My Bodyguard Prolog

6.7K 422 5
                                    

Eonnie!”

Wanita dengan nama lengkap Roseanne Kim itu sukses terkejut dan menoleh ke pintu ruangannya yang terbuka bersamaan dengan teriakan itu. Dia mengerutkan keningnya samar menemukan sosok adiknya yang sudah muncul di balik pintu. Kim Lalice. Rose sampai meletakkan kembali map yang dibacanya ketika Lalice sudah menutup pintu ruangannya dan duduk di sofa yang memang disediakan. Biasanya untuk tamu yang datang kemari untuk tamu yang hendak bertemu Rose untuk kerja sama perusahaan kedua belah pihak.

“Ada apa, Lice?” tanya Rose dengan kening berkerut.

Lalice sendiri menghela napas. Mengambil buku yang disediakan di meja dan mengipasi dirinya sendiri. Padahal ruangan ini sudah disediakan pendingin ruangan. Hanya saja, bagi Lalice masih panas dan tidak cukup meredakan gerah di tubuhnya dengan keringat yang membasahi sebagian tubuhnya.

“Rasanya aku mau mati,” gerutunya dengan tangan yang masih aktif mengipasi dirinya sendiri.

“Kenapa?” tanya Rose lagi. Berdiri dari kursinya dan akhirnya duduk didepan Lalice yang begitu kelelahan.

“Tadi ada yang mengejarku lagi. Seperti biasa, mereka mau menangkap dan menjadikanku sandera nanti. Untung aku berhasil kabur. Jadi, orang itu tidak berani mengejarku ketika aku sudah sampai di kantormu. Sudah ada penjaga yang siap menghajarnya nanti.” Lalice mendengus. “Sebenarnya kapan hidupku bisa tenang? Kesal sekali,” sambungnya.

Mendengar keluhan Lalice sontak membuat Rose menghela napas pelan. Semenjak Rose menjabat sebagai CEO di umurnya yang menginjak dua puluh empat tahun, banyak sekali bahaya yang mengitarinya dan Lalice. Semua terjadi secara mendadak. Ayah mereka yang meninggal semenjak dua tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan bersama ibunya membuatnya akhirnya menjabat sebagai CEO. Sekarang umur Rose sudah dua pulih enam tahun, sedangkan Lalice dua puluh lima tahun. Selama dua tahun ini, menghindari mereka semua, tidak semudah itu.

Lalice yang menyadari raut wajah Rose berubah, seketika merutuki dirinya. Rasa kesal dan lelah yang dirasakannya berubah menjadi perasaan bersalah karena tidak bisa menjaga ucapannya yang spontan keluar itu. Dia yakin, Rose merasa bersalah karena Lalice dalam bahaya. Rose selalu menyalahkan dirinya, padahal ini bukan salah Rosa sama sekali.

“Tapi kau tenang saja.” Lalice kembali membuka suara. Kemudian berdiri dan duduk disamping Rose seraya memegang lengannya. “Aku seperti kucing. Nyawaku ada sembilan. Otakku juga pintar. Aku bisa menemukan berbagai cara agar selamat. Buktinya, mereka tidak bisa menangkapku kan sampai sekarang? Jadi, jangan khawatir.”

Rose sendiri hanya menarik senyuman paksa. Tahu Lalice hanya berusaha menghibur. “Kau sudah sering mengatakannya. Aku tahu. Hanya saja, membiarkanmu terus dalam bahaya bukan opsi yang baik. Aku memang tidak bisa menghentikannya, tapi aku bisa menemukan sebuah solusi.”

Kening Lalice berkerut. “Solusi?”

Rose mengangguk. “Aku sudah menyewa dua bodyguard. Satu untukmu, satu untukku. Bodyguardmu akan melindungimu. Kita sama-sama terlindungi. Mereka masih muda.”

“Benarkah?”

Lalice berseru semangat dengan mata melebar. Rose sendiri mengangguk dengan senyumannya. Lalice memang orang yang mudah bergaul. Mengetahui ada orang baru yang akan selalu ada disampingnya, Lalice tentu sangat senang. Rose juga kurang waktu, jadi Lalice pasti bosan dan merasa kesepian.

“Lalu dimana mereka?” tanya Lalice lagi.

“Aku sudah menghubunginya, seharusnya mereka—”

“Permisi, Sajangnim.”

Rose menghentikan ucapannya ketika suara yang menyapa sopan dengan ketukan pintu terdengar. “Silahkan masuk,” ujarnya sedikit berteriak dan tak lama orang itu masuk. Ternyata adalah penjaga.

Sajangnim, dua bodyguard yang kau tugaskan sudah datang,” ujar penjaga itu setelah menutup pintu dan maju beberapa langkah mendekat.

“Benarkah? Bawa masuk saja!”

Bukan Rose yang menjawab, melainkan Lalice yang begitu antusias. Rose sampai geleng-geleng kepala dengan senyuman manis. Sebelum menoleh pada penjaga itu dan mengangguk. Isyarat untuk membawa bodyguard itu masuk. Penjaga itu juga mengerti, segera membungkuk sopan, kemudian berjalan keluar untuk memanggil kedua bodyguard itu.

“Kau tampaknya sangat bersemangat,” timpal Rose setelah melirik Lalice yang merapikan rambutnya. Hendak membuat kesan pertama yang baik.

“Tentu saja,” jawabnya dengan senyuman lebar.

“Selamat pagi, Nona.”

Rose dan Lalice sontak menoleh ketika suara laki-laki terdengar. Bukan penjaga. Ini berbeda. Rose ingat, dia sudah meminta kepada bodyguardnya untuk tidak memanggilnya Sajangnim. “Pagi! Kau—”

Lalice yang baru saja hendak menyapa dengan semangat sontak terdiam melihat siapa yang datang. Rose yang awalnya sengaja diam agar adiknya bisa menyapa bodyguard, akhirnya ikut diam. Dia menoleh kepada Lalice dan terkejut menemukan senyumannya yang sudah luntur dan Lalice tampak begitu terkejut. Rose mengikuti arah pandang, ternyata Lalice sedang sibuk menatap salah satu bodyguard dengan tatapan terkejut. Sedangkan yang ditatap, hanya memasang raut wajah tenangnya.

“Lice,” panggil Rose. Tangannya menyenggol pelan lengan Lalice membuat Lalice tersadar dari keterkejutannya dan menoleh. “Ada apa? Ada masalah?” tanyanya lansung dan Lalice menggeleng cepat.

“Tidak. Aku hanya terlalu senang,” jawabnya seraya mengalihkan pandangan—menghindari kontak mata dengan seseorang.

Rose sendiri belum puas dengan jawaban Lalice. Namun dia memutuskan untuk berbicara dengan kedua bodyguard ini. Rose menarik senyumannya kepada kedua bodyguard muda yang mulai membungkuk sebagai tanda hormat dan Rose buru-buru menyuruh mereka tidak perlu sungkan.

“Ternyata sudah datang. Perkenalkan aku Roseanne Park, dan ini adalah Adikku, Park Lalice. Kalian akan ada yang melindungiku dan Adikku,” ujarnya. Rose melirik pelan Lalice di sebelahnya, menyenggolnya pelan ketika Lalice hanya diam. Lalice menoleh terkejut padanya. “Berkenalan dengan mereka, Lice,” perintahnya. Ini aneh sekali. Biasanya Rose tidak perlu mengingatkan seperti ini.

“Hah? Aku?” Lalice terkejut. “Aku—”

Lalice menghentikan ucapannya ketika mendadak ada yang mengulurkan tangan padanya. Lalice menoleh dan menemukan pemilik tangan itu adalah sesosok pria yang tersenyum manis padanya. Dia memakai pakaian formal, sama seperti teman di sebelahnya, matanya sipit, namun sangat tampan.

“Perkenalkan Nona Lalice, aku adalah Lee Jimin. Kau bisa memanggilku Jimin. Aku akan menjadi bodyguard Rose. Semoga kita akrab.”

Lalice tahu, Jimin adalah tipe orang yang mudah bergaul. Andai saja semua sama, dia akan bersikap seperti Jimin bersikap padanya. Biasanya Lalice akan senang diajak berkenalan seperti ini, tapi sekarang Lalice malah menjadi tegang. Lalice menelan ludah, menarik senyumannya, kemudian menyambut uluran tangan Lee Jimin.

“Aku Park Lalice. Kau bisa memanggilku Lalice atau Lice. Senang juga berkenalan denganmu,” balasnya. Kemudian uluran tangan keduanya terlepas.

Lalice kemudian menoleh ke arah pria yang ada di sebelah Jimin. Masih memasang raut wajah datar. Kemudian mengulurkan tangan tepat setelah Jimin menarik pelan jas yang dikenakannya. Walau sembunyi-sembunyi, Lalice bisa melihatnya. Walau datar seperti itu, pria itu tetap tampan.

“Selamat pagi. Namaku Kim Jungkook. Kau bisa memanggilku, apa saja. Aku bodyguardmu.”

“Oke! Dia benar-benar Kim Jungkook!”

.
.
.
.
.
.
—To Be Continue—

My Bodyguard [LK]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang