32. Sudah gila

2.2K 303 72
                                    

Canggung.

Super canggung.

Ketiga pria beda usia duduk berhadapan di meja makan rumah minimalis Wendi, hening dan tidak ada satupun yang berani angkat suara. Lukes yang larut dalam pikirannya, Dika yang melanjutkan makan mie goreng telor ceploknya dengan khidmat, Johan yang memperhatikan Leon yang tengah bertepuk tangan sembari menggoyangkan tubuhnya dengan irama lagu anak anak di kartun yang diputar di televisi ruang keluarga. Bayi yang lumayan besar untuk usianya dan pipinya bulat tersebut tampak senang, piyama pikachu yang dipakainya sedikit kebesaran. Tangan kanannya tenggelam dalam lengan kaus yang terlalu panjang. Johan diam diam tersenyum, Leon sempat menangis tadi melihatnya berdandan rapi.

"Umur berapa Bang?"

Dika yang sudah beres dengan makan siangnya bertanya. Johan menoleh padanya lalu menegakkan tubuhnya.

"Delapan bulan, Dik. Makasih ya gimanapun lu yang namain dia."

Dika terbatuk, asli tersedak bawang goreng mie goreng dan juga malu luarbiasa. Meneguk es jeruk yang dibuatnya asal asalan tadi sebelum mengibaskan tangannya.

"Seenggaknya cocok sama dia, ganteng juga ye kek Mamanya."

"Ya kek gue lah, gue kan bapaknya."

"Mas Johan nyumbang tingginya doang."

Lukes yang sedaritadi diam seperti patung pancoran akhirnya angkat bicara, nyengir lebar seperti biasanya saat Johan meliriknya dengan malas.

"Liat tuh bibirnya, seksi dari siapa? Bapaknya lah, masa gua yang kerja, gue yang ga kebagian hasil."

Kampret, mulut bapak bapak satu ini sangat frontal. Batin Dika dalam hati sambil tersenyum kecut pada sepupunya.

"Oh ya, Mas Dika." Lukes terlihat sibuk membuka tas ranselnya dan mengeluarkan bingkisan dengan dilapisi tas kresek putih yang ia letakkan di meja. "Abah bilang suruh kasih ini buat, Mas Dika."

Dika menaikkan alisnya sebelum berterimakasih dengan canggung dan membuka bingkisan yang dibungkus rapi oleh Abah Lukes. Matanya melotot begitu ia melihat ada sepasang cincin, beberapa lembar uang dan juga sepatu bermerek. Sebuah surat dengan tersangkut di antaranya, Dika dengan tangan gemetar mengambil lalu membukanya.

'Untuk Mas Mahardika Anggara Wiraguna,

Ini Abahnya Lukes, mewakili putera saya yang paling bagus dan ganteng, dengan ini saya mau datang bersama putera saya satu satunya untuk melamar Mas Dika. Kalaupun ditolak dengan alasan mau kuliah di Kanada dan LDR, jangan khawatir. Lukes dapat beasiswa di universitas Kanada, jadi kalian gabakal LDR.

Ps. Mas kawinnya ada sapi, Mas, karena ga cukup di kotak. Dikirimnya nanti pakai kargo. Warnanya totol totol namanya James, mohon diterima juga ya.

Salam hangat,

Calon mertua'

"Hah?"

Setelah membaca keras keras isinya, rahang Dika rasanya mau lepas karena menganga. Johan sudah terbahak bahak mengundang perhatian Leon yang ikut tertawa seperti sang Papa. Lukes sendiri menyeringai.

"Apa apaan?"

Dika menatap Lukes dengan masih dalam keterkejutan luarbiasa, tangannya gemetar memegang surat yang lumayan maksa tersebut dengan jantung yang berdetak kencang.

Anjir kok jadi gue yang dilamar kan gue harusnya ngelamar. Batinnya nelangsa tapi entah kenapa dia juga tidak mau menolak. Cuman ini terlalu mendadak!

"Gapapa, Mas. Kapanpun Mas siap, aku bakal nunggu."

Lukes tersenyum, sabar dan tulus, seketika meruntuhkan pertahanan Dika. Ini terlalu mirip cerita romansa di buku bacaan kakaknya tapi.......Lukes benar benar menunggunya selama dua tahun, dan dia bersedia menunggu lebih lama.

Larung Asmara 🌟Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang