2. Mas Johan

5.9K 835 121
                                    


"Han."

"Hm."

"Han."

"Hm."

"Buset dah, Han Han. Nengok kek nih tangan gue pegel megangin, ambil kek kan lu yang nitip tadi."

Yudha dongkol betulan karena kawannya yang sedaritadi dipanggil hanya bergumam seperti orang yang sedang radang tenggorokan tanpa berbelas kasihan pada tangannya yang teracung dengan bungkusan martabak sudah lumayan pegel karena tak kunjung direspon.

Johan, pria yang menjadi pusat kekesalan Yudha akhirnya mengangkat kepalanya dari laptop yang sedaritadi dipelototinya. Kacamata bertengger dengan sekenanya di hidung bangir pria berparas tampan tersebut. Dengan ogah ogahan dia menerima uluran Yudha lalu meletakkan martabak tersebut di meja sebelum kembali berkutat dengan pekerjaannya. Sepenuhnya mengabaikan Yudha yang siap mengajaknya berkelahi.

"Iya, makasih ya, Yudha ganteng udah beliin martabak. Duitnya gue ganti kapan kapan deh."

Ini bukan Johan yang berbicara, Yudha sendiri yang bermonolog untuk menyenangkan hatinya karena kawannya ini kadang hampir membuat urat emosinya meleduk. Mendudukkan dirinya disamping Johan yang sama sekali tidak terusik, Yudha membuka kotak martabak lalu mengambil satu tanpa meminta ijin. Ia hanya tersenyum kuda begitu Johan meliriknya galak sebelum memakan martabak tersebut tanpa rasa bersalah.

"Lagian ngapain sih lu, Yud, ke apartemen gue. Ga ada kerjaan lain apa lu?" Protes Johan dengan menggerutu. Kepalanya sedang pening karena sekretarisnya yang juga bodohnya luar biasa hingga salah memberikan dokumen pada klien penting membuatnya harus memperbaiki semuanya sendiri. Yudha membantu sebenernya, contohnya beliin dia martabak untuk menghibur cuman kadang bikin naik darah juga.

"Wow wow wow wow bro. Santai dong, gue kesini cuman mau ngasih tau soal yang tadi siang."

Yudha bicara dengan mulut penuh martabak membuat Johan menatapnya dengan risih sebelum menempelkan tisu di wajah teman sejawatnya itu.

"Jorok lo." Gerutunya sebelum melepaskan kacamata untuk memijit pelipisnya. "Maksud lu orang yang katanya Winanda bersedia jadi temen serumah gue?" Tanyanya kemudian bersandar pada sofa sambil menatap Yudha yang balas menatapnya dengan senyuman lebar.

"Iya, bener. Namanya Jefri. Beuh, manis banget bro. Lu kan suka tuh yang lucu lucu, nih dia tipe lo banget."

"Sembarangan lo. Dia kan laki, mana ada lucu."

"Yeu, ga percaya. Makanya Han jangan kayak manusia goa lo, segala gala ga mau keluar kan jadi kehilangan kesempatan melihat keindahan dunia."

Yudha yang mulai ngelantur bikin Johan sebel. Tapi dia jadi mulau penasaran tentang orang yang dibilang Winanda. Sekilas kilas tadi dia mendengarkan mahasiswa kesayangan Yuta itu menjelaskan bagaimana temennya. Johan sebenarnya tidak terlalu peduli karena asal dia bisa masak dan ga rewel, dia pasti terima. Tapi kenapa rasa rasanya ia jadi beneran penasaran, Jefri nih selucu yang Yudha bilang ga sih?

"Han!"

"Fuck! Apaan sih Yud! Santai aja kali nepoknya!"

Johan mengusap ngusap pahanya yang barusaja terkena pukulan manis Yudha yang tidak kira kira. Yudha bahkan tidak terlihat bersalah, ia malah yang terlihat kesal.

"Ya lu orang lagi ngejelasin bukannya didengerin malah ngelamun. Makanya Han jangan jadi pengusaha biar ga banyak pikiran."

"Lo juga pengusaha ye, Novanto!"

Yudha hanya nyengir kuda, sebelum kembali ambil martabak. Johan melirik kotak martabaknya yang terbuka dengan miris. Ini dia yang niatnya pengen makan martabak, Yudha yang ngabisin.

Larung Asmara 🌟Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang