Something New

540 65 41
                                    

~•~


10 tahun lalu, tepat setelah insiden tak terduga yang terjadi pada panti asuhan, wooyoung kehilangan kesadarannya. Bocah malang tersebut terpaksa di bawa kerumah sakit, membuat sang keluarga semakin cemas dengan keadaan sang bungsu. Menanti sang dokter memberi kabar keadaan wooyoung, miyeon dan hongjoong tak henti hentinya melantunkan doa pada sang Kuasa.

"Keadaannya lemah, mungkin dikarenakan shock yang berlebih membuat jantungnya melemah. Mungkin ia akan sadar esok"

Sang dokter telah berkata. Serapuh itukah ? Miyeon menangis tersedu sedu dalam dekapan sang suami. Mereka hanya dapat menanti wooyoung kembali membuka kelopak matanya, setelah wooyoung tersadar mereka berharap agar wooyoung tak kembali memaksakan dirinya.

Setelah kelopak mata tersebut terbuka, bukanlah kata 'eomma' maupun 'appa' yang terucap, melainkan 'san'. Harapan mereka tinggalah harapan. Kenyataannya, wooyoung tetap bersikeras memaksa hongjoong untuk mengantarkannya pada panti asuhan setelah ia sadar.

Air matanya lagi lagi menjejak pada pipinya, dengan permohonan sedalam dalamnya, wooyoung meminta agar hongjoong dapat mengantarkannya menuju panti. Dengan putus asa hongjoong menerima permohonan wooyoung. Telah diputuskan, keesokan harinya keluarga mereka akan pergi ke Gyeongsan Selatan.

~•~°×•×°~•~

Pada ruang tunggu, disinilah saat ini ia berada. Menundukan pandangannya menatap keramik persegi, menahan gelora emosi dalam dadanya yang dapat kapan saja menumpahkan air matanya. Wanita cantik sekaligus sang eomma terhebat sedunia, Choi Sooyoung, menggenggam selembar kertas berisikan persetujuan berkas kematian.

Tubuhnya bergetar, kepalanya terasa pening, bahkan rasa nyeri pada balutan perban bekas jarum infus pada tangan kirinya sama sekali tak membandingi luka menganga dalam hatinya.

"Yuri.. maafkan aku... aku gagal menjadi eomma bagi mereka.. maafkan aku"

Pertahanannya telah runtuh. Tetesan liquid bening jatuh bebas menetes pada keramik.

"Jika saja.. hiks... jika saja aku tidak pergi waktu itu.. mungkin hiks" ia tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Hatinya sangat sakit mengingat beberapa menit lalu memandang nama 'Kwon Yuri' sebagai deretan nama pertama pada kertas yang mulai lusuh dalam genggamannya.

Tubuh sooyoung masih melemah, sejak menerima kabar panti asuhan terbakar seketika itulah kesadarannya menghilang. Hari ini, sooyoung memaksakan dirinya mengunjungi rumat sakit dimana keluarganya telah terbaring pada ruang mayat.

12 nama korban telah tercetak pada kertas dalam genggamannya. Banyaknya orang yang telah mencoba menenangkannya, sama sekali tak berpengaruh padanya. Seakan hatinya telah mati.

Kedua kakinya melangkah menuju ruang ICU, melangkah pelan menuju jendela kaca yang tak akan pernah dapat terbuka. Maniknya menatap sendu pada balik kaca, tersenyum syukur pada sang Tuhan.

"Syukurlah.. diantara lainnya kau masih selamat... bertahanlah sayang, eomma akan selalu menjagamu" senyum itu terukir lembut dalam tangisnya. Ia benar benar tak dapat merasakan persaannya saat ini. Sedih ? Senang ? Marah ? Bersyukur ? Ia tak mengerti.

Seorang bocah terbaring lemah pada atas ranjang. Selang infus tertancap pada tangan mungil kirinya, ventilator oksigen menutup hidungnya, balutan perban yang hampir membalut sekujur tubuh. Pandangan dihadapannya sungguh menyayat hati. Kini eomma sooyoung hanya dapat memohon pada Tuhan agar menyelamatkan satu satunya anaknya yang masih selamat dalam insiden terbakarnya panti.

Back to Me [woosan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang