16

9 1 0
                                    

"AKU pulang."

"Ah, Anjani sudah pulang rupanya. Selamat datang. Ayah baru saja memasakkan—"

Kata-kata Dani seolah teredam di pendengaran Anjani. Karena kini Anjani sedang berfokus terhadap pandangannya yang menangkap sesuatu yang tak asing baginya.

Lututnya langsung melemas, pandangannya memburam sedikit, tetapi tak lama kemudian pulih lagi, dan sebuah benda yang Anjani tak harapkan ada masih berada di tempat yang sama. Yang berarti, apa yang ia lihat bukanlah sebuah imajinasi.

Anjani tak percaya saat melihat cermin kuno itu ada di ruang tengah!

"Ayah! K-kenapa cermin itu ada di sini?" tanya Anjani panik.

Aura hitam itu mulai muncul lagi. Mengepul, mengitari cermin. Kakinya memaksakan diri untuk mundur karena bahaya di depannya.

"Karena ayah jarang pergi ke atas, lebih baik cerminnya ditaruh di sini agar kita bisa memakainya bersama bukan? Lagipula Anjani sendiri yang membelinya, jangan terkejut seperti itu."

Debar jantung Anjani semakin tak karuan kala sesosok menyeramkan keluar dari aura hitam itu. Meski tak bersuara, tatapan tajam dari sosok itu telah menyiratkan semuanya—ia akan mengejar Anjani dan tak akan membiarkannya kabur.

Hantu Cermin kembali dengan darah yang memuakkan itu. Luka terbuka di dahinya, darah yang mengalir membanjiri wajahnya, rajutan berbentuk kupu-kupu putih polos yang tenggelam di lautan darah. Anjani kembali melihat sosok itu untuk kesekian kalinya, tetapi dirinya tak bisa terbiasa dengan itu semua. Malah, tangan Anjani dibuar bergetar hebat karenanya.

Permainan hendak dimulai lagi.

Anjani hendak melarikan diri, tetapi ia sadar ia kalah cepat.

"A-ayah!" teriakan Anjani seolah tertahan di tenggorokan sehingga tak cukup mengeluarkan suara yang besar.

Hanti Cermin berlari ke arahnya, langkahnya kelewat cepat. Kelihatannya, Hantu Cermin belajar dari pengalamannya. Bisa dibilang, Anjani tertangkap. Ia kalah bahkan di awal permainan. Hal terakhir yang ia lihat adalah wajah menyeramkan Hantu Cermin—Mata tajam dan wajah dibanjiri darah yang terbelah seringai lebar—sebelum akhirnya pandangannya berangsur-angsur meredup.

Anjani merasa kepalanya berputar, perutnya mual sementara tubuhnya hilang kendali.

Tanpa Anjani sadari, kini Anjani terlihat seperti orang di mana tempatnya sedang diterjang gempa. Kakinya kehilangan keseimbangan, Anjani menubruk tembok di sampingnya dan bahkan menubruk laci sehingga terjatuh bersamaan dengan isinya. Tak hanya sekali, berkali-kali Anjani menubruk tembok bahkan mengenai perabotan lain di ruang tengah.

Tangan Anjani meraba tembok, seolah ingin mencakarnya. Suara kikikan terdengar keluar dari mulut Anjani yang makin lama makin membesar menjadi sebuah tawa besar. Beralih dari tembok, kini Anjani mulai menarik rambutnya bahkan hingga beberapa helai rambutnya rontok karena tarikan yang sangat kuat.

Dani datang ke ruang tengah dengan sedikit tergesa setelah mendengar suara gaduh juga tawa Anjani yang tak biasa. Matanya membulat tatkala melihat Anjani menarik rambutnya seperti orang gila. Selain itu, keadaan ruang tengah sudah benar-benar berantakan.

"Anjani!"

Dani berlari menghampiri putrinya. Dani langsung mencekal tangan Anjani, berharap anaknya berhenti menarik rambutnya seperti itu. Anjani memang melepas rambutnya sesuai harapan Dani, tetapi tiba-tiba ia mendorong Dani dengan sekuat tenaga seraya berteriak.

"Anjani! Apa yang—"

Dani semakin terkejut karena kini Anjani menubrukkan dirinya sendiri ke tembok seraya berusaha berjalan keluar dari ruang tengah.

"Anjani!"

Dani menarik Anjani ke pelukannya dengan cepat. Dalam hati, Dani berpikir sebenarnya apa yang terjadi dengan putrinya yang seolah berusaha menyakiti dirinya sendiri.

"Jawab pertanyaan ayah, kenapa Anjani melakukan hal tadi?" tanya Dani panik.

Anjani tak menjawab. Mulutnya hanya mengeluarkan teriakan pemberontakkan sembari menggeliat berusaha keluar dari dekapan Dani.

Hingga, tiba-tiba Anjani membenturkan keningnya dengan keras ke kening Dani.

Dani terjatuh ke belakang karena rasa sakit yang luar biasa di keningnya. Rasa sakit itu mengakibatkan keningnya berdenyut dan pusing di di kepalanya.  Dani tak menyangka kepala putrinya cukup keras untuk dibenturkan ke keningnya.

Sembari mengusap keningnya, Dani memerhatikan Anjani mulai berjalan dengan cara tak biasa menuju keluar. Dani memaksakan dirinya berdiri dan mengejarnya seraya berteriak memanggil nama putrinya, meski ia tak tahu Anjani mendengarnya atau tidak.

Apa yang terjadi padanya? batin Dani bingung. Ia meringis kesakitan.

Anjani benar-benar terlihat kacau—lebih kacau daripada saat Angkasa menemuinya saat Anjani dikejar Gadis Cermin berminggu-minggu lalu.

Selain rambutnya yang diikat telah acak-acakan, kini hidung Anjani juga berdarah karena membenturkan dirinya sendiri ke tembok sebelumnya. Tetapi, gadis itu tak terlihat kesakitan sama sekali.

Selain itu, raut wajah Anjani terlihat sangat berbeda. Jelas.

Anjani yang biasanya terlihat tenang, manik cokelatnya yang selalu datar seolah tak ada hal menarik di pandangannya dan jangan lupakan seukir senyum yang jarang terbit di wajahnya.

Kini, berubah total. Manik Anjani menyiratkan kemarahan dan dendam. Wajahnya benar-benar menyeramkan dengan sebuah seringai. Jika teman-temannya melihatnya, mereka pasti tak percaya bahwa itu bukanlah Anjani.

Tetapi tentu, gadis yang sedsng berdiri dengan wajah marah itu bukanlah Anjani yang sebenarnya.

Dani mulai meminta tolong kepada orang-orang di sekitarnya agar menenangkan Anjani.

Sementara itu, Anjani yang asli sedang terjebak di sebuah tempat. Mungkin lebih tepat agar tak menyebutnya sebuah tempat. Karena Anjani berada di dalam kegelapan yang tak berujung. Pandangannya hanya melihat warna hitam.

Hingga, tiba-tiba warna hitam itu memudar dan menunjukkan sebuah tempat.

•••
Presented by Room Genre HTM,
yang diketuai oleh Daratale

Judul: HIDE AND SEARCH!
Penulis: SilverJayz_
Mentor: Penaskyer

FINAL PROJECT GEN 1

HIDE AND SEARCH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang