Chapter 22

627 61 34
                                    

Menikmati semangkuk salad buah di sore hari memang suatu kenikmatan tersendiri bagi pemuda manis yang bertubuh jangkung. Suapan demi suapan masuk ke dalam mulutnya sambil ia memperhatikan sang sahabat yang sedang dihubungi oleh seseorang lewat telpon. Ketika sahabatnya sudah menaruh ponsel kembali, ia juga menghentikan acara makannya sebentar.

“Ziyi, aku juga ingin menjenguk Chengxin.” ujar Qilin.

Pemuda manis yang dimaksud itu adalah Huang Qilin. Meskipun dia sering terlibat pertengkaran dengan Chengxin, namun di sisi lain ia juga khawatir ketika tahu bahwa Chengxin memiliki liku kehidupan yang sangat rumit. Jangan salah, Ao Ziyi selalu rutin menceritakan kesehariannya setiap hari termasuk kisah rumit hubungan Yuhang dan Chengxin kepada si pemuda manis.

“Apa kau tidak bosan makan salad buah ? Kau sedang diet ?”

Qilin mendecak kesal saat Ziyi mengalihkan pembicaraan, “Kau selalu mengalihkan pembicaraan.”

“Kau kurusan sekarang, pipi gembulmu hilang.” Ujar Ziyi sambil mencubit pipi tirus sahabat tersayangnya.

“Heh, sekarang kau merindukan pipi gembulku tanpa sadar kalau kau dulu selalu mengejekku gendut.” Ketus Qilin.

Ziyi tertawa lepas mendengar ucapan Qilin. Tentu saja ia sadar. Setiap hari di sekolah dirinya selalu mengejek si manis dengan panggilan gendut. Tapi itu hanya sebuah cara agar Qilin menyadari keberadaannya ketika mereka masih berada di tingkat sekolah dasar.

“Aku takut kalau kau menjenguk Chengxin malah terjadi pertengkaran hebat.” Goda Ziyi.

Qilin semakin menekuk wajahnya. Ziyi-nya sangat menyebalkan. Padahal ia dan Chengxin bertengkar pun hanya mempermasalahkan perihal Ziyi yang senang menggoda Chengxin di depan matanya.

“Aku janji tidak akan berbuat gaduh. Mana mungkin kan kau menggoda orang sakit.”

“Baiklah, kalau besok dia masih belum sekolah kita akan menjenguknya.”

Ziyi mulai mengaduk milkshake miliknya yang belum diminum karena sempat tertunda dengan acara ditelpon oleh Yuhang. Qilin memperhatikan raut wajah serius sang sahabat. Jika seperti itu, Qilin yakin bahwa Ziyi sedang memikirkan suatu hal.

“Yuhang sudah sampai ?”

Si pria humoris hanya memberi anggukan sebagai respon. Kemudian ia meletakkan kembali milkshakenya dan mulai meraih tangan Qilin yang berada di meja.

“Cukup jadikan kisah mereka sebagai cerminan untuk kita. Jangan sampai kita mengalami hal seperti itu. Aku berjanji akan jujur tentang segala hal padamu.”

Qilin tersenyum hangat. Dia sangat paham orang di depannya. Beberapa tahun saling mengenal sudah cukup untuk saling memahami diri masing-masing.

“Bantu Yuhang untuk menjaga Chengxin.” ujar Qilin dengan tulus.

***

Shuai dan Jiaxin baru saja keluar dari kelas. Mereka memiliki jam tambahan karena mulai hari esok, sang guru fisika akan mengambil cuti selama satu minggu dengan dalih keperluan darurat. Mereka menghela nafas panjang ketika sudah sampai diujung tangga. Cuaca cukup panas, hingga Jiaxin mulai mengipas-ngipaskan tangannya ke arah leher serta membuka satu kancing seragamnya. Tak lama, ia memandang curiga ke arah Shuai.

“Shuai.”

Mendengar nada bicara Jiaxin yang terdengar aneh membuat Shuai memegang jaket dan syal cantik di lehernya.

“Hmm.” Gumam Shuai.

“Hah, hari ini sangat panas ya.”

“O-oh ya. Tapi aku sedang tidak enak badan.” Ujar Shuai hati-hati

Dia (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang