Kenyataan Pahit

502 43 1
                                    

Aku masih mematung, masih tak mengerti apa yang menggangu otakku. Tubuh ini mendadak kaku dan aliran darah seakan berhenti. Berusaha menolak sesuatu yang belum jelas kebenarannya.

Namun, benda yang ada dalam kotak itu cukup jelas menegaskan bahwa, seorang wanita tengah mengandung. Sebuah alat tes kehamilan tampak jelas dengan dua garis merah di sana. Juga sebuah gambar hitam putih, bisa kupastikan itu adalah hasil USG.
Jika kotak itu untuk Pak Gio, mungkinkah anak dari wanita itu adalah darah daging Pak Gio?

Aku mundur selangkah saat Pak Gio menunduk di depanku, mengambil semua benda yang berserakan di lantai. Lalu membuka secarik kertas. Tak lama membuka satu kertas lagi dengan tatapan yang tak bisa kupahami. Selesai itu ia terduduk lemas. Entah apa yang membuatnya bungkam. Aku semakin yakin jika sesuatu telah terjadi.

“A-apa itu, Pak?” tanyaku. Pak Gio tak menjawab, ia mengusap wajahnya kasar. Dengan cepat aku merebutnya dan segera membaca isi kertas itu.

‘Dear Gio...
Happy birthday for you, Say. Di hari spesialmu ini, sebetulnya aku ingin sekali mengatakan semua dan memberi kejutan ini secara langsung.
Namun, sepertinya seseorang telah mengacaukan rencanaku. It’s ok, tak masalah. Aku bisa mengantar hadiah ini langsung ke tempatmu.
Seseorang pernah mengatakan, cinta akan datang karena sebuah ikatan. Dan sekarang aku membawa ikatan yang lebih kuat dari sekedar hubungan.
Kamu pasti ingat malam itu, Gi. Aku tak perlu mengatakan apa pun lagi. Intinya kami menunggumu.
Love you.

Nia.’

Aku meremas kertas ini. Seperti itulah hatiku, bagai diremas. Sakit! Berusaha menahan air mata yang sudah di pelupuk mata. Kumenangis tanpa air mata, kuteriak tanpa suara. Hanya merasakan sakitnya di hati.

Sebercanda inikah hidupku? Penuh lelucon dan sandiwara. Baru sebentar aku merasakan cinta, haruskah berakhir sepahit ini? Bagai pelangi, yang muncul dengan sejuta keindahan dan hilang dalam sekejap.

“Tolong, katakan sesuatu, Pak. Benarkah semua yang ditulis Nia?” Aku kembali bersuara, menanyakan kepastian pada pria yang saat ini mungkin menyimpan banyak hal. Meski harus mengeluarkan semua energi hanya untuk bertanya demikian.

“Sa-ya ... saya enggak bisa memastikan apa pun. Malam itu terjadi begitu cepat, saya tengah mabuk berat karena kesal dengan pengkhianatan Jessica. Lalu pagi itu saya ... sudah ada di rumah Nia,” jelasnya tanpa menatapku.

Hati ini semakin remuk mendengar jawaban pria yang namanya telah singgah di hatiku. Mengapa rasa itu datang jika hanya untuk melukai hati?

Andai aku sadar sedari awal, sadar akan kenyataan. Bahwa, dia adalah kapal raksasa yang gagah berani menaungi samudera. Sedang aku hanya dermaga buruk, pelabuhan kecil yang dekil tak terawat. Mana mungkin cintanya akan berlabuh di hatiku. Sampai kapan pun, aku tak bisa memilikinya.
Karena, tembok besar telah terhalang untukku mendapatkan hatinya.

“Salma, mau ke mana?” tanya Pak Gio saat aku melangkah ke luar. Rasanya aku tak sanggup lagi menatapnya, bahkan tak ingin berada di dekat pria itu.

“Awalnya saya tak percaya dengan pengakuan Nia. Namun, ketika Bapak mengakuinya. Saat itu juga saya tak lagi memiliki urusan apa pun dengan Anda. Toh pernikahan kita hanya pura-pura, kan? Kakek pasti senang, akhirnya Pak Gio bisa memberinya buyut,” jawabku dengan suara yang sedikit bergetar. Lalu berlari meninggalkannya.

Berlari dan terus berlari. Aku tak perduli ke mana kaki ini akan membawa ragaku. Dinginnya malam tak lagi membuatku menggigil, bahkan gelapnya langit tak membuatku takut. Aku hanya telah kalah dan mencoba melepas semua rasa yang membelenggu.

Hati ini tak bertuan, seperti rindu yang tak punya tujuan. Ada lara yang kupunya, yang entah harus kubagi dengan siapa. Ada berat dalam dada, berat menghembus udara di malam ini.
Sesak dan remuk menyerbu tanpa jeda, bergantian berebut menjadi pemenang. Menyambut gelap dan mimpi-mimpi buruk hingga aku tak dapat mengelak. Mereka merampas ketenangan, membuat goyah pilar tempatku berpegang. Aku yang luluh pada cinta, harus kalah oleh rasa sakit.

Menikah dengan MajikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang