ANJANI menggenggam boneka usang milik Rani dengan erat. Anjani harus membuktikan bahwa ia tak bersalah dalam kejadian mengerikan di rumah Ratu kemarin sore, sekaligus ia akan membuktikan soal pembunuhan yang dilakukan Ratu terhadap Rani.
Fina dan Tio langsung membawa Anjani ke kantor polisi terdekat. Mereka tak bisa mengatasi soal pembunuhan yang dilakukan Ratu di masa lalu. Didampingi Dani, Anjani diwawancarai langsung oleh beberapa polisi.
Anjani tentu menceritakan semua hal yang diceritakannya kepada Fina dan Tio, tetapi kali ini, ia juga menceritakan tentang mayat di dalam sumur.
"Kumohon, bisakah kalian memanggil orang bernama … Dika? Aku tak tahu detailnya, tetapi ia tinggal di desa dekat sini bertahun-tahun lalu. Kupikir dialah yang bisa memperlihatkan isi dari boneka ini," pinta Anjani.
Salah satu polisi mengangkat alisnya, meragukan. "Kau yakin, nak?" tanyanya.
Anjani mengangguk. "Tentu saja!"
Polisi lain menghela napasnya. "Tanpa adanya bukti yang kuat, kita tak bisa memanggil 'Dika' ke sini. Lagipula, kau tak tahu jelas siapa orang itu. Ditambah kau masih berasumsi kalau 'Dika'-lah yang bisa memperlihatkan isi dari boneka itu."
"Yah, tetapi sejak awal mana mungkin ada sebuah kamera tersembunyi di dalam boneka."
Anjani membulatkan mata kanannya. "Aku serius! Boneka ini punya kamera di dalamnya—"
"Mungkin kau harus beristirahat dulu dan membicarakan ini dengan kepala dingin, lain kali."
Dengan terpaksa, Anjani keluar dari kantor polisi. Ia menghela napas seraya mengumpat dalam hati. Kelihatannya tak ada orang yang mempercayainya.
"Maaf ayah tak bisa membantu apapun," ujar Dani dengan rasa bersalah.
Anjani menggeleng, menyangkal. "Ayah sudah membawaku ke sini, itu membantuku."
"Bukan itu maksud ayah."
Anjani mengangkat boneka usang itu, menatap matanya. Apakah ayah juga mempercayaiku? Mereka sama-sama orang dewasa. Menurut mereka, soal boneka yang menyimpan kamera bertahun-tahun lamanya ini pasti tak masuk akal. Apakah kameranya masih bekerja? Aarh … kenapa aku jadi ragu.
"Permisi."
Dani dan Anjani menoleh ke belakang secara bersamaan begitu mendengar suara seseorang yang seolah ditujukan kepada mereka berdua. Anjani merasa pernah mendengar suara itu sebelumnya.
Anjani tersentak begitu melihat orang di belakangnya. Seorang lelaki, yang matanya terpaku pada boneka di genggaman Anjani.
Lelaki itu adalah lelaki yang sama dengan yang ada di mimpi Anjani. Lelaki yang memberikan Rani sebuah boneka.
"Maaf, tapi darimana kau mendapatkan boneka itu?"
"Dika!" Anjani berteriak secara spontan, membuat lelaki itu terkejut dan mundur selangkah.
"Kau tahu namaku?" tanya lelaki itu dengan kaget, secara tak langsung Anjani jadi tahu bahwa lelaki itu benar-benar Dika yang dimaksudnya. Dika, yang memberikan boneka ini kepada Rani.
"Kau tahu siapa dia, Anjani?" tanya Dani sambil melirik Dika.
Anjani mengangguk. Tak salah lagi, batinnya lega. Ditatapnya beberapa foto yang ada di dalam genggaman lelaki itu. Anjani sendiri bingung mengapa Dika bisa ada di kantor polisi.
"Maaf, ya, dik. Bolehkah aku melihat boneka itu sebentar?" pinta Dika, terlihat terburu-buru. Tangannya terulur, hendak mengambil bonekanya.
Alih-alih memberikannya, Anjani malah menarik boneka itu sehingga tak tergapai oleh tangan Dika. "Jika kau ingin boneka ini, kita harus bicara sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDE AND SEARCH!
HorrorCermin baru itu membawa petaka bagi hidup Anjani yang tenang. Siapa sangka cermin indah itu menyimpan arwah hantu anak kecil yang mengajaknya bermain petak umpet seumur hidup. Anjani terpaksa bermain petak umpet sepanjang hari. Hidup Anjani semakin...