20

7 2 0
                                    

LATIHAN menari telah usai, seluruh murid diperintahkann untuk merapikan kemnali meja dan kursi mereka. Anjani dan Aulia sendiri tak perlu repot-repot untuk memindahkan meja dan kursi mereka karena tempat duduk mereka berada di paling belakang untuk hari ini.

Wajah Aulia terlihat lebih berseri dari biasanya. Anjani tentu tahu betul apa penyebabnya.

"Haha! Akhirnya dia tahu bahwa ia sendiri tak menari dengan baik," ledek Aulia sambil melirik Mela.

"Lain kali jangan pedulikan Mela. Nanti juga dia sadar sendiri, salah satunya dengan cara memalukan tadi," sahut Anjani seraya duduk di kursinya yang sudah tersusun rapi di barisan. Matanya kemudian menerawang ke arah jendela, menatap langit yang mulai kelabu.

Aulia menatap ke arah yang sama dengan Anjani. "Ah, kelihatannya hujan akan datang."

Anjani mengangguk. "Musim hujan terlalu cepat datang tahun ini."

Guru mata pelajaran selanjutnya datang dan mulai memberikan tugas yang harus dikerjakan. Kelas mendadak hening di saat guru mulai menyebutkan satu-persatu latihan soal.

Bersamaan dengan itu, rintik hujan perlahan berjatuhan, membuat jendela terhias dengan titik-titik air.

Disaat Anjani sedang fokus untuk menulis soal-soal yang disebutkan guru-gurunya. Ia merasakan hal janggal. Anjani merasa keheningan di sekitarnya benar-benar tak biasa.

Ah, bukan karena keheningan, tetapi karena suhunya, batin Anjani. Rintik hujan yang masih berjatuhan kelihatannya tak menunjukkan tanda-tanda akan semakin besar. Dalam waktu dekat pasti hujan berhenti lagi atau hanya gerimis terus menerus yang akan menghujani.

Anjani lanjut menulis. Tetapi hawa di sekitarnya terasa seolah menekannya. Hingga Anjani sadar bahwa hawa yang menyelimutinya ini bukan hawa dingin.

Setetes darah terjatuh, mewarnai salah satu halaman di buku Anjani dengan warna merah pekatnya.


Anjani mendongak dengan cepat. Jantungnya berdetak dengan keras.

Tatapan tajam yang menusuknya, darah dari luka terbuka di dahinya, sebuah rajutan kupu-kupu yang tenggelam dalam darah nyata berada di hadapannya. Hantu cermin yang selalu tak diketahui keberadaannya karena tak bersuara itu kini benar-benar ada di hadapannya!

Saking terkejutnya, Anjani tak dapat bertahan untuk berteriak ketakutan. Ia berusaha memundurkan dirinya untuk menjauhi hantu cermin, karena itu ia malah terjatuh ke belakang dari kursinya. Teriakan Anjani dan suara kursi terjatuh mengundang perhatian seluruh orang di kelas.

Panggilan dari Aulia, teriakan teguran dari gurunya dan suara tawa dari teman sekelasnya tak dapat didengar oleh Anjani. Semua suara di sekitarnya teredam.

Kenapa ia bisa kembali lagi?! tanya Anjani ketakutan dalam hati.

Dengan wajah ketakutan, Anjani menatap hantu cermin yang secara tiba-tiba bisa berada di depan mejanya. Anjani sekarang tahu betul kalau hantu cermin sampai menangkapnya, pastinya kejadian 3 hari lalu akan terulang-Anjani dirasuki hantu cermin.

Apa cermin yang pecah tak berpengaruh baginya? Atau karena cerminnya telah pecah ia menjadi bebas? Arh! Aku tak punya waktu lagi.

Anjani berpikir cepat. Ia tak memiliki waktu untuk bertanya-tanya soal hantu cermin. Untungnya, Anjani masih mengingat cara untuk membuat hantu cermin berhenti mengejarnya sesaat.

Anjani mengangkat tangannya yang bergetar. Membentuk isyarat 'BERHENTI'. Anjani tak memedulikan tatapan dari Aulia maupun dari murid lain yang melihatnya mengangkat tangan seperti itu. Dilihat aneh sekarang lebih baik daripada harus dirasuki hantu cermin di depan teman-temannya nanti.

Hantu cermin itu menutup matanya dengan kedua tangan. Mulutnya terlihat menghitung tanpa suara. Saat itulah kesempatan Anjani untuk kabur darinya.

"Anjani!" Aulia berteriak saat Anjani bangkit dan kabur lewat pintu belakang kelas. Semua murid di kelas menertawainya. Sementara guru di depan kelas memelototi Anjani yang semena-mena keluar kelas.

"Aulia! Kejar dia dan bawa ia kembali kemari!" titah gurunya. Aulia tersentak dan mengangguk. "B-baik!"

Dalam hati, Aulia bertanya-tanya apa sebenarnya yang membuat Anjani menjadi aneh seperti itu. Hanya Aulia yang menyadari bahwa selain bertingkah aneh, Anjani juga kelihatan sangat ketakutan.

"Anjani! Tunggu!" Aulia berusaha mengejar Anjani. Tetapi gadis itu sama sekali tak menyangka bahwa rupanya gadis berwajah dingin itu larinya cepat sekali bahkan di tengah lantai licin yang terkena cipratan air hujan.

Anjani sama sekali tak memedulikan teriakan Aulia. Ia bahkan tak memedulikan licinnya lanta yang sewaktu-waktu dapat membuatnya terjatuh. Yang hanya ia pikirkan adalah lari sejauh mungkin dari hantu cermin dulu.

Anjani mendapati bahwa tak jauh di depannya ada seseorang keluar dari pintu kelas. Aulia menyadari hal yang sama.

"Kakak! Hentikan dia!"

Angkasa yang baru keluar kelas tersentak kaget. Ia kemudian menghalangi jalur Anjani dengan pandangan heran.

"Kenapa? Ada apa?"

Tentu, Anjani tak punya waktu untuk menjawab. Bahkan gadis itu tak ingin Aulia mengejarnya dan menahannya di sini. Anjani pikir, ia harus pergi lebih jauh.

Anjani berbelok, menembus hujan dan membelah lapangan. Ia tak peduli kalau harus basah kuyup, setidaknya ia harus pergi dari hantu cermin terlebih dahulu.

"Ya ampun!" Aulia menepuk dahinya. Ia ragu, apakah harus menembus hujan demi mengejar temannya yang satu itu?

"Ada apa?" tanya Angkasa sambil mendekat ke arah adiknya. Niatnya untuk bersembunyi di UKS sampai pelajaran matematika berakhir dilupakannya sesaat. Lelaki itu melihat raut wajah ketakutan Anjani. Raut wajah ketakutan yang sama seperti saat mereka pertama kali bertemu, seperti sedang dikejar.

"Entahlah, Anjani berteriak dan kabur keluar kelas saat guru menjelaskan. Dan aku harus dipinta untuk mengejarnya," jawab Aulia panik.

Sementara itu, Anjani berlari keluar sekolah. Menjejakkan kakinya ke tanah basah dan membiarkan rintik-rintik hujan membasahinya.

Anjani rasa, hantu cermin itu pasti sudah berhenti berhitung sedari tadi. Anjani harus mencari tempat yang lebih jauh dan lebih aman untuk membiarkannya berpikir.

Napas Anjani memburu. Pikirannya melayang, memikirkan hantu cermin itu.

Apa aku salah langkah? Apa dengan memecahkan cermin itu masalah tidak selesai? Lalu ... bagaimana cara agar hantu cermin itu tak menghantuiki kembali?

Beragam pertanyaan mulai menyerbunya. Anjani berhenti saat ia sudah berlari cukup jauh dan kelelahan. Anjani menopang tubuhnya dengan meletakkan tangannya di lututnya sementara ia menarik napas sebanyak-banyaknya.

Anjani berada di hutan yang selalu dilewatinya jika ingin pergi ke sekolah. Ia dinaungi oleh pepohonan dari hujan. Tetapi tetap saja, seragamnya sudah basah.

Aku salah langkah.

Anjani mengepalkan tangannya.


Sekarang hantu cermin itu bisa terbebas karena tak ada cermin yang mengekangnya. Hantu cermin pasti akan menghantuiku selamanya.

Tanpa disadari, Anjani mengeluarkan air mata keputusasaan. Kepalanya mulai berat saat ia memikirkan kembali tentang kesalahan yang ia buat kemarin.

Sekarang semuanya akan selalu seperti itu. Ia akan mengejarku dan berhitung seperti sebuah permainan menyedihkan yang terus menerus berulang, batin Anjani.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?" lirihnya mencari jawaban.

Hingga tiba-tiba saja, sebuah uluran tangan menangkapnya dari belakang.

•••
Presented by Room Genre HTM,
yang diketuai oleh Daratale

Judul: HIDE AND SEARCH!
Penulis: SilverJayz_
Mentor: Penaskye

FINAL PROJECT GEN 1

HIDE AND SEARCH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang