Kami berada di ruang tamu. Aku duduk bersisian dengan Pak Gio. Dua orang pria duduk berseberangan dengan kami. Pak RT duduk di antara kami dan dua pria di sana. Tiga orang pria lainnya berdiri di belakang dua pria itu.
Suasananya cukup tegang, rasa-rasanya kami seperti sedang melakukan sidang isbat—menunggu keputusan hari raya. Kebat-kebit mau pakai baju baru.
Sesekali aku dan Pak Gio saling melirik, tentunya dengan perasaan dan kegelisahan yang sama. Pasalnya kami telah menjadi tersangka perbuatan yang sama sekali tidak kami lakukan. Semoga saja ini hanya salah paham.
Duh Gusti! Jadi ini rasanya digerebek sama warga. Berasa jadi wanita sundal. Awas kalian! Sudah mencoreng statusku sebagai perempuan baik-baik . Bakal tak uleg kalian semua!
“Begini, Mas Gio. Saya selaku RT ingin menengahi permasalahan ini supaya tidak ada kesalahpahaman. Silakan kalian berbicara sesuai apa yang terjadi, jangan ditutup-tutupi atau ditambah-tambahkan.” Pak RT memecah keheningan. Ia mulai berbicara terkait penggerebekan tadi.
“Tapi ini nggak bener, Pak. Cara kalian memasuki rumah saya dengan mengatakan penggerebekan itu sangat menggangu,” ucap Pak Gio berusaha menyangkal tuduhan warga.
“Loh kelakuan Mas Gio apa tak mengganggu kenyamanan kami sebagai tetangga? Saya mengatakan hal demikian karena berdasarkan fakta yang akurat, dan saat kami datang kalian berada di satu kamar, kan?” Pria yang rambutnya sudah banyak ditumbuhi uban tak mau kalah. Ia tampak ngotot, memancing emosi Pak Gio. Terlihat tangan majikanku itu mengepal sampai otot-ototnya menonjol.
“Tenang-tenang ... bicarakan semua baik-baik.” Pak RT dengan cepat melerai kedua belah pihak yang sama-sama saling tegang. Astaga! Baru kali ini aku tak bisa melakukan apa pun. Mana aku perempuan sendiri, takut dikeroyok!“Silakan Pak Karyo, ceritakan apa yang menjadi dasar Bapak menuduh Mas Gio melakukan perbuatan yang tidak seronok?” lanjut Pak RT.
“Begini, Pak. Sebenarnya saya juga dengar dari Pak Salim,” ucap pria bernama Karyo.
Pak Gio berdecak sambil tersenyum sinis. “Ngotot tapi nggak punya bukti sendiri!” ucapnya.Pak Karyo tampak menyenggol lengan pria di sampingnya. Yang tak lain adalah Pak Salim, mereka saling melirik dan saling memberi kode. Seolah hanya mereka yang tahu, apa yang akan mereka katakan.
“Begini Mas Gio, tadi pagi saya mendengar sendiri percakapan Mas Gio bersama Mbak-nya nyebut-nyebut bayi. Otomatis saya mikir yang tidak-tidak, secara kami belum pernah melihat Mbak ini,” terang Pak Salim.
Seketika aku teringat saat kami—aku dan Pak Gio pulang dari kafe. Ya, saat itu Pak Gio membicarakan soal bayi palsu atas sandiwara yang kubuat. Namun, tak kusangka ini menjadi bumerang untuk kami.“Oh, itu ... begini Bapak-bapak. Dia Salma, asisten rumah tangga saya yang menggantikan Bik Aisyah. Nah, dia itu keponakannya, baru datang semalam. Saya belum sempat lapor Pak RT, karena paginya saya mesti nganterin Bik Aisyah ke stasiun. Kebetulan Asep sedang tidak masuk, anaknya sakit. Setelah saya mengantar Bik Aisyah, saya sempat pergi dengan Salma. Kami—“ Pak Gio tampak bingung, setelah menjelaskan semua dengan lantang tiba-tiba berhenti.
“Ini semua salah saya, Pak.” Aku berusaha memikul beban Pak Gio yang ingin menjelaskan kejadian sebenarnya. Bamun, sepertinya ia malu atau risih. Entahlah, biar aku saja. Kamu nggak akan kuat Ferguso!Kini, tatapan mereka beralih padaku. “Sebenarnya saya nggak hamil, wong saya masih perawan tingting. Saya itu lagi pinjem status aja sama Pak Gio karena sesuatu yang mendesak. Nggak ada maksud apa-apa,” jelasku pada mereka.
“Tetap saja, Mbak. Laki-laki dan perempuan berada dalam satu rumah tanpa ada orang lain sudah menimbulkan fitnah. Apalagi kami sudah memergoki kalian di kamar berduaan, berpelukan lagi.” Pak Salim menyangkal kebenaran yang kukatakan.
Kami saling keukeh dengan pendapat masing-masing. Cukup lama berdebat, bahkan bapak-bapak itu tetap saja tak mau mengalah. Entah apa mau mereka, seolah ingin mengawinkan aku dengan Pak Gio. Emang aku ayam, maen kawin-kawinin!Hah? Apa? Kenapa aku baru sadar? Ini sih ketiban rezeki nomplok kalau sampai aku menikah dengan majikanku sendiri. Apa memang dia jodohku. Oh Tuhan, tapi kenapa caranya kok menggelikan sekali. Menikah gara-gara digerebek! Apa kata dunia?
“Ada apa ini? Kenapa ramai sekali?” Suara bariton membuat kami serempak menoleh. Seorang laki-laki tua bertubuh kurus tinggi membawa tongkat di tangannya tengah menatap heran pada kami.
Kulihat tenggorokan Pak Gio bergerak dari bawah kembali ke atas lagi. Tanda jika dirinya tengah menelan ludah kuat-kuat. Mungkinkah dia Kakek Sanjaya? Ya ampu, bisa-bisa lebih panjang urusannya ini mah!
“Kakek,” ucap Pak Gio lirih. Kemudian menatap ke arahku.
“Selamat sore, Pak Sanjaya ....” Pak RT menyapa kakek. Lalu dibalasnya dengan hangat oleh pria tua itu.
Suasana semakin tegang saat Pak RT selaku penengah mencoba menceritakan duduk permasalahannya. Beliau hanya diam mendengarkan semua ucapan Pak RT.
“Baik, sebagai seorang kakek sekaligus orang tua Gio. Saya meminta maaf atas semua ketidaknyamanan yang dibuat cucu saya, saya yakin sekali cucu saya tidak akan melakukan hal serendah itu,” ucap Kakek begitu santai dan berwibawa.
Sungguh aku terkesima dengan sikap kakek. Tampak rona haru di wajah Pak Gio, tentu saja. Ia pasti senang sang kakek masih mempercayainya.
“Namun, saya juga harus bertindak tegas. Demi untuk menghindari fitnah yang berkepanjangan, saya memutuskan untuk menikahkan cucu saya dengan Salma,” ujar kakek lagi. Wajah Pak Gio berubah terkejut mendengar penuturan kakek barusan.
“Apa!?” Aku dan Pak Gio serempak mengucapkan itu. Bagai ditabok uang sekarung, antara senang dan shock. Tolong cubit aku!
“Gimana Salma? Kamu mau menikah dengan cucu kakek?” tanya kakek.
“Aku sih, yes. Gak tau kalau Mas Anang,” jawabku tanpa basa-basi. Kapan lagi ditawarin pria ganteng plus tajir. Yeakan?
“Diem kamu!” bisik Pak Gio. Aku hanya meringis sambil mengacungkan dua jari. Memberi kode kata ‘peace’.“Bapak serius?” tanya Pak RT. Seolah mewakili pertanyaan bapak-bapak rempong itu.
“Serius, Pak. Secepatnya saya akan menikahkan mereka,” jawab kakek mantap.
“Baik, Pak. Terimakasih atas kebijaksanaan Bapak, kami tunggu kabar baiknya.” Pak RT bangkit bersama kelima warganya, “kalau gitu kami permisi, Pak,” lanjutnya sembari menyalami kakek sebelum akhirnya mereka pergi.
“Kakek bercanda, kan? Biar mereka semua cepet pergi?” tanya Pak Gio sembari duduk di samping sang kakek.
“Apa kakek pernah bercanda untuk sesuatu yang tidak boleh dibuat main-main?” ucap kakek balas bertanya.
Pak Gio tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban kakek. Seketika aku terpana, baru kali ini melihatnya tertawa puas padahal nggak ada yang lucu.
“Bapak sehat?” Aku menyentuh kening Pak Gio. Memastikan suhu badannya panas atau dingin, ternyata panas dingin. Pasti gerogi mau kawin sama aku. Eaaak!
“Apaan sih!” Pak Gio mengibaskan tanganku.
Kakek pun ikut tertawa. “Kamu itu aneh, Gio. Saat diajak bercanda nggak merespon, giliran diajak serius malah ketawa,” ucap kakek sambil geleng-geleng.
“Jadi Kakek beneran mau nikahin aku sama Salma?”
“Iya.” Kakek mangangguk pasti.“Yang benar saja, Kek. Kami itu baru ketemu, dan Gio gak tertarik sama makhluk aneh kayak dia,” tolaknya terdengar nyelekit.
“Kamu mau cari yang seperti apa lagi? Gonta-ganti pacar terus, ujungnya Cuma diselingkuhi. Sekarang biar kakek yang pilihkan istri untuk kamu, kakek yakin Salma perempuan baik-baik. Dan kakek rasa kamu cocok sama dia,” jawab kakek membuatku melayang. Baru kali ini ada yang memujiku begitu tulus. Jadi pengin salto. Aku hanya tersenyum malu.
Pak Gio mengusap wajahnya kasar, lalu pergi meninggalkan kami tanpa permisi.
“Bapak mau ke mana?” seruku pada pria yang tengah berjalan menuju pintu keluar.
“Mau cari Ustaz!” balasnya tanpa menoleh.
“Mau belajar ijab kabul, ya?”“Nggak.”
“Trus mau ngapain?”“Buat nge-rukiah kamu!” jawab Pak Gio sebelum akhirnya hilang di balik pintu. Kakek hanya terkekeh.
Ish! Ngapain nyari Ustaz buat merukiah aku? Padahal cukup cinta kamu aja udah bikin setan yang menempel di tubuhku pada minggat. Eaaak!
Duh, sejak kapan aku jadi bucin begini? Apa mungkin benih-benih petai, eh benih-benih cinta mulai bersemi di hatiku?
Yes, nggak nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Majikan
HumorCinta datang karena sebuah ikatan, bukan karena dekat. Namun, tanpa kepastian. Lalu, bagaimana jika ikatan lain datang mematahkan semuanya? Bahkan lebih dari sekedar hubungan itu sendiri. Salma Aristia harus menikah dengan majikannya sendiri bernama...