10

10 3 0
                                    

ANJANI dilema. Gadis cermin itu masih mengejarnya, sementara ia sudah mencapai batasnya.

Ia sangat kelelahan setelah berlari cukup jauh seperti dikejar setan—nyatanya memang seperti itu. Dan hal yang paling berpengaruh dalam menguras tenaganya adalah jalanan yang sangat terjal serta kakinya yang masih terasa sakit karena terkilir tadi malam.

Gadis cermin itu tak pernah kehilangan jejak Anjani. Ia selalu berhasil menemukan Anjani sekalipun telah menutup matanya dan memberikan waktu untuk Anjani kabur. Anjani rasa, gadis cermin itu kelihatannya bisa mengejarnya lebih cepat—atau bahkan langsung muncul di hadapan Anjani jika Anjani mengingat bahwa yang kini mengejarnya adalah sesosok hantu.

Mungkin sudah sekitar empat atau lima kali Anjani mengangkat tangannya ke arah gadis cermin itu agar memberinya kesempatan untuk berlari. Selain hal itu sia-sia saja, ia makin dianggap aneh oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.

Pastinya, esok hari akan ada rumor soal gadis berambut acak-acakan yang kerasukan hantu polisi yang berjaga di dekat jalan raya desa sebelah.

Pandangan Anjani mulai kabur, dapat dirasakannya bahwa keadaan di sekitarnya menjadi dingin. Ia rasa, hawa dingin itu bukan berasal dari gadis cermin itu, melainkan dari dirinya sendiri.

Ya, mungkin Anjani akan tumbang beberapa detik lagi.

Namun, Anjani berusaha keras untuk merenggut kembali kesadarannya. Ia sadar, ia belum sampai sekolah. Ditambah, ia tak tahu apa yang akan terjadi jika ia tertangkap.

Sayangnya, Anjani tak bisa mengalahkan rasa lelahnya.

Anjani terdiam, menyandarkan punggungnya pada tembok terdekat. Semakin jauh ia berlari ke sekolahnya, rupanya semakin sedikit orang yang ada di sekitarnya. Tak ada yang menolong Anjani saat ia kelelahan.

Anjani menoleh ke belakang, masih ia lihat siluet seorang gadis kecil dengan dominan warna merah yang makin mendekat. Anjani sadar ia lengah, ia kemudian mengangkat tangannya dengan cepat, membentuk isyarat berhenti. Untung saja ia tak terlambat melakukannya.

Lutut Anjani sudah benar-benar tak dapat menopang tubuhnya. Anjani pun ambruk diikuti tangan yang menopang tubuhnya di atas tanah. Anjani terengah-engah. Dadanya naik turun, berusaha mengontrol napas karena kelelahan.

Anjani hanya punya waktu sepuluh detik saja sebelum gadis cermin yang tepat berada di belakangnya ini selesai berhitung. Ia pikir, setelah selesai mengontrol napasnya agar kembali normal dan berhenti berlari selama sepuluh detik dapat membuatnya kembali bangkit lagi.

Namun nyatanya tidak. Anjani justru semakin kelelahan. Selain buram, pandangannya mulai bercahaya putih, bahkan karena itu Anjani hampir tak dapat melihat apa yang ada di hadapannya. Dan jangan lupakan kaki Anjani yang masih sakit dan semakin menguatkan fakta bahwa mencoba berlari adalah hal yang akan menjadi suatu kesia-siaan.

Bertahanlah, batin Anjani, memaksa diri sendiri untuk tetap sadar.

Hingga tiba-tiba, sebuah uluran tangan menepuk pundaknya pelan.

"Kau tak apa?" tanya si pemilik tangan.

Anjani menoleh ke belakang. Samar-samar ia melihat seseorang yang memakai seragam yang sama dengannya, mengendarai sebuah sepeda, kebetulan memiliki jok belakang.

Melihat wajah Anjani, lelaki itu terkejut. "Tunggu, bukankah kau yang ada di mobil waktu itu?

"T-tolong … izinkan aku … i-ikut bersamamu!" pinta Anjani. Ia memaksakan segenap tenaganya untuk langsung naik ke jok belakang sepeda.

"Hei! Aku belum bilang iya!" protes lelaki itu.

"Kumohon!" Anjani menoleh ke belakang, gadis itu pastinya tengah berada di hitungan-hitungan akhir.
"Cepat!"

Setelah memutar bola matanya, lelaki itu langsung mengayuh pedal sepedanya meski masih tak mengetahui siapa, ada apa, dan tujuan gadis yang kini nangkring di jok belakang sepedanya.

Yang hanya lelaki itu ketahui adalah pastinya Anjani sedang dalam perjalanan menuju sekolah.

"Memangnya kenapa?" tanya lelaki itu.

Anjani menoleh ke belakang, gadis itu membuka mata dan mulai mengejarnya. "T-tak penting! Cepat! Kalau bisa cari jalan yang berbelok."

"Kau dikejar, ya? Aku gak mau ikut-ikutan!"

Anjani mendecak sebal. "Cepat lakukan yang kuperintah!"

HIDE AND SEARCH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang