HARI pertama sekolah menjadi lebih melelahkan dibanding biasanya. Karena Anjani yang biasa pergi ke sekolah dengan bua jemputan kini harus pergi dengan berjalan kaki.
Meski ia tidak sendiri, ada beberapa anak lain yang mungkin seumuran dengannya, berjalan menuju ke tujuan yang sama pagi ini. Namun, tak ada satupun diantara mereka yang berani menegur Anjani-mungkin karena tatapan datarnya yang membuat anak lain ciut lebih dulu.
Beberapa guru terlihat menyambut murid-murid baru di depan gerbang, sembari memastikan murid-murid barunya membawa perlengkapan yang sudah diperintahkan sejak jauh-jauh hari.
"Aduh, sepertinya kotak pensilku tertinggal," ringis seorang murid yang sedang berbaris di belakang Anjani.
Anjani kini menunggu diperiksa oleh guru-guru yang berjaga. Murid berambut pendek yang tadi meringis itu mengorek tasnya, tetapi sepertinya apa yang ia perkirakan benar-benar tertinggal.
"Tiara, pinjam pulpenmu, dong," pintanya kepada murid di belakangnya.
"Tapi pinjami aku penggaris dulu," balas Tiara.
Murid berambut pendek itu pastinya tengah berteriak di dalam hati sekarang.
Akhirnya, Anjani memutuskan untuk meminjamkan salah satu pulpennya, karena kebetulan ia membawa lebih.
Ia pikir, pastinya tidak ada satu pun yang mau mendapatkan masalah di hari pertama sekolah meski diiming-imingi akan menjadi sebuah cerita 'membanggakan' kelak.
Anjani berbalik badan dan langsung menyodorkan pulpennya. Awalnya, gadis pelupa dan Tiara yang ada di belakangnya tampak kebingungan. Namun, kemudian gadis yang bernama Tiara itu menyikut si gadis pelupa, dan seolah memberikannya kode lewat tatapan mata saat gadis pelupa menoleh ke arahnya meminta penjelasan mengapa ia disikut.
"Aku boleh meminjamnya? Terima kasih." Gadis pelupa itu mengambil pulpen yang disodorkan Anjani. "Aku Aulia, nanti aku kembalikan kalau sekolah sudah selesai, ya."
Anjani hanya mengangguk singkat.
"Kau punya penggaris dua?" tanya Tiara. Kali ini Anjani menggeleng.
Tibalah giliran Anjani diperiksa. Bisa dibilang, ia 'lolos'. Kemudian ia diperintahkan untuk memasuki area sekolah lebih dalam dan berbaris di lapangan.
Ia tak tahu bagaimana nasib 'Aulia' yang hanya membawa satu pulpen pinjaman itu.
Sekolahnya cukup luas meski hanya memiliki satu lantai. Hal itu sedikit masuk akal karena jumlah murid di sini tidak cukup banyak. Angkatan Anjani pun hanya memiliki dua kelas yang diisi oleh 28 murid di masing-masing kelasnya.
Setelah memasuki wilayah lapangan, gadis itu disambut oleh lautan murid kelas 7 yang sedang dibimbing untuk berbaris oleh para guru dan anak-anak OSIS.
Lapangannya terletak di sebelah timur yang berhadapan dengan UKS, kelas 7 dan 8, ruang guru, Lab IPA dan kolam. Sementara di paling ujung, terdapat masjid yang berdekatan dengan kolam dan panggung di dekat lapangan. Sementara di wilayah barat, terdapat kantin, kelas 9, dan toilet. Perpustakaan, Aula, dan tempat wudhu terletak di wilayah utara sekolah.
Pepohonan sekaligus tempat berteduh memenuhi bagian selatan dari sekolah selain gerbang. Selain itu, tempat teduh itu juga akan menjadi tempat para guru melaksanakan upacara.
Murid-murid terlihat kesal karena tempat para guru terletak di bawah pohon yang dapat memayungi mereka dari matahari, sedangkan para murid diperintahkan berbaris di di lapangan dengan matahari yang mulai panas menerpa mereka-terkecuali murid yang baris di dekat panggung.
Setelah serangkaian acara yang dihabiskan di lapangan, murid-murid pun diperbolehkan untuk memasuki kelasnya masing-masing.
Anjani telah diberitahukan sebelumnya bahwa ia masuk ke kelas 7B.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDE AND SEARCH!
HorrorCermin baru itu membawa petaka bagi hidup Anjani yang tenang. Siapa sangka cermin indah itu menyimpan arwah hantu anak kecil yang mengajaknya bermain petak umpet seumur hidup. Anjani terpaksa bermain petak umpet sepanjang hari. Hidup Anjani semakin...