Bimbang

851 53 10
                                    

Pesawat sudah lepas landas, penumpang semua hening. Tidak ada suara apa pun selain dari pemberitahuan-pemberitahuan yang diumumkan oleh seorang pramugari. Namun, di tengah keheningan kami, tiba-tiba pesawat oleng. Membuat seisi penumpang histeris.

Apa yang terjadi? Ya Allah selamatkan kami ....

"Salma ... bangun, Sal." Sayup-sayup terdengar suara seseorang memanggilku seraya menepuk pipi ini lembut.

Aku membuka mata perlahan. Namun, terkejut saat mendapati sosok Pak Gio di hadapanku. Bergegas aku bangkit, mengedarkan pandangan ke arah sekitar. Langit masih gelap.

Apa aku mimpi? Bukankah aku berada di pesawat dan akan kembali ke Jakarta bersama Saga? Apa ini? Kenapa aku masih di kafe saat Saga mengajakku? Sial!

"Salma, kamu nggak apa-apa?" tanya Pak Gio membuyarkan lamunanku.

"Nggak, saya nggak apa-apa. Pak Gio tahu dari mana saya di sini?" tanyaku pada pria itu.

"Ada yang menelpon, katanya kamu terkunci. Ia mengirim alamatnya, makanya saya langsung ke sini. Ayo kita pulang," ajaknya. Ia menggenggam lembut tanganku.

Kali ini pegangan itu berbeda. Ada rasa rindu mengetuk hati. Namun, seketika menghantamku keras saat mengingat isi kotak itu. Bergegas menepis tangannya.

"Saya bisa jalan sendiri, Pak." Aku berjalan mendahuluinya. Bisa kudengar langkah kakinya mengekorku.

Pak Gio membuka pintu untukku, tumben sekali? Biasanya dia nggak pernah seperti itu. Apa ini salah satu cara supaya aku melupakan kejadian itu? Buaya!

Pak Gio menjalankan mesin mobilnya dan melaju dengan kecepatan sedang. Kami saling bungkam, tak ada yang berusaha memecah keheningan ini.

"Ehem!" Aku tersentak kaget mendengar suara itu. Kenapa ada suara perempuan? Jangan-jangan, ada Mbak Kunkun di belakang?

Perlahan menoleh ke sumber suara, semoga saja aku salah dengar. Seketika aku melotot melihat ulat bulu berada di sana. Ia tersenyum lebar, seolah mengejek dan merasa menang. Wow ... kejutan apa lagi ini?

Aku menoleh ke arah pria yang tengah fokus menyetir mobil. Menunggu penjelasan darinya. Namun, ia belum juga membuka suara. Dasar pengecut!

Tanpa ingin bertanya dan meminta penjelasan apa pun. Aku membuka ponsel, menyibukan diri meski hati bergemuruh merasakan emosi. Aku berusaha mengontrol itu, bukan karena mengalah dan merasa kalah. Akan tetapi rasanya malas membuang energi untuk berdebat dengan mereka.

Mataku tertuju pada chat dari nomer tak dikenal. Kuklik nomor itu.

[Hai Nona manis, semoga harimu menyenangkan setelah ini. Aku tak ingin melihatmu menangis lagi, karena wajahmu terlalu unyu jika sampai air mata mengotori pipimu. Maaf, aku sengaja menghubungi suamimu agar menjemputmu. Bukan karena sok jadi pahlawan, aku hanya menjagamu sebagai seorang lelaki. Bukan berusaha menggantikannya, tapi jika kamu butuh pengganti. Kamu bisa hubungi nomor ini.

Saga]

Ada yang menarik bibir ini hingga tercetak senyuman di sana. Entah karena apa, yang jelas aku sedikit terhibur mendapat pesan darinya. Dasar Sagu!

Aku bahagia bukan karena segala sesuatu itu baik, tetapi karena aku berusaha melihat hal baik dari segala sesuatu.

"Salma tunggu!" Suara Pak Gio menghentikan langkah kaki ini saat aku akan masuk. Untuk apa aku berlama-lama dengan mereka. Hanya membuatku sakit!

"Ada apa?" tanyaku tanpa menoleh.

"Kita harus bicara, Sal."

"Katakan saja," balasku masih membelakanginya.

Menikah dengan MajikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang