12. Patah

4.6K 564 145
                                    


"Yud, dengerin gue dulu."

"Gue ga perlu cingcongan lo."

Johan menghela nafas kasar dan mengacak rambutnya frustasi. Setelah penggerebekan yang dilakukan Yudha, sobat karibnya itu segera menyuruhnya memakai pakaian dan duduk di ruang tamu. Jefri? Yudha menyuruhnya mandi, membersihkan diri yang bersih yang wangi. Johan mah bodoamat, dia sering ga mandi lima hari. Namun bukannya berbincang, Yudha hanya menatapnya dengan tajam.

Jujur, Yudha termasuk salah satu dari banyak orang yang dikenal Johan sukar marah. Mottonya selalu 'don't worry be happy', cengengesan dan seperti hidupnya selalu dipandangnya dengan indah. Tapi mendapat tatapan dingin dan marah Yudha, Johan yang bahkan lebih tinggi dan besar darinya menciut dengan takut.

"Han, gue pernah bilang apa sama lo?"

Pertanyaan Yudha membuatnya menaikkan alisnya. Apaan? Kan Yudha ngomong banyak hal dengannya.

"Kalau beli nasi uduk enak yang di sebrang masjid."

Jawaban ngawur Johan membuat satu urat muncul di kening Yudha dan dengan tega melemparkan kotak tisu di meja kepada sobatnya itu. Beruntung sebelum kotak yang melayang mengenai keningnya, Johan sudah menghindar.

"Goblok. Bukan itu, maksud gue apa yang gue bilang ke lu soal Jefri."

Yudha melemaskan bahunya yang sempat kaku, menyisir rambutnya yang berwarna keperakan sembari menatap Johan dengan menggeleng.

"Belum juga sebulan, Han. Gue udah peringatin lu, gue gatau kalau misal Winanda yang tau, bisa jadi tempe orek lu sama dia."

Johan hanya termenung, dia ingat. Sangat ingat bagaimana Yudha memperingatkannya agar menjaga Jefri. Agar tidak melukainya dan merusaknya. Tapi apa yang Johan lakukan? Memang ia mengaku bersalah, mengambil kesempatan pada keluguan Jefri namun ia jujur melakukannya karena tertarik dengan pria manis berlesung pipit itu.

"Gue ngelakuin itu karna gue pengen." Belanya dengan menegakkan tubuhnya yang selonjoran di sofa. Balas menatap tatapan intens Yudha dengan miliknya.

"Lo lelaki dewasa, Han. Umur lo mau kepala tiga, masa lo gabisa nahan hasrat lo. Inget anjir Jefri masih dua puluhan!"

Yudha terlihat menahan emosinya, Johan bingung. Kenapa Yudha protektif sekali dengan Jefri? Apa karna ia merasa bertanggung jawab karena Winanda adalah sahabat Jefri? Ga mungkin kan, Yudha jelas jelas bilang kalau dia dan Winanda ga ada hubungan asmara. Ada yang ganjal.

"Lo tau kan kelemahan gue? Dia gemes banget Yud, lu ga liat"

"Iya emang...." Yudha sejenak melamun sebelum ia kembali menatap Johan dengan alisnya naik. "Terus? Itu bukan alasan lo bisa seenak jidat lo perlakuin Jefri sementara lo dan dia ga ada ikatan."

"Gue....."

Kalimat Johan menggantung di udara, memejamkan matanya dengan meremat surai merahnya.

"Gue sayang dia Yud..."

Hanya hening yang mengisi di antara mereka ketika Johan dengan lirih dan penuh putus asa mengalunkan pengakuannya. Yudha menatapnya dengan terbelalak sebelum menghela nafas panjang. Wajahnya yang mengeras luluh seiring dengan lemasnya bahu Johan.

"Johan....dia...Jefri ga keberatan kan?"

"Maksud lu?"

"Dengan perlakuan lo yang kadang melewati batas dia ga keberatan?"

"Engga, dia ga pernah nolak, dia ga pernah ngelawan, kalau dia bisa dia tampar gue kan? Buktinya engga, antara dia emang suka atau gampangan."

Kata kata Johan seketika bagaikan sengatan listrik pada Yudha membuatnya bangkit dari duduknya dan mencengkeram kerah baju Johan.

Larung Asmara 🌟Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang