pagar rumahnya.
Melihat senyuman merekah dikedua sudut bibir Shani, membuat Gracia ikut tersenyum.
"Ayo.." ucap Gracia dengan tangan terulur lembut.
Shani pun menerimanya, kemudian berjalan beriringan dengan Gracia. Menyusuri setiap jalan bak sebuah taman bersama seorang kekasih terdulunya.
Sudah lama rasanya dia tidak berjalan seperti saat ini. Sambil berpegangan tangan. Menyusuri setiap taman dan danau yang berada di dekat perumahan ini. Rasanya, Shani merindukan moment ini.
Beda orang, lain cerita.
Begitulah yang dipikirkan Shani.
Mungkin baginya, dulu adalah hal yang paling menyenangkan ketika dia jalan bersama Gracia yang membuat hari-harinya bahagia. Gadis yang membuat Shani mengubah sikapnya.
Gracia yang terus membuat hari-harinya berwarna. Hingga saat tiba waktunya, warna itu menghilang. Memudar. Bahkan sudah terlihat biasa saja. Tidak ada warna apa pun yang menghiasi setiap waktu bahkan hari-hari Shani.
Gracia, mengubah segalanya.
Semua bayangan masa lalu yang terlintas di kepala Shani, membuat dirinya dengan refleks mengeratkan genggaman tangannya pada Gracia. Membawa dirinya masuk ke dalam rasa nyaman dalam genggaman tersebut.
"Kamu mau makan apa?" tanya Gracia saat dia sudah duduk di meja tempat bakso dan mie ayam pinggir danau kesukaannya dengan Shani dulu.
"Mie ayam aja," ucap Shani.
Gracia mengangguk pelan. "Bang, bakso satu mie ayam satu ya,"
Setelah memesan, Gracia terus menatap wajah samping Shani yang duduk dihadapannya. Shani terus menatap ke arah danau. Padahal, Gracia ingin mengajaknya bicara, tapi Shani membelakanginya.
Melihat Shani yang terus menatap lurus ke arah danau, Gracia pun ikut menatapnya. Sesekali bola matanya melirik kearah Shani.
"Ada kenangan apa di sini, Ci?" tanya Gracia nyaris berbisik.
"Hm?" Shani menolehkan kepalanya. Dia menaikan kedua alisnya menatap Gracia. Senyum tipis terlihat begitu samar dikedua sudut bibir Shani.
Shani menggeleng pelan, "Enggak ada." ucap Shani begitu miris.
"Ci.." Shani kembali menatap Gracia dengan tatapan penuh tanya.
Namun, tiba-tiba saja sebuah senyuman mengembang disudut bibir Gracia. Shani menyipitkan kedua matanya.
"Kenapa?"
"Dengerin ya, aku punya pantun," Gracia menarik tangan Shani, kemudian dia genggam tangan Shani dengan lembut.
"Dua, tiga, kucing berlari.." Gracia masih terus mempertahankan senyumnya saat Shani terus menatapnya. "Yuk, kita kawin lari.." lanjut ucap Gracia.
Shani diam. Gracia tersenyum dengan matanya yang ikut menyipit. Senyuman itu mampu membuat hati Shani tertusuk. Sangat menyakitkan. Dia bahkan memaksakan senyumnya menanggapi ucapan Gracia yang terdengar seperti main-main. Gadis berambut panjang itu bahkan tidak mengetahui bagaimana perasaan Shani saat ini.
"Apaan si," seru Shani. Dia menarik tangannya pelan agar terlepas dari genggaman Gracia.
Tidak ingin larut terlalu dalam.
Melihat reaksi Shani yang jauh dari kata sesuai dengan ekspetasinya, Gracia tersenyim tipis. Dia menatap netra Shani begitu teduh dan juga damai. Seolah memahami perasaan Shani hanya melalui tatapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Re:I'am [END]
FanficTerkadang, seseorang jauh lebih tahu tentang kita, dibandingkan diri kita sendiri. Dan semua itu terjadi pada ke-empat gadis yang saling berhubungan.