34. Yudha & Winanda pt2

1.5K 261 19
                                    

"Emang si Yudha bego, udah booking WO, bagiin undangan, belom bilang bapaknye. Emang dikira nikah kek kucing ape."

Johan menggerutu sembari membuka pintu rumahnya, menghela nafas setelah aroma baygon lavender khas apartemennya memasuki indra penciumannya, iya karena banyak banget nyamuk masuk jadi Jefri rajin semprot setiap Johan dan Leon tidak di rumah. Menggantikan aroma bujangan Yudha yang membuat hidungnya gatal. Leon saja yang terlihat senang senang saja diboyong Papa kesana kemari. Asyik bertepuk tangan sembari mendendangkan lagu yang tentu saja ia sendiri yang tahu. Topi rajut dengan kepala Winnie The Poohnya miring karena Leon sering menggaruk kepalanya.

"Mas, kok udah pulang? Katanya mau diskusi mengenai masalah kelelakian sama Mas Yudha."

Jefri datang dari dapur, apron biru terpasang apik di pinggangnya yang ramping. Spatula ternggenggam di tangannya dan kacamata bulat bertengger di hidung mancungnya. Sedikit miring karena kebiasan Jefri mengerutkan hidungnya. Leon yang melepaskan topinya sendiri lalu membuangnya menoleh, memekik senang melihat sang Mama.

"Males, yang." Mengerucutkan bibirnya, Johan menggendong Leon lalu membubuhi seluruh wajahnya dengan ciuman basah membuat Wiraguna kecil itu tertawa senang, mencoba mendorong bibir Papa. "Urusannya sama bujangan yang hobinya main pabji sama nontonin sinetron ikan terbang bikin migrain."

Jefri tertawa sebelum menyisir rambut pirang Johan yang panjang, ia tidak masalah sih senyamn suaminya saja cuman jadi ingin menguncir lalu ia jadikan eksperimen sekalian belajar teknik kunciran bila mereka punya anak perempuan kelak. Merunduk, Jefri mencium gemas hidung mungil Leon sebelum mencium kilat bibir Johan.

Johan duduk tegap karenanya, menurunkan Leon dari dadanya agar bisa duduk di pangkuannya.

"Kurang lah, yang. Ciumnya yang bener."

Jefri menatap pria yang hampir berumur tiga puluh dua tahun itu dengan ekspresi jijik yang dibuat buat sebelum ia tersenyum lebar. Menjulurkan lidahnya, Jefri melenggang pergi kembali ke dapur sembari menggoyangkan pantatnya.

"Udah besar, jatah ciumnya buat Leon. Sana Papa mandi sama anaknya, aku mau selesaiin masak."

Johan makin merengut, Leon yang melihatnya tertawa. Menepuk nepuk pipi Johan meminta perhatian.

"Paaaa! Paaaa!"

"Iyaaa iyaaa, yuk mandi daripada Mama ntar bawel."

Mengecup gemas pipi bulat Leon lalu ia sedot dengan suara nyaring, si bayi memekik kemudian meledak dalam tawa. Ia senang bermain dengan Papa karena mereka sering menghabiskan waktu berdua saat Jefri harus kuliah, Johan sering memanggulnya ke kantor. Tidak mau menitipkan sang buah hati di rumah orang tuanya karena nanti Leon jadi lebih betah disana. Harus dia dan Jefri yang Leon tempeli. Memang sangat protektif, Johan sayang sekali dengan puteranya. Memangkunya saat ada meeting dengan klien pun sering, lucunya Leon seolah mengerti, ia yang biasanya berisik hanya diam dengan tenang memandangi proses meeting sambil bersandar di dada Papa. Biasanya Johan membawa serta botol susu agar Leon tidak bosan namun bayi berusia delapan bulan yang cukup tinggi untuk usianya itu menolak, selalu lebih asyik menatap staff Johan yang tengah melakukan presentasi. Memandangi lamat lamat layar yang berkedip dari proyektor, terkadang ia akan tidur dengan pulas meringkuk di dekapan Papa.

Klien pun menyukai bayi lucu tersebut, mereka selalu meminta untuk sekedar mengusap rambut kecoklatan yang halus atau mencubit pipi gembul Leon. Leon pun hanya tersenyum lebar, bahkan melambai pada orang orang yang berpamitan padsnya ketika rapat telah usai. Setelahnya ia akan meminta Mama, ingat kalau Mama sudah pulang dari kuliah.

"Astaga malah masih ngelamun disini bukannya mandiin anaknya, Mas Johan!"

Mendengar Jefri yang siap mengomel, Johan segera melesat pergi bersama Leon yang tertawa.

Larung Asmara 🌟Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang