"Nona Salma Herlambang ... mari aku antar. Dijamin selamat sampai tujuan!" teriak makhluk sengklek kedua setelah Salma itu membuntutiku. Dasar Sagu! Eh Saga.
Sepanjang jalan kenangan, ia terus merayuku untuk diboncengnya. Hidih, emang aku cewek apaan. Mau-maunya diboncengi sama pria yang baru saja kukenal. Meskipun sebenarnya aku enggak nolak. Jual mahal dikitlah ya ... nanti kalau enggak laku, baru jual harga bantingan.
Aku menghentikan langkah dan berbalik ke arahnya. Pria bernama Saga itu tengah menuntun Honda CB-nya dengan tetap menunggang.
"Kamu panggil aku siapa tadi? Salma Herlambang? Sejak kapan nama panjangku jadi seperti itu?" tanyaku sambil berkacak pinggang.
Ia tersenyum simpul sambil geleng-geleng kepala. Ya Allah, please ... jangan kau goda imanku. Aku lemah kalau melihat cowok cakep tersenyum.
Astaghfirullah ... ingat Salma, ghadul bashar kata ukhtea. Ingat kata emak, jaga pandangan, jaga hati dan jaga lilin. Jangan sampai kamu khilaf.
"Sejak kamu bertemu denganku," jawabnya sambil membuka helm full face-nya. Lalu menyugar rambut dan berdiri menyender motor miliknya. Omegod! Kakiku lemas.
Aku mengaitkan alis. Tak mengerti maksud ucapannya. "Kalau kamu jadi istriku, nama panjangmu jadi Salma Herlambang," balasnya sambil terkekeh.
Aku memutar bola mata malas. Memang aku sengklek, tapi nggak mau disengklekin gitu. Enggak kuat.
"Kenapa diam? Senang ya, namaku bisa bersanding dengan nama kamu?" ucapnya lagi membuatku pusing. Ya ampun, apa dia mengandung narkotika? Bikin kecanduan.
Tanpa menjawabnya, bergegas melanjutkan langkahku yang entah akan dibawa ke mana. Ini semua gara-gara Pak Gio! Aku kan enggak tahu jalan pulang, mana ponselku ketinggalan lagi. Sial!
Namun, tubuhku terasa ditarik dari arah belakang. Saga menggenggam tangan ini, lalu menuntunku menuju motornya.
"Hei, apa-apaan sih? Lepasin," ucapku berusaha melepaskan tangannya, akan tetapi ia tak memperdulikan rengekanku.
"Aku enggak mau diboncengi sama kamu, aku udah punya suami," sambungku. Seketika langkahnya terhenti, perlahan ia melepas tanganku.
"Benarkah? Atau ini hanya cara kamu menolakku?"
"Enggak, aku serius kok. Aku beneran udah punya suami, bila perlu nanti aku tunjukkan surat kawinnya. Biar kamu percaya."
Lagi-lagi ia tersenyum simpul. "Beruntung sekali suami kamu memiliki wanita langka kayak kamu," ucapnya sambil terkekeh.
"Enak aja, emang saya harimau Sumatera yang hampir punah?"
"Bukan, tapi Simpanse," balasnya sambil memakai helm dan menaiki sepeda motornya. Kulihat punggungnya sedikit berguncang, tentu saja makhluk itu tertawa geli.
Eh, apa tadi? Simpanse? Orang hutan dong? Astaghfirullah ... suka bener kalau ngepasin spesies.
"Buruan naik, tenang aja aku enggak bakal culik kamu."
Aku terdiam, meski otak berputar-putar. Gimana ini? Mau, enggak, mau, enggak. Mau deh, mubazir.
***
"Pegangan Salma, nanti kamu jatuh!" Suara dari arah depan terdengar jauh, karena suara Saga terhalang helm. Ditambah suara kendaraan lainnya. Membuat telingaku sedikit budek.
Aku mencium bau modus dari pria didepanku itu. Ketika suami sendiri tak memperlakukan aku dengan spesial, salahkah jika aku menikmatinya dari orang lain?
"Ak nggak takut jatuh, aku cuma takut khilaf!" jawabku ikut berteriak. Seketika si Sagu itu terbahak.
Butuh lima belas menit untuk sampai tempat ke vila, itu pun dibantu dengan Google map. Karena aku tak tahu arah jalan pulang. Untung si Sagu itu pinter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Majikan
HumorCinta datang karena sebuah ikatan, bukan karena dekat. Namun, tanpa kepastian. Lalu, bagaimana jika ikatan lain datang mematahkan semuanya? Bahkan lebih dari sekedar hubungan itu sendiri. Salma Aristia harus menikah dengan majikannya sendiri bernama...