18

14 2 0
                                    

"ANJANI!"

Anjani merasakan sebuah dorongan kuat sebelum akhirnya kesadarannya hilang setelah menemukan Hantu Cermin. Di saat sudah sadar, ia disambut beberapa pasang mata yang memandanginya dengan lega. Anjani menghitungnya dalam hati, tetapi pikirannya yang masih belum fokus membuatnya menyerah.

"Nghn…." Anjani berusaha bangkit dari posisinya yang tertidur, tetapi rasa sakit di kepalanya memaksa Anjani untuk membatalkannya.

"Jangan dipaksakan." Ratu ada diantara orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia terlihat khawatir sekali. "Kau belum pulih sepenuhnya, lho."

Anjani meraba dahinya. Diperban. Anjani merasakan rasa yang luar biasa menyakitkan meski hanya sentuhan kecil yang ia usapkan ke dahinya.

Anjani merasa bahwa ia berada di tempat yang cukup asing. Langit-langit ruangan nampak berbeda dari kamarnya, begitupun dengan dinding, ranjang, lemari dan perabot lain di ruangan ini.

"Di… di mana ini?" tanya Anjani dengan suara yang lemas.

"Rumah sakit." Dani menjawab singkat dan dengan nada yang datar. Meski begitu, wajah Dani menyiratkan bahwa ia sangat mengkhawatirkan Anjani.

"Sebenarnya apa yang terjadi dengan Anjani? Kenapa Anjani menubrukkan diri ke tembok? Beberapa kali pula. Lalu, Kenapa Anjani menarik rambut sendiri?" tanya Dani bertubi-tubi.

Anjani terdiam. Ia tahu bahwa ia menubrukkan diri ke tembok sekali, tetapi bukan berkali-kali. Namun ia ingat ia tak menarik rambutnya sendiri.

Ah …, Anjani mengingat sesuatu. Ini ulah gadis cermin.

"Sebaiknya jangan beri dia banyak pertanyaan dulu, Dani. Anjani, kan, masih pusing." Sahya yang ada di sisinya akhirnya angkat bersuara. Dani mengangguk mengiyakan.

Ada beberapa orang lain yang Anjani tak kenal, tetapi familier dengan wajahnya. Pastinya orang-orang itu adalah orang dari desanya yang membantu membawa Anjani ke rumah sakit.

•••

Setelah mendapat penjelasan singkat dari Ratu, Anjani mengetahui bahwa ia berada di rumah sakit yang cukup jauh dari desanya. Mungkin kurang tepat disebut rumah sakit karena tempatnya berada saat ini adalah sebuah rumah yang digunakan para relawan untuk membantu orang-orang desa yang sakit.

Sekedar informasi, secara kebetulan rumah ini juga bersebelahan dengan kuburan yang memudahkan untuk memindahkan mayat jika suatu saat ada yang tiada di sini.

Selain itu, Dani menceritakan bahwa selain Anjani menubrukkan diri ke tembok dan menarik rambutnya sendiri, Anjani juga menabrakkan keningnya ke kening Dani saat Dani menenangkannya. Dan tentu, Anjani sama sekali tak mengingat hal itu.

Setelah itu, Anjani berjalan ke rumah Ratu dan mendadak pingsan di teras rumahnya. Karena hal itu, beberapa orang yang ada di sekitarnya langsung membawanya ke sini.

"Aku sama sekali tak mengingat apapun," terang Anjani. Tetapi, dalam hati ia tahu penyebab ia melakukan semua itu tanpa sadar.

Hantu Cermin. Anjani mengepalkan tangannya. Apakah aku harus terus dihantui olehnya?

Anjani rasa, menyembunyikan cermin bukanlah pilihan yang bagus meski kelihatannya hanya itu satu-satunya pilihan.

Anjani tertegun. Ia sadar akan sesuatu.

Selama ini, Anjani terus menyembunyikan cermin itu untuk menyelesaikan masalahnya. Padahal, sebenarnya Anjani-lah yang terus bersembunyi tanpa menyelesaikan masalahnya.

Anjani sadar bahwa ia tak menyelesaikan masalah dengan benar sesuai prinsip hidupnya. Melainkan, ia malah bersembunyi dari masalah itu.

Dan karena hal itulah, Anjani masih terus dihantui oleh Gadia Cermin. Masalah yang Anjani anggap selesai sebenarnya malah belum selesai sama sekali karena langkah yang ia ambil.

