"APA yang harus kulakukan sekarang?" lirih Anjani mencari jawaban.
Hingga tiba-tiba saja, sebuah uluran tangan menangkap gadis itu dari belakang dari belakang.
"Haaa! Akhirnya aku menangkapmu juga! Jangan pergi lagi!" rengek Aulia.
Anjani terperanjat. "Aulia?"
"Sia-sia saja aku memayungimu dengan jaket kalau begini," protes Angkasa sembari melirik Aulia yang seragamnya ikut basah setelah memeluk Anjani. Matanya kemudian beralih ke arah Anjani. "Kau ... tak akan kabur lagi, kan?"
Dengan ragu, Anjani mengangguk singkat. Meski begitu, Aulia masih memegang tangan Anjani. Mereka kemudian mengajak Anjani berteduh di sebuah gubuk, tempat para pekerja yang melewati hutan untuk beristirahat.
Sekarang apa yang akan kulakukan? Alasan apa yang harus aku berikan kepada-
"Dengar, Anjani, sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kau bisa menceritakannya padaku! Jangan ragu! Percayalah kepadaku, mungkin aku bisa membantu. Saling percaya adalah gunanya teman, kan?" tanya Aulia sungguh-sungguh.
Mulut Anjani terbungkam. Apa aku harus menceritakannya? Dan ... sebenarnya mengapa selama ini aku selalu ragu untuk mengungkapkan masalahku? Ah ... tentu, masalahku pastinya tak masuk akal di telinga mereka. Ditambah aku khawatir Aulia akan ketakutan lagi ....
"Aulia pasti menyangka kalau ini pertama kalinya kau bertingkah sangat aneh seperti ini, tetapi tidak bagiku," ujar Angkasa. "Biar kupikir, kau ... pasti sedang dikejar seseorang, ya?"
Anjani tertegun. Ia hampir melupakan fakta bahwa Angkasa pernah melihatnya ketakutan saat dikejar hantu cermin saat pergi ke sekolah.
"Tunggu, Anjani dikejar seseorang?" tanya Aulia panik. "Siapa? Di mana? Apa kita harus melaporkannya ke pihak sekolah? Ke ayahmu?!"
"Sebenarnya ...." Anjani mulai angkat bicara, ia menggigit bibirnya sementara dua bersaudara di hadapannya menunggu.
"Seperti yang sudah kubilang, kau bisa memercayaiku. Jika kau sangat malu hingga menutup-nutupinya, kami akan merahasiakannya," ujar Aulia meyakinkan. "Benar, 'kan, Kak?"
Angkasa mengangguk. "Aulia sendiri tahu kalau aku jarang bergosip sepertinya."
Angkasa dihadiahi pukulan dari adiknya sendiri.
Sementara itu, Anjani masih berpikir. Ia tahu ia kehabisan waktu. Ia bingung, ke mana ia akan berlari lagi sembari menghindari hantu cermin dan permainan mengerikannya.
Anjani menunduk, ia butuh beberapa saat untuk mengumpulkan keberaniannya. Hingga, sebuah kalimat meluncur dari mulutnya
.
"Aku ... dikejar oleh hantu."
Hening selama beberapa saat. Aulia dan Angkasa saling bertatapan, seolah berbicara lewat tatapan itu. Anjani sempat menyesal dan menyadari bahwa kedua orang di hadapannya ini bisa saja menertawakannya. Namun, tiba-tiba Aulia menyahut setelah keheingan panjang itu.
"J-Jujur, aku tak begitu percaya hingga kau akan menjelaskan semuanya padaku ... Anjani," pinta Aulia. "Maksudku, ini pertama kalinya kau berbicara soal hal-hal semacam itu, padahal kau sendiri tak pernah memercayainya."
Anjani tak menyangka akan reaksi dari Aulia. Hebatnya, Aulia tak setakut biasanya saat mendengar hal-hal yang berkaitan dengan hantu. Anjani baru sadar bahwa Aulia sendiri pernah bilang jika ia memercayai hal-hal semacam itu. Kelihatannya, Aulia bisa menerima dengan mudah cerita konyolnya ini. Hanya saja, Anjani harap bila ia bercerita, Aulia tak akan terlalu ketakutan.
Anjani juga tahu bahwa Angkasa sendiri agak memercayainya. Tentu, lelaki itu yang menjadi saksi bahwa Anjani pernah terlihat ketakutan-karena dikejar-dua kali.
Anjani terlambat menyadarinya. Sebenarnya Anjani bisa memercayai mereka berdua dari awal. Namun, Anjani rasa akan sama saja bila ia berhasil menceritakan masalahnya, karena Anjani rasa tak ada jalan keluar lagi baginya sekarang.
"Meski seaneh bahkan seberat apapun itu, aku rasa kami bisa membantumu Anjani."
Anjani tertegun, ditatapnya Angkasa yang kini tengah memandanginya, menunggu penjelasannya. Hati Anjani agak lega mendengar itu.
Kemudian, Anjani menceritakan semuanya. Mulai dari ia yang membeli cermin yang sering dikatakan berhantu, hingga munculnya hantu cermin di kelasnya tadi. Tentu, cerita itu memakan banyak waktu hingga mereka sadar bahwa telah kehilangan satu jam pelajaran.
"Bagaimana ini ... jika Anjani kembali ke sekolah, kemungkinan 'hantu cermin masih di sana," gumam Angkasa.
Sesuai terkaan Anjani, Aulia terlihat ketakutan. Tetapi Anjani tahu Aulia menepis semua rasa takutnya dan berfokus untuk menolong Anjani.
"Tak mungkin juga membiarkan Anjani harus berlari terus," desah Aulia.
"Hei, apa ada hal yang belum kau ceritakan? Siapa tahu setiap hal kecil yang berhubungan dengan hantu cermin memiliki petunjuk untuk menyelesaikan masalah ini," ujar Angkasa.
Anjani memikirkan perkataan Angkasa. Apakah sebenarnya semua hal yang ia lalui sampai detik ini memiliki petunjuk mengenai hantu cermin?
Anjani mengurai benang ingatannya. Satu-persatu kenangan dari pertama kali ia menemui hantu cermin hingga detik ini muncul. Anjani mencari hal-hal yang sepertinya ia lewati.
Anjani tertegun saat menyadari sesuatu. "Mimpi ...."Anjani melewatkan kejadian di mimpinya. Kedengarannya pasti akan semakin aneh setelah cerita 'Anjani dikejar hantu' tadi, tetapi siapa tahu mimpi yang ia alami bisa mengandung petunjuk.
"Ada sesuatu yang kulewatkan! Aku pernah bermimpi dikejar oleh hantu cermin!" seru Anjani. "Selain itu ... ada beberapa mimpi aneh lainnya yang kurasa bukan sekadar mimpi biasa."
Anjani kemudian menceritakan semua mimpinya. Mulai dari pertama kali ia tertidur di kolong kasur bahkan hingga disaat ia dirasuki.
Angkasa terlihat berpikir setelah mendengar cerita Anjani. "Aku rasa, ada sesuatu mengenai mimpi saat kau dirasuki itu."
"Yang mana?" tanya Aulia bingung. "Aku sama sekali tak tahu apakah ada petunjuk dibalik mimpi itu."
"Soal sumur dan boneka kelihatannya memiliki makna dibaliknya, dibanding soal makhluk besar yang kau ceritakan," jelas Angkasa. "Bagaimana kalau ... kita mencari saja sumur terdekat dari sini?"
"Sumur, ya? Ah ... aku tak tahu letak sumur terdekat," sesal Anjani.
"Tenang saja, sepertinya aku tahu! Hanya saja ... sumur itu berada di tempat yang kutakuti," ujar Aulia.
"Di mana?" tanya Angkasa.
"Hutan Arkais!"
Anjani kembali teringat akan hutan itu-ia bahkan hampir melupakannya.
Anjani pun kembali mengingat bahwa ia pernah menduga hantu cermin berhubungan dengan Hutan Arkais meski saat berjalan menuju ke toko cermin Anjani hanya melewatinya. Namun dugaan akan masalahnya dengan "Hutan Arkais semakin kuat sekarang.
"Kalau begitu, ayo kita ke sana!" ajak Angkasa sembari bangkit.
Anjani tertegun. "A-apa kalian benar-benar mau melakukannya?" tanya Anjani ragu.
Angkasa mengangkat alisnya. "Kenapa kau kelihatan ragu begitu? Tentu saja. Agar jam bolosku bisa memiliki alasan penting." Angkasa tersenyum jahil.
"Bagaimana kalau kita tak mendapatkan apa-apa setelah pergi ke sana? Dan memangnya kalian memang memercayaiku sepenuhnya?" tanya Anjani lagi.
"Kan sudah kubilang. Kami memercayaimu, kok. Sikap anehmu saat di kelas tadilah yang menjadi bukti atas perkataanmu," sahut Aulia meyakinkan.
"Tapi-" perkataan Anjani terpotong.
"Setelah mendengar ceritamu tadi, apakah kau tak sadar bahwa sebenarnya kau tak hanya bersembunyi dalam permainan petak umpet hantu cermin, tetapi kau juga selalu bersembunyi dari masalahmu."
Kalimat yang diluncurkan Angkasa berhasil membuat Anjani tertegun dan terbungkam.
Benar, yang kulakukan hanyalah bersembunyi dan berlari dari masalah tanpa mencari jalan keluar. Siklus berulang yang menyedihkan, batin Anjani.
"Benar ...," gumam Anjani tanpa sadar. Hal itu membuat seukir senyum terbit di wajah Angkasa.
"Jadi ... ayo, kita kehabisan waktu, lho," ajak Angkasa. "Kau tak takut Aulia?"
Aulia terperanjat. Dengan senyum malu, ia menjawab. "Demi teman, aku siap, kok."
Mendengar itu, Anjani merasa beruntung untuk kesekian kalinya.
Ia mendongak dan bangkit. Angkasa benar, ia tak punya banyak waktu. Kali ini, Anjani tak boleh bersembunyi lagi. Ia harus mengambil langkah untuk menyelesaikan masalahnya dengan mencari jalan keluar.•••
Presented by Room Genre HTM,
yang diketuai oleh DarataleJudul: HIDE AND SEARCH!
Penulis: SilverJayz_
Mentor: PenaskyeFINAL PROJECT GEN 1
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDE AND SEARCH!
HorrorCermin baru itu membawa petaka bagi hidup Anjani yang tenang. Siapa sangka cermin indah itu menyimpan arwah hantu anak kecil yang mengajaknya bermain petak umpet seumur hidup. Anjani terpaksa bermain petak umpet sepanjang hari. Hidup Anjani semakin...