"RANI suka sekali kupu-kupu, ya? Mau aku tangkapkan satu?" tawar seorang remaja lelaki kepada adiknya. Sebuah gelengan disertai wajah kesal menjadi balasan atas tawaran itu.
Di pagi yang tenang itu, sebuah taman bunga kedatangan dua tamu yang akhir-akhir ini sering mengunjunginya. Seorang kakak-beradik yang dikenal selalu bersama. Ialah Dika dan Rani.
Rani sedang memerhatikan kupu-kupu tanpa bosan. Sementara Dika yang diperintahkan untuk menjaga adiknya yang bisu mulai bosan. Dika pun mulai merasa bosan menggunakan kamera hasil utak-atiknya, jadi ia mulai merenung.
Ah, padahal aku masih memiliki banyak tugas di rumah, tapi Rani tak menunjukkan tanda-tanda ia mulai bosan. Dika mengkhawatirkan tumpukkan tugasnya di rumah. Orangtuanya sama-sama sibuk, jadi tak ada yang bisa menjaga Rani selain dirinya.
Membiarkan Rani sendirian sangat beresiko karena gadis kecil itu bisu, jika dibiarkan sendiri pastinya akan ada hal buruk yang menimpanya.
Oh, ya! Aku punya ide! Mungkin aku bisa memberikannya sebuah alat perekam untuk berjaga-jaga. Atau mungkin kamera? Ah, Rani pastinya tak akan mungkin memotret terus menerus agar aku tahu keadaannya. Apalagi kamera pasti akan menyita perhatian para pencuri. Kira-kira, hal apa yang sering dibawa Rani dan tentunya tak mencolok? Boneka?
Dika langsung tersadar dari renungannya saat Rani menarik-narik tangannya dengan panik. Rani kemudian menunjuk ke arah sebuah kolam.
"Astaga!"
•••
Anjani merasa bahwa nyawanya akan melayang jika saja sebuah tarikan tak menyelamatkannya.
"Dapat!"
Dengan napas terengah, Anjani naik ke daratan. Jantungnya masih berpacu. Semua di penglihatannya terjadi begitu cepat. Anjani berlari ke arah kolam, terpeleset dan tubuh kecilnya masuk ke dalam kolam tersebut. Saat itu, yang hanya bisa ia lihat hanyalah warna biru tua yang seolah menariknya ke bawah. Untungnya, ada seseorang yang menariknya naik dengan cepat.
"Kau tak apa-apa?" tanya seorang lelaki yang menyelamatkannya."Aku tak—uhuk!" Anjani terbatuk beberapa kali.
Seorang gadis kecil seumuran Anjani bersembunyi di balik punggung lelaki yang sedang berlutut di samping Anjani. Gadis itu hanya mencengkram pundak lelaki itu tanpa mengatakan apa-apa, matanya menatap Anjani dengan tatapan takut dan kasihan.
"Hanya terbatuk saja, berarti ia tak apa-apa, ya?" tanya lelaki itu memastikan. Cengkeraman di pundaknya kemudian menjadi lebih keras. Lelaki itu terkekeh seraya meminta maaf."Hei, dimana orangtuamu?" tanya lelaki itu hati-hati. "Ah, mungkin bukan ini yang seharusnya kutanyakan pada seorang anak yang hampir tenggelam."
"Di … rumah," jawab Anjani, matanya berkaca-kaca. Tentu, kejadian tadi membuatnya sangat takut sehingga ingin menangis, tetapi ditahannya sekuat hati.
Lelaki itu mengangkat alisnya heran melihat tingkah laku gadis kecil di depannya yang sangat aneh.
"Oh, baiklah."
"Terima kasih." Lelaki itu semakin heran karena gadis di hadapannya sama sekali tak menangis, atau mungkin Anjani menangis hanya saja tak terlihat karena wajahnya sudah basah sejak awal—tetapi tidak, Anjani sama sekali tak menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDE AND SEARCH!
HorrorCermin baru itu membawa petaka bagi hidup Anjani yang tenang. Siapa sangka cermin indah itu menyimpan arwah hantu anak kecil yang mengajaknya bermain petak umpet seumur hidup. Anjani terpaksa bermain petak umpet sepanjang hari. Hidup Anjani semakin...