"ADA apa Anjani? Kau terlihat berbeda, wajahmu terlihat murung," ujar Aulia sambil memerhatikan raut wajah Anjani.
Yang ditanya malah heran, Anjani rasa ia memang selalu terlihat murung.
Namum, Aulia benar soal Anjani yang terlihat berbeda. Sebenarnya, ada satu hal yang masih mengganggu hati Anjani, kemungkinan hal itulah yang menyebabkan raut wajahnya terlihat berbeda. Hanya perlu satu kata untuk mendeskripsikan raut wajah Anjani sekarang, yaitu ketakutan.
Hal yang mengganggunya tak lain adalah hantu cermin itu. Tentu saja.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Anjani masih memikirkan apa yang akan ia lakukan. Apa dia hanya akan diam di luar rumah? Entahlah.
"Tadi pagi juga kau kelihatan pucat, katamu karena berlari, ya? Lain kali jangan memaksakan diri bergitu," lanjut Aulia.
Anjani pikir, Aulia kelihatan sama sekali tak memikirkan dirinya sendiri. Semenjak tadi pagi Aulia terlihat berubah drastis, dan sepertinya dia tak menyadari hal itu.
"Ya, aku terlambat dan terpaksa berlari tadi pagi," sahut Anjani.
"Lalu, mengapa kau kelihatan berbeda? Kalau tak salah semenjak aku kembali dari UKS."Anjani berpikir sesaat untuk memilih jawaban yang tepat. "Aku … malas pulang ke rumah," jawabnya. Sebelum Aulia bertanya lagi, Anjani langsung melanjutkan. "Ayahku jarang pulang ke rumah, akan membosankan bila aku pulang dan tak ada siapapun di rumah."
Aulia terkejut, terbesit sebuah rasa kasihan kepada Anjani di hatinya. "Oh, begitu."
Kehidupan Anjani di pandangan Aulia masih buram. Ia masih belum terlalu mengenal Anjani. Terutama soal latar belakangnya. Aulia selalu bertanya-tanya, sebenarnya ada apa dengan gadis berwajah datar itu? Apa ada sesuatu yang salah dengan keluarganya? Karena di saat Aulia mengunjungi rumah Anjani dan menanyakan soal orangtuanya, Anjani terlihat ragu.
Aulia berdeham. "Kalau begitu, apa kamu mau berkunjung ke rumahku?" tawar Aulia.
Anjani tertegun sejenak. "Boleh?"
"Anggap saja sebagai ganti karena aku telah mengunjungi rumahmu." Aulia mengangguk seraya tersenyum. Ia dapat melihat wajah Anjani kembali berubah, ia pikir pastinya Anjani senang.
Namun, ada rasa yang mengganjal di hati Aulia. Menurutnya tak biasa bila Anjani jadi terlihat senang seperti itu. Pastinya, ada sesuatu yang Anjani sembunyikan.
•••
Ibu Aulia menyambut kedatangan Aulia dan Anjani dengan ramah. Kelihatannya, sifatnya juga sangat mirip dengan Aulia. Hangat.
"Ah, teman barunya Aulia, ya?" tanya Ibu Aulia dengan ramah.
Anjani mengangguk. "Iya, Bi."
"Jangan ragu, ya, anggap saja rumah sendiri," ujar Ibu Aulia, tetap tak melunturkan senyuman yang sedari tadi menghiasi wajahnya.Anjani ikut tersenyum mendengarnya.
Ada secercah harapan yang menerangi hati Anjani saat ini. Hal itu karena Aulia mengajak Anjani berkunjung ke rumahnya. Setidaknya, Anjani bisa menghabiskan waktunya di sini dan melupakan soal hantu cermin itu. Ditambah, setahunya Aulia bertetangga dengan Tiara, nantinya Anjani akan mengunjungi Tiara untuk menjenguknya sekaligus menceritakan tentang cermin berhantu di rumahnya.
"Di mana kakakmu?" tanya Ibu Aulia.
Aulia mengendikkan bahu. "Ibu tahu, kan, kalau kami tak pernah pulang bersama. Tetapi tadi sebelum pulang aku berbicara dengannya. Ia bilang akan terlambat pulang dan akan langsung bermain." Nadanya berubah menjadi kesal.
Ibu Aulia menggeleng kecil ketika mendengar nada Aulia yang menjadi agak kesal ketika mengingat kakaknya. "Jangan kesal begitu. Kakakmu memang dapat hidup dengan bermain."
Aulia mendengus. Gadis berambut pendek itu kemudian mengajak Anjani ke kamarnya.
"Aku tak tahu kalau kau punya kakak," ujar Anjani saat mereka menaiki tangga menuju kamar Aulia.
Aulia mengangguk singkat. "Bukanlah suatu hal yang dibanggakan."
Mereka sampai di kamar Aulia. Pandangan Anjani langsung teralihkan begitu melihat dinding bercat merah muda itu dihiasi banyak foto di salah satu sisi. Salah satu yang menarik Anjani adalah sebuah foto di mana ada Aulia yang didandani layaknya seorang putri. Di dalam foto itu, terlihat Aulia dan beberapa anak lain yang berpakaian sama seperti Aulia tengah berada di atas panggung.
"Kau sedang apa di foto ini?" tanya Anjani seraya menunjuk foto yang ia maksud.
Aulia menoleh. "Itu foto saat aku sedang menari di acara pentas seni. Kalau tak salah setahun yang lalu. Karena fotonya bagus, jadi kupajang. Hanya ini foto satu-satunya dimana aku tak bersama keluargaku."
Anjani menoleh ke foto lain. Ada Aulia dengan Tiara. Anjani terka pastinya foto itu diambil setahun yang lalu juga. Berlatar danau, Aulia tersenyum dan melambaikan tangan ke kamera, sementara Tiara memakan es krimnya dengan tak acuh di sebelahnya.
"Kalau foto itu hanya satu-satunya dimana kau tak bersama keluargamu, lalu foto kau bersama Tiara ini bagaimana?" tanya Anjani.
"Ah, tentunya. Ia sudah menjadi bagian dari keluargaku. Kami bersahabat semenjak masih sangat kecil, aku sendiri tak tahu siapa yang memulai persahabatan ini," terangnya.
Dalam hati, Anjani iri kepada Aulia yang memiliki sahabat yang sudah dianggapnya seperti keluarga. Sementara Anjani sendiri… entahlah, Anjani rasa ia tak memiliki seseorang yang sangat spesial bahkan hingga dianggap seperti keluarga sejak dulu.
"Kalau kau mau, kita bisa berfoto bersama, kok." Aulia tersenyum. "Aku sudah mengumpulkan banyak foto dengan teman-temanku setahun terakhir, dan akan kusatukan serta mencetaknya."
Anjani ikut tersenyum. "Iya, kapan-kapan."
Suasana hati Anjani mulai membaik. Ia hampir mengusir soal hantu cermin itu dari pikirannya. Sayangnya, saat Anjani menoleh untuk melihat keseluruhan kamar, ia mendapati sebuah cermin yang cukup besar di sana.
Mata Anjani membulat, menyiratkan ketakutan. Semua kenangan buruk tentang hantu cermin itu kembali muncul di pikirannya. Tanpa sadar, tangannya mulai bergetar.
"Kalau tak salah, kau ingin memperbaiki penampilanmu, 'kan?" tanya Aulia. Suara gadis berambut pendek itu berhasil membuyarkan pikiran Anjani. Anjani menoleh dan mengangguk singkat.
"Tetapi, kelihatannya kau belum berubah sama sekali? Jangan tersinggung."
Anjani menggeleng. "Tak apa, kok. Kau benar. Aku belum memperbaiki penampilanku sama sekali. Setelah dipikir-pikir, aku takut kalau aku melakukan kesalahan saat memperbaiki penampilanku. Kesalahan itu hanya menambah masalah."
"Kalau begitu, biarkan aku yang melakukannya!" pinta Aulia dengan bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDE AND SEARCH!
HorrorCermin baru itu membawa petaka bagi hidup Anjani yang tenang. Siapa sangka cermin indah itu menyimpan arwah hantu anak kecil yang mengajaknya bermain petak umpet seumur hidup. Anjani terpaksa bermain petak umpet sepanjang hari. Hidup Anjani semakin...