SUARA detak jarum jam memenuhi ruangan, meski nyatanya tetap tak mengusir kesunyian.
Anjani tahu, ia masih punya banyak hal untuk dikerjakan, seperti merapikan kembali seragam barunya yang akan dipakai esok, membaca buku, atau menyiapkan makan malam.
Namun, nyatanya gadis itu malah menatap cermin seperti orang bodoh yang kurang kerjaan. Hal itu Anjani lakukan demi membunuh rasa penasarannya. Karena hal ini pula, ia membatalkan niatnya untuk memotong rambut.
Matanya fokus menatap cermin, menatap pantulan matanya sendiri di sana.
Anjani tak sadar, sebetulnya ia memiliki paras yang lumayan manis. Manik cokelat gelapnya dilindungi oleh bulu mata lentik, alis yang pas terbentuk, hidung agak mancung ditambah bibir merah membuatnya terlihat ayu.
Anjani sendiri memiliki rambut lurus bergelombang yang hitam mengkilat dan lesung pipit yang menghiasi pipinya. Sayangnya, keindahan rambut dan lesung pipitnya tersembunyi karena ketidakpedulian Anjani terhadap penampilannya. Ditambah, Anjani jarang sekali tersenyum.
Masih menatap cermin, ditemani detak jarum jam yang dirasanya makin melambat.
Dalam hati, ia masih memperdebatkan soal apa yang ia lihat di cermin, apa yang dikatakan Aulia saat melihat cermin, Tiara yang tak melihat apapun di cermin dan perkataan Ratu saat pertama kali mereka bertemu.
Apakah aku benar-benar melihat seorang anak di dalam cermin itu?
Jika apa yang dikatakan Aulia soal apa yang dilihatnya benar, mengapa Tiara tidak melihatnya?
Apakah yang dikatakan Aulia dan Ratu benar soal desa berbeda dengan kota dari segi hal-hal mistis meski itu tak logis?
Ditambah, apakah ini yang dimaksud para pekerja itu soal cermin yang sering menampilkan penampakan?
Di saat masih bergelut dengan pikirannya. Anjani mulai sadar bahwa bayangannya di cermin perlahan berubah. Anjani berusaha tetap fokus. Siapa tahu, fokus dapat meleburkan halusinasi di hadapannya. Karena, bayangannya kini mulai membentuk orang lain, lagi.
Cermin kini dipenuhi oleh warna merah darah. Anjani menekan gigi-giginya seraya mengepalkan tangannya, berusaha menahan mual karena melihat darah yang begitu banyak muncul di cermin sementara sepasang tajam mulai menatapnya dengan haus darah.
Anjani melihatnya lagi. Seorang anak dengan luka yang mengerikan. Memakai gaun dengan rajutan kupu-kupu putih yang tenggelam di dalam lautan darah.
Ini hanya halusinasiku saja, ini hanya halusinasi, ini hanya halusinasi, batin Anjani, mengulang kalimat itu bagai mantra. Ia berusaha fokus, menghilangkan halusinasi itu dari pikirannya.
Perkataan Sahya harusnya benar soal Anjani yang kelelahan. Anjani baru saja pindah rumah, memasuki jenjang sekolah yang lebih tinggi dan akhir-akhir ini mengurusi rumahnya sendiri—meski tak maksimal karena dibantu Aulia—karena Dani jarang pulang.
Sayangnya, Anjani pikir apa yang dilihatnya sekarang bukan halusinasi.
Meski sudah mengerjap beberapa kali, nyatanya gadis berdarah di hadapannya tak juga menghilang.
Anjani mundur selangkah, gadis itu maju selangkah.
Anjani jatuh terduduk karena kakinya benar-benar gemetaran, sementara gadis itu mulai mengeluarkan tangannya dari cermin.
Anjani membulatkan matanya. Bagai fatamorgana, di saat tangan gadis kecil itu keluar, cermin itu mengeluarkan aura gelap bersamaan dengan menetesnya darah dari ujung jari mungil gadis itu.
Anjani tak dapat melakukan apapun. Butuh beberapa saat baginya untuk mencerna apa yang ada di hadapannya sekarang. Tangan dan kakinya bergetar, mulutnya sekuat tenaga berusaha mengeluarkan suara, sementara pandangannya tak luput dari gadis yang perlahan keluar dari cermin itu.
Ini hanya halusinasi, ini hanya halusinasi, ini hanya halusinasi!
Anjani dengan terburu-buru merangkak sebelum akhirnya bangkit dan berlari. Napasnya tersengal, sementara ia berlari ke lantai atas. Pilihan bodoh yang ia buat, karena alih-alih pergi keluar ia malah pergi ke atas. Tetapi, ia tak bisa disalahkan sepenuhnya akan hal itu, karena gadis tadi berada lebih dekat dengan pintu keluar dibanding Anjani, siapa yang tahu apa yang akan terjadi pada Anjani bila terlalu dekat dengan gadis itu.
Dalam hati, ia merutuki diri sendiri. Ini hanya halusinasiku! Mengapa aku berlari ketakutan seperti ini?!
Namun, Anjani tak dapat membohongi diri sendiri bahwa ia benar-benar merasa terancam. Ia pergi ke ruangan menjahit neneknya. Ia dihadapkan dua pilihan, antara melompat keluar jendela atau bersembunyi.
Masalahnya, ruangan ini terletak sekitar 3,50 meter dari atas tanah—pohonnya pun jauh dari jendela. Sementara itu ia tak menemukan tempat bersembunyi yang paling aman.
Anjani mendengar suara derap kaki yang menaiki tangga. Jantungnya langsung berdegup lebih kencang. Pandangannya seolah berputar seperti gasing sementara keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.
Ia menempatkan keningnya di tembok tanpa bisa melakukan apapun selain membatin.Ini hanya halusinasiku.
Gadis itu sampai di lantai atas. Matanya yang menyeramkan terlihat dengan jelas di gelapnya ruangan itu. Sementara Anjani menatapnya dengan kengerian.
Gadis itu mendekat kembali, Anjani kembali jatuh terduduk. Ia mundur hingga punggungnya menyentuh tembok.
Tak ada yang bisa Anjani lakukan selain mengangkat tangannya, untuk melindunginya dari apapun itu yang ada di hadapannya.•••
Presented by Room Genre THM,
yang diketuai oleh DarataleJudul: HIDE AND SEARCH!
Penulis: SilverJayz_
Mentor: PenaskyeFINAL PROJECT GEN 1
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDE AND SEARCH!
HorrorCermin baru itu membawa petaka bagi hidup Anjani yang tenang. Siapa sangka cermin indah itu menyimpan arwah hantu anak kecil yang mengajaknya bermain petak umpet seumur hidup. Anjani terpaksa bermain petak umpet sepanjang hari. Hidup Anjani semakin...