19

7 1 0
                                    

TAK ada lagi mimpi buruk. Tak ada lagi teror. Detik-detik ketakutan itu pastinya akan terlupakan oleh Anjani ke depannya.

Pagi ini, Anjani bangun dengan perasaan sangat tenang dan bebas. Seukir senyum terbit di wajahnya yang irit ekspresi itu. Anjani rasa senyum itu muncul karena kepuasan atas keputusan Anjani kemarin.

Kini, yang perlu Anjani lakukan hanyalah menikmati hidupnya dan melupakan mimpi buruk kemarin, karena semuanya telah berakhir.

•••

"Ah, Anjani, kau sudah sembuh?" tanya Tiara yang mendapati Anjani sedang memasuki kelas. Pagi itu di kelas 7B, Tiara sedang mengobrol dengan Aulia.

Aulia sontak terkejut, ia menoleh ke arah pintu kelas dan melihat Anjani. "Akhirnya Anjani masuk sekolah lagi!" serunya.

Anjani terkekeh kecil. "Aku hanya absen 3 hari saja, bukan 3 bulan," guraunya.

Aulia dan Tiara mengetahui bahwa kepala Anjani terbentur. Tetapi, mereka tak tahu bahwa Anjani yang menubrukkannya seperti orang gila. Ya, Anjani yang menceritakan keadaannya pada kedua temannya tersebut tiga hari silam tanpa menceritakan mengapa kepalanya bisa terbentur.

Aulia dan Tiara heran, bahkan mereka sampai berpandangan, seolah berbicara lewat tatapan mereka. Kedua gadis itu berpikir bahwa Anjani kelihatan sangat bersinar pagi ini. Mereka berpikir begitu karena senyum tulus Anjani yang terukir di wajah manisnya.

"Hei, kepalamu masih sakit?" tanya Tiara sembari menunjuk kening Anjani yang diperban sedikit. Ada sebuah pertanyaan menyindir tersirat di nada Tiara.

Anjani duduk di tempat duduknya seraya menggeleng. "Tidak, kok. Omong-omong perban ini hanya untuk menutupi luka luarnya saja."

"Bukan begitu maksudku." Tiara menghembuskan napas. "Kau kelihatan berbeda hari ini, apa karena kepalamu terbentur?"

"Ah, iya. Ditambah beberapa hari lalu kau kelihatan ketakutan, sekarang malah tersenyum seperti itu. Apakah benar karena terbentur seperti yang dikatakan Tiara?" Aulia menambahi. Manik cokelatnya menatap Anjani dalam keingintahuan.

Anjani tak dapat menahan dirinya untuk tertawa. "Tenang saja. Aku tidak apa-apa, kok! Kepalaku yang terbentur tak membuatku berubah seperti ini."

Tiara tersenyum tipis. "Lalu? Karena apa?"

"Karena masalahku sudah benar-benar selesai. Itu saja."

•••

Anjani benar-benar ketinggalan banyak pelajaran di sekolahnya. Ditambah, sebentar lagi sekolahnya akan mengadakan acara tahunan di mana murid-murid diperbolehkan menunjukkan bakatnya di panggung dan akan ditonton oleh seluruh warga sekolah.

Semua murid terlihat sangat sibuk. Termasuk Aulia dan Mela. Mereka berdua tergabung dalam kelompok menari dan akan tampil pada acara sekolah yang diselenggarakan beberapa hari lagi.

Jam pelajaran Seni budaya dijadikan jam kosong untuk semua murid terkecuali murid yang mengikuti ekstrakulikuler menari di kelas 7B. Jadi, sementara Aulia berlatih, Anjani bisa menemaninya sambil mengerjakan tugas-tugasnya yang tertinggal.

Kursi dan meja didorong ke belakang kelas. Para murid yang mengikuti ekskul tari sekaligus yang akan tampil di acara sekolah berlatih ditonton murid-murid di kelas. Terkecuali Anjani yang sibuk berkutat dengan buku dan pulpennya.