Selama ini, Anjani hanya mengatakan omong kosong soal dirinya yang tak memiliki masalah apapun. Nyatanya, ia masih memiliki sebuah masalah.

Hari itu, di rumah sakit, Anjani memutuskan untuk mencari jalan keluar dari masalahnya dan tidak bersembunyi lagi.

•••

Pengobatan di dahinya hanya membutuhkan waktu tiga hari karena keterbatasan dari para relawan dan pihak rumah sakit. Anjani diperbolehkan beraktifitas seperti biasa, asal memakai sedikit perban untuk menutipi luka luar di dahinya.

Anjani yakin, ia akan kembali baik-baik saja ke depannya karena ayahnya pernah bercanda bahwa Anjani memiliki kepala yang keras—jadi Anjani pikir meski menubrukkan kepala ke tembok berkali-kali ia akan tetap baik-baik saja, siapa tahu. Anjani sendiri tak takut kepalanya terantuk kaca mobil di saat ia pertama kali datang ke desa.

Sore hari, Anjani dipulangkan. Ia dan Dani diantarkan oleh Sahya.

Sementara mobil yang dikendarai Sahya terus bergerak memangkas jarak, Anjani memikirkan soal cermin di rumahnya. Gadis itu sudah tahu apa yang akan dilakukannya.

Rasa muak mengambil alih ketakutan dan keraguan dari hatinya. Jadi, Anjani hanya perlu melakukan apa yang harus ia lakukan terhadap cermin itu.

Tak lama, mereka pun sampai di tujuan mereka, rumah Anjani. Anjani mulai tak sabar untuk mengakhiri masalahnya.

"Oh ya, Anjani. Ayah mau bertemu dengan tetangga-tetanggamu dulu untuk mengucapkan 'terima kasih' lagi karena bantuan beberapa hari lalu. Sebentar saja," ujar Dani memberi tahu.

Anjani mengangguk. Waktu yang sangat tepat, yah! sahutnya dalam hati.

Anjani pun berlari masuk ke rumahnya setelah memutar kunci pintu. Tatapannya hanya tertuju menuju ke sebuah cermin kuno yang berhasil menarik perhatiannya beberapa minggu lalu. Cermin itu masih tersimpan rapi di ruang tengah.

Tak ada keraguan lagi di dalam hati Anjani karena ia telah memantapkan diri untuk hal ini. Gadis itu berjalan menuju cermin yang mulai mengeluarkan aura hitam tipis.

Tangann Anjani kemudian menggenggam pinggiran cermin itu. Anjani sempat menatap bayangannya sendiri di cermin, tetapi ia hiraukan.

Anjani pun melepaskan pengait cermin itu dari paku, kemudian dengan sekuat tenaga ia melemparkannya ke lantai.

Prang!

Cermin itu terjatuh menghantam lantai. Pecah menjadi beratus atau bahkan beribu-ribu keping. Suara pecahannya benar-benar keras dan memekakkan telinga.

Lampu berkelap-kelip, gorden berembus kencang, padahal Anjani tidak merasakan sedikitpun angin menghempas rambutnya. Anjani memejamkan matanya, berdoa agar senantiasa dilindungi. Ia terus mensugesti dirinya untuk tidak merasa takut.

Aku pemilik rumah ini. Rumah ini milikku. Tidak boleh ada satupun yang boleh menganggu kenyamananku di rumahku sendiri.

Cukup lama Anjani memejamkan matanya di hadapan pecahan cermin, instingnya berkata bahwa semua sudah baik-baik saja.

Mulanya Anjani tak percaya namun, tidak ada seorangpun yang akan mempercayai instingnya selain dirinya sendiri.

Maka dari itu, Anjani membuka matanya. Semuanya kembali normal. Embusan napas lega keluar begitu saja dari mulutnya.

Meski menyeramkan, hal itu membuat Anjani menjadi lega. Aura hitam yang semula mengelilinginya pun perlahan menghilang.

Inilah langkah yang Anjani ambil, memecahkan cermin itu.

Sudah selesai …, batin Anjani sambil mengembuskan napas lega. Sekarang semuanya benar-benar telah selesai.

•••
Presented by Room Genre HTM,
yang diketuai oleh Daratale

Judul: HIDE AND SEARCH!
Penulis: SilverJayz_
Mentor: Penaskye

FINAL PROJECT GEN 1

HIDE AND SEARCH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang