"AKU … pernah berteman dengan Rani?"
Dika mengangguk. "Setelah hari di foto itu, Rani menceritakan banyak hal padaku dengan menuliskannya. Ia menulis namamu, Anjani Rahmanita. Tetapi aku tak tahu kalau Anjani di foto itu adalah kau. Kau menjadi sangat … berubah."
Anjani terdiam, kepalanya masih mencerna semua kilas balik yang tiba-tiba muncul setelah foto dari Dika ditunjukkan. Tadi itu apa-apaan? Aku tak bisa menyangkal bahwa itu cuma imajinasiku saja, batin Anjani.
"Kau mau pulang?" tanya Dika. Anjani mengangguk sebelum keduanya melangkahkan kaki meninggalkan pemakaman.
Anjani menoleh untuk terakhir kalinya ke arah kedua nisan tersebut. Ia pikir, semuanya sudah selesai, tetapi masih ada satu hal yang harus dipecahkannya.
"Apa dulu aku pernah tenggelam?" tanya Anjani saat ia berjalan beriringan dengan Dika.
Dika mengangguk. "Kau mengingatnya, 'kan?"
Sebelumnya, Anjani pernah merasakan perasaan itu sebelumnya. Ia pernah merasakan kembali perasaan disaat ia tenggelam. Biru tua … itu mengingatkanku akan tenggelam sebelumnya, batin Anjani.
"Setelah itu, apa yang terjadi di hari itu?" tanya Anjani. "Apakah kami berteman, dan kami menulis bersama?"
Dika lagi-lagi mengangguk mengiyakan. "Iya, begitu seterusnya. Kalian berteman selama beberapa bulan sebelum aku dan Rani pergi."
"Pergi?"
"Pindah rumah, ke desa ini," koreksi Dika. "Kau tak mengingatnya?"
"Aku … aku tak ingat sampai disitu," jawab Anjani.
"Sebetulnya, apa yang membuatmu tak mengingat masa kecilmu, Anjani?" tanya Dika heran. "Aku pikir, ingatan semacam saat hari-hari biasa memang bisa saja terlupakan, tetapi tidak dengan ingatan saat ada hal yang penting, seperti kepindahan Rani."
"Aku sama sekali tak mengingatnya," aku Anjani.
"Uhm, kalau begitu apakah kepalamu pernah terbentur sesuatu? Hal-hal seperti itu bisa saja membuat ingatanmu kacau," tanya Dika.
"Kalau hal itu terjadi padaku, mana mungkin aku bisa mengingatnya," balas Anjani. Dika terkekeh mendengarnya.
Mereka berdua kemudian berjalan tanpa ada topik pembicaraan sama sekali. Area pemakaman yang dingin membuat bulu kuduk Anjani merinding. Tetapi, mengingat sepenggal kenangan tentang Rani entah mengapa membuat ia merasakan ketenangan, tenang sedingin es.
Anjani mendongak, langit mulai menggelap. Ia harus cepat-cepat pergi dari sini sebelum hal-hal yang tak diinginkan terjadi.
Sembari memerhatikan langit, Anjani merenung. Apa benar kepalaku pernah terbentur? Ah, tentu saat aku dirasuki. Tetapi saat itu aku masih mengingat semuanya, batin Anjani bingung.
"Kau boleh mengingat masa lalumu, tetapi jangan menyesalinya, Anjani,"
Anjani tersentak. Perkataan ibunya tiba-tiba saja merasuki renungannya.
Apa yang ibu maksud ketika saat itu … adalah karena aku tak pernah mengingat masa lalu karena menyesalinya? batin Anjani menduga-duga. Berarti … aku memang tak mengingat masa laluku bukan karena kepalaku terbentur, tetapi karena aku enggan mengingat masa laluku?
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDE AND SEARCH!
HorrorCermin baru itu membawa petaka bagi hidup Anjani yang tenang. Siapa sangka cermin indah itu menyimpan arwah hantu anak kecil yang mengajaknya bermain petak umpet seumur hidup. Anjani terpaksa bermain petak umpet sepanjang hari. Hidup Anjani semakin...