"Ah, sebetulnya aku semangat berlatih kalau tak ada Mela," keluh Aulia. "Ia menjengkelkan sekali. Ia selalu mencari kesalahan di setiap gerakanku."

"Kalau Mela lebih unggul darimu, seharusnya kau terima saja, tetapi kalau ia berbuat kesalahan maka giliranmu yang menegurnya," sahut Anjani, matanya masih terfokus ke buku di pangkuannya.

"Masalahnya ia mendapat tempat tepat di belakangku. Aku tak bisa melihat gerak tari Mela sementara ia bisa melihatku dan terus menyalahkanku," dengus Aulia sambil membenarkan posisi selendang yang akan digunakannya dalam menari.

"Lebih baik kau fokus pada tarianmu sendiri. Kau menari bukan untuk Mela, 'kan?" tanya Anjani.

Aulia mendengus, kekesalan tergambar jelas di raut wajahnya. "Benar, sih. Tapi aku jengkel dengan sifatnya."

Tiba-tiba, raut wajah kesal Aulia tergantikan dengan raut wajah licik setelah gadis itu memikirkan sesuatu.

"Hei, Anjani. Bisakah kau memerhatikan gerakan Mela dan membandingkannya dengan gerakanku?" pinta Aulia dengan suara kecil seolah berbisik. Aulia tentu tak ingin rencananya terdengar oleh Mela yang berada di satu ruangan dengannya.

Anjani mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa aku harus melakukannya?"

"Tentu saja agar aku tahu siapa diantara kami yang menari lebih baik," decak Aulia. "Mau, ya?"

Butuh beberapa saat bagi Anjani untuk memikirkan jawabannya. "Hmm, boleh. Tetapi aku tak akan selalu memerhatikan, kan, aku punya tugas."

Merasa jawaban Anjani sudah cukup memuaskan, Aulia bersorak kecil. "Nanti jadilah saksiku saat aku akan menyalahkannya."

Anjani terkekeh kecil. Dalam hati ia bingung, sebenarnya Aulia dan Mela akan menari atau bertengkar. Keduanya memang sama-sama dendam satu sama lain dan kelihatannya dendamnya tak akan surut.

Guru Seni Budaya mulai mengatur posisi para penari. Setelah memberi aba-aba dan menyalakan musik dari radio, para penari pun mulai melancarkan aksinya yang langsung diberi tepuk tangan oleh murid sekelas.

Anjani memerhatikan Mela. Gadis berambut panjang itu kelihatannya tak fokus pada gerakannya. Baru saja akan mencatat bahwa Mela menari dengan tak fokus—untuk diberitahukan kepada Aulia—sorakkan dari murid berhasil membatalkan niatnya.

"Mela! Kau salah menggerakan tangan!"

Mela tertegun. Setelah menyadarinya, gerakannya malah semakin berantakan. Hal itu mengundang tawa teman sekelasnya. Tentu, Mela sedari tadi hanya fokus terhadap gerakan Aulia tanpa menyadari bahwa gerakannya sendiri berantakan.

Anjani rasa, dengan begini ia tak perlu repot-repot memperhatikan gerakan Mela karena teman-teman sekelasnya sendiri yang telah mendapati bahwa Mela salah gerakan—yang berarti tarian Aulia lebih baik.

Anjani kembali fokus ke bukunya, sedikit tertawa geli karena kejadian tadi. Entah mengapa, rasanya ia sangat bahagia meski hanya hal sederhana seperti ini. Terlepas dari teror dan mimpi buruk dari hantu cermin pasti yang membuatnya begini.

Namun, di saat matanya masih terpaku ke buku, Anjani tak menyadari bahwa ada sepasang mata yang terpaku ke arahnya.

•••
Presented by Room Genre HTM,
yang diketuai oleh Daratale

Judul: HIDE AND SEARCH!
Penulis: SilverJayz_
Mentor: Penaskye

FINAL PROJECT GEN 1

HIDE AND SEARCH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang