27. Berdua I

3K 377 55
                                    

Jefri memang sering melihat rumah rumah besar dan mewah selama hidupnya, tapi baru kali ini dia masuk ke dalam rumah yang luas dari gerbang depan ke dalam sudah seperti jalan tol pantura. Di setiap sisi jalan ditumbuhi pohon membuat suasana sejuk dan asri. Ia hanya bisa menganga begitu rumah klasik yang cukup besar memasuki pandangannya begitu mobil Johan sampai di ujung jalanan penuh pohon. Ada deretan bunga tulip yang mekar dengan indah di jalan setapak dari garasi ke arah pintu depan. Jefri segera menoleh ke arah Johan begitu mobil berhenti tepat di dalam bagasi. Kedua matanya berbinar dengan rasa bahagia membuat Johan tersenyum gemas dan mengusak pelan surai merah muda Jefri.

"Suka ga yang?"

Jefri mengangguk angguk menjawab pertanyaan Johan, namun hidungnya berkerut.

"Mas. Aku tuh sering liat rumah ini di sinetron azab yang aku tonton tuh. Kita kesini mau syuting sinet azab juga kah?"

Pertanyaan nyeleneh namun dengan wajah super serius dan kebingungan Jefri membuat Johan menganga.

"Ya ga lah yang, ini rumah punya Mas. Punya kita."

Jelasnya meraih tangan Jefri lalu menggenggamnya lembut. Mengusap punggung tangan halus dan lebih mungil dari miliknya itu dengan menenangkan. Jefri tampak tidak percaya, memandangi rumah asri nan indah itu dengan pandangan menyelidik. Ia sangat yakin, bahwa rumah ini adalah dimana Mas Bram dan Dewi syuting tentang sinet favoritenya. Mengabaikan Johan yang seketika sibuk dengan ponselnya. Mengutak atik beberapa kontak dengan menggerutu.

"Gue kudu blok mereka semua biar gue bisa berduaan sama Jefri."

Dengan cekatan dan penuh dendam, Johan memblokir kontak Dika, Yudha, Wendi, dan siapapun yang bakal menganggu waktunya dengan kekasih manisnya. Setelah selesai ia segera membuka pintu mobil, lalu bergegas keluar untuk membukakan pintu mobil Jefri. Memperlakukan pria manis itu seperti seorang ratu, Jefri sih hanya mengerjap heran sebelum dengan pasrah digandeng masuk ke dalam rumah. Ia tak bisa tak terperangah begitu masuk ke dalam rumah. Gaya yang berbicara Johan sekali, hampir mirip dengan apartemen yang mereka tinggali bedanya rumah ini lebih luas lebih lebar dan tentunya kandang sapi Abahnya Lukes kalah. Jefri mengernyit begitu melihat pintu dengan sebuah papan kayu berbentuk persegi panjang tergantung di atas pintu. Bertuliskan 'little bean's playing room', dia yang tidak bisa bahasa inggris hanya bisa memiringkan kepalanya.

"Mas little bean ini sopo toh. Buat tamu ya ntar?"

Tanyanya menarik narik jaket yang digunakan Johan tanpa mengalihkan pandangannya dari hiasan bintang dan berbagai macam bentuk planet dan benda luar angkasa yang tertempel di pintu berwarna coklat kemerahan di depannya. Johan merengkuhnya dari belakang, menumpukan dagunya di bahu Jefri dan menggesekkan pipinya pada pipi bulat kenyal milik sang kekasih. Tangannya mengusap memutar perut Jefri dengan sayang.

"Itu buat si kecil nanti sayang."

Mata Jefri membulat, ia menoleh sedikit untuk memandangi Johan dengan bibirnya yang sedikit terbuka. Terkejut, tentu, karena Johan bahkan memikirkan tentang janin yang hadir di antara mereka. Tanpa direncanakan, tanpa diduga, seseorang akan hadir beberapa bulan di kehidupan mereka. Jefri sendiri belum percaya bahwa apa yang dikatakan Ibunya saat ia masih remaja benar adanya. Ia masih terkejut dengan fakta bahwa di dalam tubuhnya tumbuh seorang bayi mungil yang akan memiliki mirip ayah atau ibunya. Tangannya menumpu tangan Johan yang mengusap perutnya, ujung telinganya memerah karena afeksi yang diberikan sang kekasih pada janin yang diperkirakan juga masih sangat kecil. Johan terlihat sangat senang, tidak marah ataupun menolak ketika ia mengatakannya. Johan malah memberikan seluruh perhatian padanya. Mata Jefri tanpa sadar memanas, ia tidak pernah membayangkan bahwa dirinya sangat beruntung. Memiliki Johan, yang menerima apa adanya.

Larung Asmara 🌟Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang