24

9 2 0
                                    

ANJANI bangkit dan menepi dengan cepat. Dadanya naik turun. Ia menengadahkan kepalanya ke atas, berusaha mencari keberadaan Aulia dan Angkasa.

"Aulia! Angkasa! Tolong!" teriak Anjani panik, sesaat ia merasa lega karena bisa berteriak lagi. Suaranya yang menggema di dinding sumur membuatnya merinding ketakutan.

Ketakutannya semakin bertambah saat tak ada satu pun balasan dari atas sumur. Pikirannya mengatakan bahwa tak ada Aulia dan Angkasa di sana.

Anjani terdiam putus asa, sudut matanya mulai berair. Perutnya mulai mual karena tak tahan akan bau busuk yang menguar di sekitarnya.

Anjani tentu mencoba keluar, tetapi kelihatannya tak ada sesuatu pun yang dapat membantunya mencapai pinggiran sumur di atas sana. Keadaan dinding sumur yang tak dapat dipakai untuk memanjat pun tak mendukung Anjani.

Napas Anjani mulai tak beraturan. Tetapi, hatinya berulang kali mengingatkan untuk tetap tenang.

Tenanglah … Aulia dan Angkasa pasti sedang mencari cara untuk membawaku ke atas, batin Anjani dalam hati. Gadis itu terus mengulang kalimat itu bagai mantra untuk menenangkannya.

Anjani sadar bahwa dirinya mulai lemas secara perlahan. Meski sedikit, Anjani merasa bahwa ia tercekik dengan bau busuk yang menguar, ia tak bisa berlama-lama di dalam sumur ini. Ia butuh oksigen.

Hal-hal buruk pastinya akan menimpanya bila Anjani tak kunjung keluar. Kemungkinan terbesarnya adalah kehabisan oksigen di bawah sumur dan berakhir sama seperti mayat di dekatnya.

Tunggu … mayat itu ….

Anjani memberanikan diri menatap mayat di bawahnya. Dari kerangkanya yang kecil terlihat jelas bahwa mayat itu adalah seorang anak kecil.

Anjani kembali mengingat mimpinya barusan, di mana ia berada di dalam tubuh Rani—dan kalau diingat-ingat kembali, Anjani dan Rani sama-sama saling merasuki tubuh satu sama lain, uh … bukan saat yang tepat untuk menceritakan itu.

Semuanya seolah saling berhubungan. Anjani menerka bahwa sehabis membunuh Rani, Ratu memasukkan mayatnya ke dalam sumur.

Anjani menelan ludah. Benarkah Ratu yang melakukannya? Wajahnya, kacamatanya, suaranya, perawakannya … semua benar-benar mirip seperti Kak Ratu! Tak mungkin aku salah orang. Tetapi … mengapa Ratu melakukannya? Aku harus memastikannya!

Anjani berpikir untuk memastikan hal ini setelah ia keluar dari sumur—meski ia ragu apakah ia bisa keluar dari sumur setelah ini— mungkin dengan cara bertanya langsung padanya.

Kalau ia tak ingin mengaku, lebih baik langsung kulaporkan saja ke polisi. Buktinya adalah ….

Anjani kembali teringat akan boneka beruang milik Rani. Anjani ragu apakah boneka itu memang benar-benar memiliki kamera di dalamnya. Tetapi, saat di dalam tubuh Rani, Anjani merasa yakin bahwa boneka itu memiliki kamera—dan Anjani yakin Rani merasakan hal yang sama, karena apa yang Anjani rasakan dan yang Anjani lakukan di mimpinya adalah hal yang sama dengan yang Rani lakukan saat di dunia nyata.

Lalu … bonekanya?

Anjani menyesuaikan matanya dalam kegelapan hingga ia benar-benar mendapati ada sebuah boneka beruang tergeletak dekat dengan mayat.

Perlahan, Anjani mengambil boneka tersebut dengan jari jempol dan telunjuk. Bonekanya benar-benar telah kotor dan usang, berbeda dengan yang dulu. Dan hebatnya, keadaan bonekanya bisa sama persis dengan boneka yang ada di mimpinya saat kerasukan.

Yang perlu kulakukan hanya menunggu nasib. Apakah Aulia dan Angkasa akan menolongku? tanya Anjani dalam hati. Meski begitu, aku masih penasaran soal mahkluk besar lamban yang menyerang dan mengejarku dua kali meski di dalam mimpi … siapa sebenarnya dia? Lalu … apa hubungan Rani dengan cermin kuno itu?

HIDE AND SEARCH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang