21. Aneh

2.8K 416 111
                                    


"Mas Johan akhir akhir ini aneh banget masa."

Dika yang tengah mengerjakan tugasnya mendongak, menaikkan alisnya pada Jefri yang tengah duduk di sofa ruang tamu rumahnya. Duduk menekuk kakinya dengan memeluk bantal sofa. Bibirnya tanpa sadar mengerucut dan Dika segera mengalihkan pandangannya dengan pura pura keselek lalat takut gagal move on karena gebetan semenggemaskan ini di hadapannya. Dikarenakan guru les Dika sedang diare akut dan tidak bisa hadir, kebetulan Jefri yang juga kenalan gurunya menggantikan. Memang semesta suka sekali menyiksa hatinya yang tengah bimbang di rundung merana.

"Aneh gimana ya bang?"

Susah berlagak santai karena Dika gagal fokus setiap Jefri bergerak, matanya akan melirik dan ia bukannya fokus pada soal matematika yang tersaji di depan ia malah asyik melirik lirik pujaan hatinya. Mengumpat dengan segala jenis tumbuhan dalam hatinya.

"Ya aneh. Masa dari semalem sampai pagi dia elus elus perut aku terus tadi mau berangkat dia cium perut aku sambil bilang 'jagain mamamu ya, papa mau berangkat dulu'. Mas Johan pamitan sama bakteri di usus aku ya?"

Mendengar penuturan lugu Jefri membuat Dika tersedak udara, meraih raih gelas berisi es sirup miliknya dengan terbatuk batuk. Menenggak isi gelas tersebut dengan rakus sebelum menghela nafas panjang.

"Bang, lu hamil?"

Pertanyaan tiba tiba Dika yang sangat aneh itu membuat Jefri melotot padanya, mengerjap selayaknya Dika barusaja memberitahukannya kalau kambing bisa bernafas lewat telinga.

"Engga lah. Kan aku cowo, mana bisa hamil?"

Dika mengerutkan keningnya, entah kenapa ada yang ganjil dengan nada bicara Jefri. Yang biasanya ceplas ceplos dan santai saja tiba tiba terdengar gemetar. Sorot matanya sedikit goyah, Dika memang bukan orang yang peka tapi dia sungguh yakin kalau Jefri menyembunyikan sesuatu. Tapi ia tahu bahwa itu bukan ranahnya untuk mengorek informasi apalagi Jefri terlihat sangat tertutup di balik sifatnya yang apa adanya.

"Ya engga sih." Sergahnya dengan mengendikkan bahu acuh, mencoret coret sudut bukunya dengan abstrak. "Tapi kayaknya Bang Johan ngiranya Bang Jefri hamil. Kan pasti ada penyebabnya kan?"

Jefri terdiam, jatuh dalam lamunan sembari mengerutkan hidungnya mencoba mengingat ngingat. Seingat dia, dia tidak ada menyebutkan soal hamil. Apa jangan jangan karena pengen makan seblak durian malam malam Johan jadi salah paham ya? Semakin ia larut dalam lamunanya, Jefri tidak sadar bahwa Dika yang seharusnya ia tutor malah sudah mendengkur dengan syahdu di atas meja.

"Alah pasti Mas Johan baper setelah nonton sinetron semalam. Tapi..."

Jefri menggantung kalimatnya di udara, tangannya bertengger di perutnya dengan kaku. Menghela nafas panjang, Jefri turun dari sofa untuk membantu Dika yang masih terlena dalam mimpi sambil mengigau tentang hafalan kimia, di tengah timbul hilangnya lamunan Jefri jadi ingat sesuatu.

'Apa aku nanti nengokin Mas Bulan ya? Dia masih di RS deket kampus kan? Buat memastikan aja kalau misal aku normal.'

.

.

.

Johan senyum senyum sendiri seperti orang gila seharian. Ia bahkan tidak fokus saat rapat dan membuat setengah dari kliennya berfikir bahwa petinggi perusahaan itu sedang kerasukan. Wendi hanya menggeleng dengan tingkah abstrak atasan sekaligus sepupu yang diasuhnya itu. Dengan tidak berperikemanusiaan, Wendi menggeplak kepala Johan membuat pria berusia hampir kepala tiga itu terperanjat dengan latah.

"EH AYAM AYAM MASUK KANDANG! BANGSAT TETEH!"

Wendi tertawa kencang, mengabaikan sepenuhnya bagaimana Johan menatapnya dengan sebal. Beruntung hanya ada dirinya, Wendi dan Yudha yang sedang bermain ponselnya, kalau tidak lebur sudah gambaran bijaksana dan tegas seorang Johan Wiraguna. Ngomong ngomong ngapain Novanto disini?

Larung Asmara 🌟Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang