31

6 1 0
                                    

"ANJANIIII!"

Sebuah pelukan secara tiba-tiba menyerbu Anjani. Anjani tersentak kaget karena Aulia memeluknya dengan erat, kelewat erat, seolah Anjani akan hilang bila Aulia melepaskan pelukannya.

"Hei, kau bisa saja membuat Anjani tak nyaman, tahu." Tiara menatap Anjani, disaat matanya beradu pandang dengan Anjani, Tiara segera mengalihkan pandangannya.

Uh, Tiara? batin Anjani bingung saat merasa Tiara tak ingin melihatnya. Ada apa dengan dia?

"Haaa! Kau membuatku khawatir! Setelah ibu memberikanku dan Kak Angkasa hadiah aku tak bisa melupakanmu!" rengek Aulia tanpa melepaskan pelukannya.

Anjani tak bisa berbuat apapun. Ia hanya menerima pelukan dari Aulia yang sikapnya selalu seperti itu. Aulia yang seperti biasa, yang selalu mengekspresikan apa yang ia rasakan.

"Kau tak perlu mengkhawatirkanku lagi, semuanya sudah selesai, kok," sahut Anjani.

Aulia melepas pelukannya, hanya untuk membuat kedua matanya menemui Anjani dengan tatapan tegas. "Bagaimana bisa aku tak mengkhawatirkanmu? Kalau kau berada di atas ranjang rumah sakit dengan keadaan seperti ini!"

"Ah, soal itu …."

Setelah semua hal yang dialaminya kemarin pagi, tenaga Anjani langsung terkuras dan mengakibatkan Anjani perlu lebih banyak istirahat. Apalagi setelah kejadian di rumah Ratu, dokter bilang Anjani seharusnya lebih banyak beristirahat dan melupakan kejadian soal Ratu sejenak. Tetapi, Anjani membohongi dirinya sendiri dengan selalu terlihat biasa saja saat berbicara soal Ratu.

Anjani pikir, ia mendapat balasan atas perbuatannya dengan terbaring di ranjang rumah sakit saat ini. Dan hebatnya, Aulia dan Tiara datang disaat tak tepat seperti ini, karena itu mereka pasti sangat khawatir, padahal kondisi Anjani tak sepenuhnya buruk.

Ah, Anjani membohongi dirinya sendiri, lagi. Meski kondisinya tak sepenuhnya buruk, Anjani juga tak sepenuhnya dalam keadaan baik-baik saja.

Mengingat soal tusukan yang diberikan Ratu kepada Anjani, kelihatannya Anjani harus merelakan penglihatan dari mata kirinya, selama-lamanya.

Meski begitu, Anjani bersyukur ia masih bisa hidup, dan tusukan Ratu tak tembus hingga ke otaknya—atau apa pun yang terburuk tak terjadi. Kehilangan sebelah pandangan seharusnya bisa direlakan kalau gantinya adalah sebuah nyawa, begitu pikir Anjani.

"Anjani," panggil Tiara tanpa menoleh ke arah orang yang dipanggilnya. "Aku minta maaf."

Tiga kata yang dikeluarkan Tiara berhasil membuat Anjani kaget dan bingung. Anjani ingat, Tiara tak pernah membuat kesalahan pada Anjani.

"Eh? Karena apa?"

Tiara menghembuskan napasnya, terpaksa, ia kelihatannya sangat bersalah. "Maafkan aku. Aulia telah menceritakan semuanya padaku."

Pandangan Anjani beralih dari Tiara ke Aulia yang telah puas memeluknya. Aulia menggaruk tengkuknya tanpa berkata apapun, membiarkan Tiara menjelaskan.

"Begitu Aulia menjelaskannya padaku, aku mempercayainya, kok! Karena mana mungkin Anjani berbohong. Tetapi … maafkan aku yang tak bisa membantunu selama ini. Andai saja, aku tahu kalau kau dikejar hantu itu saat di kelas, andai saja aku tahu kalau kau dalam bahaya di sore itu …." Tiara terlihat sangat menyesal, ia menunduk tanpa berani menatap Anjani.

Anjani meraih tangannya. Sekarang giliran Tiara yang terkejut dan menatap Anjani.

"Tidak apa-apa, kok! Karena semuanya telah selesai, tak ada hal yang perlu disesali lagi," ujar Anjani meyakinkan.

HIDE AND SEARCH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang