8

15 1 0
                                    

GADIS itu sampai di lantai atas. Matanya yang menyeramkan terlihat dengan jelas di gelapnya ruanga. Sementara Anjani menatapnya dengan kengerian.

Gadis itu mendekat kembali, Anjani kembali jatuh terduduk. Ia mundur hingga punggungnya menyentuh tembok.

Tak ada yang bisa Anjani lakukan selain mengangkat tangannya, melindunginya dari apapun itu yang ada di hadapannya. Mata Anjani yang terpejam rapat mengeluarkan air mata, menunggu apapun itu yang akan terjadi padanya.

Tak ada sesuatu yang terjadi.

Ini hanya halusinasiku!

Anjani mengulang kalimat itu dalam hati. Kini, ia sadar bahwa perkataan yang selalu diulang di dalam hatinya itu benar adanya.

Anjani mulai percaya, semua yang dilihatnya tadi hanyalah halusinasinya belaka. Tak nyata. Gadis berdarah-darah itu tak nyata, pikirnya.

Hal itu karena ia tak merasakan ada sesuatu yang aneh terjadi pada dirinya. Padahal, tadi gadis itu mendekatinya, bahkan sampai mengejarnya ke atas sini untuk menyerangnya.

Detak jantung Anjani perlahan berubah menjadi normal. Ia mengembuskan napas lega, bahunya turun, meski begitu, kepalanya masih terasa pusing.

Pastinya, ini telah berakhir, batinnya dalam hati.

Anjani merasa lega. Setelah ini, ia bisa tertidur dengan tenang dan tak perlu takut akan cermin di ruang tengah, karena gadis cermin—kira-kira begitulah ia menyebutnya—itu tidaklah nyata.

Anjani membuka mata, ia terkejut untuk kedua kalinya. Perasaan ketakutan itu kembali menjatuhkannya ke jurang teror.

Gadis cermin itu masih ada di hadapannya. Menutup matanya dengan kedua tangannya. Meski tanpa suara, Anjani tahu bahwa kelihatannya gadis itu tengah berhitung karena bibirnya bergerak perlahan.

Degup jantungnya menjadi tak normal kembali. Merasa gadis cermin itu sedang 'sibuk' dan tak akan mengejarnya, Anjani memanfaatkannya dengan berlari ke lantai bawah. Karena terburu-buru, ia terpeleset hingga terjatuh di tangga, mengakibatkan dirinya berada di lantai bawah lebih cepat karena berguling-guling.

Anjani mengaduh kesakitan sembari mengusap kakinya yang terkilir. Cara jatuhnya tergolong menyakitkan, begitu kakinya salah menginjak anak tangga dan terkilir, selanjutnya lututnya yang menyentuh tangga hingga akhirnya ia jatuh terguling.

Namun, Anjani tak memiliki waktu untuk mengurusi rasa sakitnya tersebut. Dengan tertatih-tatih, ia berusaha berjalan ke pintu keluar.

Begitu tangannya mencapai daun pintu dan membukanya, hawa dingin langsung menyelimutinya. Sebuah pemandangan malam hari yang sangat gelap menyapanya, sangat gelap, bahkan perjalanan untuk sampai ke rumah Ratu terlihat seperti sebuah terowongan gelap tanpa ujung yang menyeramkan.

Anjani menelan ludahnya, sementara kepalanya masih pusing karena semua hal yang menimpanya. Ia membatalkan niat untuk pergi keluar rumahnya.

Suara seseorang mulai terdengar dari lantai dua.

Anjani berpikir cepat, ia rasa, ia harus bersembunyi meski tak tahu apa yang akan dilakukan gadis cermin itu kepadanya.

Rasa sakit di pergelangan kaki kanannya semakin menjadi-jadi, ia semakin memaksakan dirinya.

Anjani benar-benar kacau saat ini. Rambutnya lebih berantakan dari biasanya, ia berkeringat sekarang dan bahkan tanpa Anjani sadari, wajahnya pucat karena ketakutan.

Anjani bersembunyi di kolong kasurnya. Di bawah sana, ia menangis ketakutan sembari menahan rasa sakit.

Jika yang kulihat benar-benar nyata, kenapa ini harus terjadi padaku? batinnya. Kepalanya berdenyut beberapa kali karena rasa pusing beserta tangisan yang ia keluarkan.

Ia menghentikan tangisnya saat gadis cermin itu datang ke kamarnya. Gadis itu benar-benar seperti seorang anak kecil pada umumnya. Dia mencari-cari keberadaan Anjani, mulai dari mengecek belakang pintu, membuka lemari dan mengecek bawah meja. Hanya saja, luka dan darah itu benar-benar membuat gadis itu pantas disebut sebagai makhluk mengerikan.

Anjani heran dengan yang dilakukan gadis cermin itu. Pertama, gadis itu menghitung. kedua, mencari keberadaan Anjani.

Anjani membulatkan matanya. Gadis ini … memainkan petak umpet?

Jika hal itu benar, maka kelihatannya gadis ini benar-benar memainkan permainan ini seperti anak biasa namun, dengan suasana yang berbeda.

Setelah beberapa lama, gadis itu keluar dari kamar Anjani. Namun, Anjani masih bisa melihat kaki-kaki kecilnya berkeliaran di ruang tengah, bahkan terdengar suara di dapur.

Anjani mengembuskan napas. Rasa kantuk menyerangnya. Ia benar-benar butuh istirahat.

Ayah, cepatlah pulang …, batinnya putus asa.

Kejadian tadi benar-benar menguras tenaganya, selain harus melarikan diri, aura menakutkan dari gadis tadi juga berhasil menguras tenaganya.

Merasa gadis itu tak dapat menemukannya di kolong kasur, Anjani pun memutuskan untuk tidur di sana. Ia pikir, dengan tertidur dan terbangun pagi harinya, gadis cermin tersebut dapat menghilang.

Meski seharusnya setelah bertemu makhluk menyeramkan dapat membuat seseorang tak bisa tertidur, berbeda dengan Anjani yang bisa tertidur, sayangnya takdir tidak sebaik itu.

•••

Anjani mengerjap beberapa kali. "Di mana aku?" tanyanya pada diri sendiri dengan suara serak.

Hawa dingin menyelimutinya. Kaki telanjang Anjani yang ajaibnya tak terkilir sekarang bersentuhan langsung dengan rumput pendek yang terpangkas rapi.

Anjani mendongakkan kepalanya. Hari masih malam, dengan cahaya rembulan di sela-sela dedaunan pohon menyinarinya.

Awalnya, suasana itu membuat bulu kuduknya merinding. Namun, hal itu tak terjadi karena tiba-tiba rembulan itu mengingatkannya akan lantunan "Clair De Lune" yang menenangkan.

Bagai tuts yang ditekan dengan lembut dan perlahan, menghasilkan alunan yang dapat menyentuh hatinya. Alunan tersebut benar-benar terdengar nyata di pikiran Anjani.

Anjani terduduk. Ia merasa sangat kelelahan. Ketakutan saat malam tadi membuatnya merasa dihantui.

Anjani yang baru saja merasa tenang tiba-tiba merasakan sebuah kejanggalan. Aura yang sangat kuat menyerangnya, membuatnya merasa gelisah.

Lantunan Clair de Lune perlahan menghilang lagi. Ia mengepalkan tangannya karena ketakutan. Ia pikir, ada sesuatu yang tak beres.

Benar saja, di saat menoleh ke belakang, ia menemukan gadis cermin itu ada di belakangnya.

Dengan cepat, ia bangkit dan berlari dengan terburu-buru. Napasnya memburu, ia sadar bahwa ia tak dapat berlari cukup cepat, kakinya terasa amat berat untuk digerakkan.

Anjani menunduk ke arah kakinya. Ada sulur yang menariknya, muncul entah dari mana, sementara gadis cermin itu mengejarnya.

Anjani terjatuh, sikunya mendarat duluan di tanah. Ia menoleh ke belakang dan mendapati gadis tersebut sudah berada sangat dekat dengannya.

Ingatan terakhir Anjani adalah ia melihat wajah mengerikan itu, dengan mata tajamnya, luka dan darahnya sangat dekat dengannya.

•••
Presented by Room Genre THM,
yang diketuai oleh Daratale

Judul: HIDE AND SEARCH!
Penulis: SilverJayz_
Mentor: Penaskye

FINAL PROJECT GEN 1

HIDE AND SEARCH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang