Chapter 28 (END)

578 61 70
                                    


Kelopak mata Zhixin terbuka perlahan. Ia mengamati seluruh penjuru kamar namun hanya kekosongan yang ia rasa. Ada sosok yang dia cari, sosok yang begitu ia inginkan. Zhixin sekuat tenaga membangunkan dirinya meski seluruh tubuhnya terasa remuk.

Satu denyut menyakitkan mulai terasa di ulu hatinya saat ia tak menemukan Shuai dimana pun. Bahkan Zhixin dengan gilanya membuka seluruh lemari dan mencari ke bawah ranjang seolah ia takut jika Su Xinhao disembunyikan oleh seseorang.

"Shuai ?"

"Kau dimana ?"

"Jangan sembunyi lagi. Kita bukan anak kecil."

Suara gemetar Zhixin menggema di kamarnya. Ia tak henti memanggil nama Shuai berharap bahwa manusia tersayangnya itu bisa kembali seperti semula. Wajahnya yang sembab terlihat sendu lagi. Zhixin mengepalkan tangannya, kemudian beralih meremat dada kirinya.

"K-kenapa terasa sakit ?" lirih Zhixin sambil memukul-mukul dadanya.

Tapi sayang, usaha yang ia lakukan untuk meredam rasa sakit seakan percuma. Sakit itu terus muncul bahkan semakin menyakitkan daripada sebelumnya. Setelah Zhixin merasa lelah, ia membaringkan tubuhnya di lantai dengan tangan yang dijadikan sebagai sandaran kepala.

Air matanya terjatuh untuk kesekian kali. Bisakah Zhixin menyebut bahwa tuhan itu jahat ? takdir benar-benar mempermainkannya. Saat semua terasa membaik, tuhan sangat tega kembali merenggut apa yang Zhixin punya.

Zhixin tak peduli jika sekarang dirinya dicap sebagai lelaki lemah. Yang ia inginkan adalah Shuai. Pemuda tampan itu rela menukar apapun demi kembalinya Shuai ke dalam pelukannya. Tapi bisakah ? apa yang harus ia lakukan demi mempernyata kemustahilan yang begitu ia mimpikan ?

Di tengah tangisannya yang pilu, Zhixin tidak menyadari bahwa Dilraba sudah masuk ke dalam kamar dan memperhatikannya dari belakang. Ikatan seorang ibu memang tidak bisa diragukan lagi. Kesakitan yang dirasakan anaknya tentu saja ia merasakannya juga.

Dilraba duduk mendekati sang anak kemudian ia membawa kepala Zhixin untuk dipindahkan ke atas pahanya. Air mata wanita cantik itu menetes membasahi helaian rambut anaknya yang sedang ia usap lembut.

"Sayangku." Lirih Dilraba.

Mendengar suara lembut sang ibu membuat Zhixin semakin menangis sesak. Ia mengeratkan pelukan pada tubuhnya sendiri seolah tidak siap jika ibunya akan mengatakan sesuatu yang pahit lagi.

"Kau masih ingat saat kau lari sambil menggendong Shuai ke rumah sakit ?....."

Dilraba terdiam sejenak kemudian melanjutkan pembicaraannya, "Jika kau heran ibu tahu darimana, Yaya menceritakannya pada ibu. Apa kau sudah benar-benar lupa hm ?"

"....Ibu paham kau sangat tersiksa nak. Tapi Shuai sudah berada di dunia yang berbeda. Dia sangat menyayangimu dan ibu yakin dia akan kesakitan disana jika kau tetap seperti ini."

"Jika dia kesakitan aku akan menyusulnya." Timpal Zhixin.

"Lakukanlah kalau memang kau sudah tidak menganggap aku sebagai ibumu."

"Mengapa tuhan mengambil kebahagiaanku bu ?" lirih Zhixin semakin sesak.

Dilraba merendahkan kepalanya, lalu menghadiahi kening anaknya dengan sebuah ciuman hangat. "Karena tuhanmu lebih sayang Shuai."

"D-dia disana sendirian bu, bagaimana bisa dia terlihat bahagia."

"....Aku masih ingat betul saat Shuai mengajakku ke sebuah ruangan di rumahnya. Apa ibu belum tahu kalau Shuai sebenarnya tidak hilang ingatan. Dia menangis dan minta maaf padaku. Padahal jelas aku yang lebih salah."

Dia (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang