32

9 2 0
                                    

"SATU, dua, tiga!"

"Ah! Ulang-ulang! Aku belum siap senyum di foto ini!" protes Aulia saat melihat hasil fotonya. Tiara mendesah frustasi mendengarnya.

"Kita memotret pakai polaroid, sudah tercetak, tak ada pengulangan! Pamanku bisa marah kalau kertasnya habis hanya karena kau belum siap tersenyum!" balas Tiara. Anjani mengangguk, ikut menyetujui.

"Setidaknya di dua foto lainnya kau terlihat cantik, kan?" ujar Anjani sembari memperlihatkan dua foto lain.

"Kau tidak berkata begitu untuk membuatku merasa lebih baik?" tanya Aulia menyelidik.

Anjani menggeleng menanggapinya. "Aku jujur, kok. Kalau begitu biar aku saja yang menyimpan foto aibmu, sisanya kalian pilih sendiri."

Suasana setelah acara tahunan sekolah begitu ramai. Ketiga gadis itu tengah memeriksa hasil foto mereka di bawah pohon di dekat lapangan sekolah. Aulia telah menunjukkan bakatnya di atas panggung bersama para penari lainnya, ia sangat memukau. Anjani sangat menikmati acara tahunan ini meski ia tak ikut andil dalam acaranya. Anjani sendiri tak ingin naik ke atas panggung, karena selain tak punya bakat yang bisa ditunjukkan, orang-orang sudah memerhatikannya karena Anjani memakai penutup mata, dan ia menjadi orang yang terkenal karena insiden kematian Ratu.

Oh, ya … soal Kak Ratu aku tak pernah menemuinya lagi, batin Anjani dalam hati. Dani, Aulia, Tiara dan yang lainnya tak pernah sama sekali membicarakannya.

"Akhirnya kita punya foto bertiga, yay!"

"Omong-omong, hasil fotonya bagus juga, aku tak tahu kalau Kak Angkasa bisa memotret sebagus itu," ujar Tiara sembari melirik Angkasa yang masih sibuk memerhatikan kamera milik Sahya.

"Hmm, aku juga tak tahu kalau aku bisa memotret," balas Angkasa seraya mengembalikan kameranya. "Rupanya selain tampan aku juga banyak bakat."

Aulia meringis jijik. "Hii, jangan sombong! Meski kau tampan dan berbakat, kau juga punya banyak kebiasaan buruk!"

"Jangan berani memberitahu kebiasaan burukku, atau aku akan memberitahukan kebiasaan burukmu pada Tiara dan Anjani!" balas Angkasa tak kalah sengit.

"Mereka mulai lagi," bisik Tiara seraya menggeleng. Anjani hanya memaklumi sifat kedua kakak beradik yang selalu saling meledek itu.

"Aulia!" Mela memanggil dari kejauhan. "Jangan salah paham! Anggota ekskul tari diperintah untuk berkumpul!"

"Ah, kelihatannya aku harus pergi dulu, kalian duluan saja," ujar Aulia sebelum beranjak pergi ke kerumunan teman-teman penarinya.

"Akhirnya dia pergi, aku ingin main bola dulu bersama teman-temanku. Tiara mau ikut bermain?" tawar Angkasa. Tiara mengangguk menyetujui.

"Bagaimana denganmu, Anjani?" tanya Tiara sembari menoleh ke arah Anjani. "Kau bisa menonton."

Anjani menggeleng. "Kurasa aku ingin pulang saja."

"Oh, sayang sekali." Beberapa detik kemudian, Angkasa menambahkan kalimatnya. "M-maksudku sayang sekali kau tak bisa melihat kehebatanku nanti."

Anjani terkekeh. "Iya, sayang sekali aku tak bisa melihatmu terlempar bola tepat di wajah."

Angkasa mengalihkan pandangannya dari Anjani. "Jangan mengingatkanku akan hal itu!"

Seseorang memanggil sang kapten sepak bola dari jauh. Mendengar itu, Angkasa pun segera bergegas menghampirinya sembari mengajak Tiara.

"Aku duluan, ya. Dadah Anjani," ujar Tiara seraya melambai pelan.

HIDE AND SEARCH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang