Aku menyiapkan sarapan untuk kedua pria yang rumahnya sedang aku tempati. Yes, ART yang sebentar lagi naik pangkat jadi Nyonya. Uhhuuy! Apelo?
“Masak apa ini? Kok baunya enak banget,” puji kakek yang tiba-tiba sudah duduk di depan meja makan.
“Eh, Kakek. Salma masak nasi goreng, Kakek mau?” tawarku sambil mengelap piring dan sendok.
“Waah ... sepertinya ini sangat enak, apalagi kalau dikasih petai. Pasti lebih nikmat.” Ucapan kakek berhasil mencuri perhatianku.
“Kakek suka petai?” Seketika ia mengangguk, kemudian membalikkan piring di hadapannya. Bersiap menikmati hidangan yang sudah tersaji di atas meja.
“Berarti kita sehati, Kek. Kapan-kapan saya buatin makanan dengan campuran petai, dijamin Kakek suka,” ucapku seraya menyendok nasi goreng ke dalam piring, lalu memberikannya pada laki-laki tua itu.
Kakek tertawa kecil sambil mengelus pucuk kepalaku. “Benar ya?” katanya. Aku membalasnya dengan mengacungkan jempol.
Lalu harum parfum khas Pak Gio menyapa indra penciumanku. Seketika mencari pemilik parfum itu.
“Gio, kamu mau ke mana?” tanya Kakek saat Pak Gio berjalan tanpa menyapa Kakek atau calon istrinya ini. Eaaak! Ish! Kenapa aku jadi kepedean gini sih?
“Gio buru-buru, Kek. Mau ketemu klien,” balasnya datar.
“Gak sopan! Kamu nggak lihat ada kakek di sini? Maen ngeloyor aja,” protesnya pada sang cucu. Rasain!
“Iya, maaf. Kan Gio udah bilang buru-buru.” Pak Gio mengelak sambil menatap sinis ke arahku. Kubalas dengan mengedipkan mata kiriku. Seketika wajahnya berubah kaget.
“Hari ini nggak usah ke kantor, biar nanti kakek hubungi Sandi untuk meng-handle itu. Kamu ajak Salma ke mall beli keperluannya sekalian ke salon, biar kelihatan lebih cantik.”
Omegod! Demi apa kakek begitu perhatian padaku. Padahal kami baru beberapa jam bertemu. Sungguh aku terharu, andai saja Pak Gio yang punya inisiatif seperti itu. Pasti aku nggak nolak!
“Duh, Kakek tuh ada-ada aja deh. Gio nggak bisa, ini itu lebih penting dari kecantikan makhluk gak jelas itu,” tolaknya terdengar nyelekit.
“Kakek nggak mau tahu, pokoknya hari ini kamu harus ajak Salma pergi. Anggap saja kencan pertama sebelum kalian benar-benar sah jadi suami istri,” ucap Kakek lagi. Rasa-rasanya kalau ada kakek begini aku bakal menang terus dari Pak Gio tanpa perlu melakukan apa pun. Kakek bagai malaikat untukku.
“Gimana Salma? Kamu nggak keberatan, ‘kan?” tanya kakek padaku.
“Aku sih yes, Kek. Gak tau kalau Pak Gio.” Pandanganku beralih menatap Pak Gio, menunggu responnya. Ada aura tekanan batin dari raut wajah pria tampan itu.
“Aku sih, NO!” jawab Pak Gio tegas.
“Baik, berarti keputusan ada di tangan kakek,” balas Kakek serius. Kini, kami bagai juri Indonesian idol yang tengah memutuskan lolos atau tidaknya peserta. Deg-degan!
“Kakek sih yes!” Seketika aku sujud syukur. Mungkin jika ada penonton mereka ikut bersorak bahagia. Alhamdulillah, aku kepilih!
“Dua lawan satu, Pak.” Aku menaik-turunkan alis ke arahnya.
Pak Gio tak bisa berkutik, ia pun setuju dengan permintaan kakeknya. Dan aku hanya bisa pasrah, menikmati keadaan ini.
***
Sepanjang perjalanan, kami berdua diam di dalam mobil ini. Dinginnya AC kalah dingin dengan sikap Pak Gio, entah apa yang ada di pikirannya saat ini. Aku jadi menebak-nebak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Majikan
HumorCinta datang karena sebuah ikatan, bukan karena dekat. Namun, tanpa kepastian. Lalu, bagaimana jika ikatan lain datang mematahkan semuanya? Bahkan lebih dari sekedar hubungan itu sendiri. Salma Aristia harus menikah dengan majikannya sendiri bernama...