Benih-benih cinta

577 44 2
                                    

Aku duduk di teras menunggu pria terkaku yang sangat menggemaskan itu. Sejak insiden memeluk mayat perempuan gila tadi, Pak Gio melanjutkan untuk mencariku bersama Beni. Sedangkan aku, pulanglah. Ngakak sepuasnya di vila sambil joget ala Tik-tok!

Nah, panjang umur. Ia melangkah gontai menuju vila. Wajahnya lesu, sesekali ia mengacak-acak rambutnya. Entah apa yang tengah dirasakan. Yang jelas aku menyukai itu.

“Malam Pak Gio, dari mana nih? Kok lesu amat mukanya,” celetukku sembari menikmati semangkuk indomie kuah campur telur dan irisan cabai rawit. Pedas level mampus.

Wajahnya yang sedari tadi menunduk, kini menatapku terkaget-kaget. “Salma?” ucapnya seraya menghampiriku.

“Iya, ini saya, Pak. B aja kali lihatnya, enggak usah kaget gitu. Kayak baru pertama ketemu aja.” Aku kembali menyendok mie instan yang terasa nikmat. Dalam hati aku ngakak gaes.

“Sejak kapan kamu di sini?”

“Barusan, Pak. Capek juga habis nonton drama, mana lapar banget. Ehh pas pulang enggak ada makanan, jadi bikin mie deh. Pak Gio mau?” tawarku sembari menyodorkan mangkuk yang isinya tinggal separuh.

“Tidak,” jawabnya cepat seraya menggeleng.

Aku menunggu reaksi selanjutnya dari pria di hadapanku itu. Ia terdiam, seperti sedang berpikir. “Ehem ... Pak Gio dari mana? Kok tumben kacau gitu penampilannya? Kayak habis mencari sesuatu yang hilang,” ucapku mulai memasang umpan. Namun, berusaha santai. Supaya Pak Gio tak curiga.

“Apaan? Perasaan biasa aja,” jawabnya tampak salah tingkah. Ia berusaha merapikan baju dan rambutnya yang berantakan.

Dalam hati masih ngakak. Ya ampun gumusssh lihat ekspresinya, pengin gigit hatinya.

“Terus dari mana dong?”

“Dari ... habis olahraga. Emang kenapa?” jawabnya balik bertanya.

“Maksudnya senam jantung yang sudah komplikasi sama hati?” Aku menaik-turunkan alis, lalu mengedipkan mata seperti orang cacingan.

“Apaan sih, enggak jelas banget,” balas Pak Gio sambil berlalu, berusaha menghindar. Sepertinya Pak Gio sudah tahu maksud sindiranku.

“Ciyeee salah tingkah, ciyee ... yang habis nyariin istrinya sampai mayat orang gila dipeluk-peluk, dikira istrinya.” Seketika langkahnya terhenti, lalu berbalik menghadapku lagi.

“Da-dari mana kamu tahu soal itu?” tanyanya terdengar gugup.

“Dari mata turun ke hati, Pak,” jawabku sambil terkekeh. Terdengar ia menghembuskan napas dengan kasar, lalu kembali melanjutkan langkahnya, sebelum akhirnya hilang di balik pintu.

Aku cekikikan seperti Mbak Kunkun. Merasa puas meledeknya. Rasain! Karma zaman sekarang itu tak perlu menunggu yang dizalimi terlunta-lunta karena disakiti, baru sehari saja langsung dapat hukumannya. 1 : 1. Ngoahahahaa

Tiba-tiba aku teringat kalau ini malam jumat. Hiiiy ... bergegas aku menyusul Pak Gio masuk. Takut diajak Tik-tok-an sama Mbak Kunkun maupun demit lainnya. Nanti mereka viral lagi.

***

Tengah malam, aku merasa tubuhku kaku dan menggigil. Mata juga enggan terbuka, seperti ketindihan. Ketindihan es batu, tapi di tengah-tengah api unggun. Entahlah, intinya badanku panas dingin.

Tak lama tubuh dan keningku terasa hangat. Cukup terkejut saat melihat Pak Gio berada di sampingku. “Bapak ngapain?” tanyaku lirih.

“Jangan bawel, badan kamu panas dan menggigil,” jawabnya sambil menempelkan kain pada keningku.

Menikah dengan MajikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang