Chapter 10 (M)

947 67 27
                                    


‘Tokk..tokk’

Suara pintu diketuk masuk ke pendengaran Chengxin, tak lama ada derap langkah kaki memasuki rumah tersebut. Pemuda manis itu cukup terkejut ketika melihat Zhixin dan Shuai berjalan beriringan.

“O-oh hai, kalian sudah tidak canggung ternyata.”

Zhixin dan Shuai bertatapan satu sama lain kemudian saling melemparkan senyum.

“Karena kita satu kelompok ge. Kebetulan minggu depan sekolah mengadakan acara camping.” Ujar zhixin

“Hm.. dalam satu kelompok kita tidak boleh jadi orang asing. Iya kan ?” tanya Shuai sambil menatap Zhixin.

Chengxin yang melihat interaksi itu tersenyum bahagia, ia sangat bersyukur jika Shuai mulai terbuka. Apalagi terbuka dengan orang yang menjadi bagian dari masa lalunya. Tak banyak yang diharapkan. Chengxin bahkan berpikir jika lebih baik Shuai tidak mengingat masa kelam dulu.

“Zhu, kau ingin minum apa ?” tanya Chengxin.

“Apa saja akan kuminum ge.” Ujar Zhixin.

Chengxin memutar bola matanya malas, “Jika aku memberikan air mentah kau harus meminumnya juga.”

Shuai hanya menggelengkan kepala, ia berniat untuk mengganti pakaian ke kamarnya tapi tangan kecilnya ditahan oleh Zhixin.

“Boleh aku ikut ke kamar ?” mohon Zhixin.

“Tentu saja.”

Mereka berdua pun menaiki tangga karena kamar Shuai berada di lantai atas. Sebenarnya Zhixin cukup tegang. Sudah kurang lebih 2 tahun ia belum pernah lagi menjamah rumah ini. Tak lama akhirnya mereka sampai di depan kamar Shuai. Perlahan Shuai membuka pintu. Aroma vanilla langsung menusuk penciuman Zhixin. Hatinya terenyuh. Bayangan masa lalu seolah menjadi film yang sengaja diputar.

Shuai meletakkan tasnya di meja belajar. Ia membuka lemari pakaian dan segera mengambil kaos dan celana pendek. Bocah manis itu mulai membuka kancing seragamnya. Baru tersadar di kamarnya ada orang lain, Shuai membalikkan badan. Ia meminta izin untuk berganti pakaian di kamar mandi.

Zhixin menatap Shuai yang menutup kamar mandi. Tanpa sadar matanya memanas. Tak hanya itu, hatinya juga mendadak sakit. Ia menatap ke sekeliling ruangan. Tak ada satu pun foto mereka berdua meskipun ruangan ini masih tertata dengan desain yang sama seperti dulu. Hanya ada foto Shuai yang tersenyum manis. Sepertinya foto tersebut baru diambil. Zhixin mendekat. Perlahan ia mengusap wajah manis Shuai dalam sebuah bingkai klasik.

Satu tetes air mata meluncur di pipinya. Andaikan waktu bisa diulang kembali. Zhixin berpikir untuk tidak melakukan kesalahan besar. Tuhan memang adil. Karma itu nyata.
“Zhixin, kau menangis ?”

Mendengar ucapan tersebut Zhixin cukup kaget. Ia menaruh kembali bingkai di meja belajar dan tergesa mengusap air mata. Sudah berapa lama dirinya melamun sampai tidak sadar bahwa Shuai sudah selesai dari kamar mandi.

“T-tidak. Mataku hanya kemasukan debu.”

Shuai mengangguk, “Ya, benar. Disini memang banyak debu, aku tidak sempat membersihkannya karena selalu melarang pelayan masuk ke kamarku.”

“Nanti kita bisa bereskan bersama.” Usul Zhixin.

Dengan cepat Shuai menggeleng, “Tamu tidak boleh diperlakukan seperti itu. Kalau ibu tahu, dia pasti akan marah besar.”

Zhixin terdiam. Kata ‘tamu” cukup mengganjal di hatinya. Padahal dulu ia kerap memasuki kamar ini tanpa minta izin sekalipun. Hari sudah berlalu perlahan. Semua pun mulai berubah. Bisakah ia mengembalikan keadaan ? sungguh mustahil pikirnya.

Dia (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang