5.
Mata Dorothea menyipit memandang tulisan rapi Akira di kertas. Daftar beberapa barang kebutuhan rumah tangga dan bahan makanan seperti telur dan mentega tertera urut di sana.
Sayang sekali, untuk kegiatan berbelanja minggu ini, Dorothea harus pergi sendirian. Ayahnya harus menyelesaikan desain. Bahkan, Eins menolak untuk ikut. Pergi untuk melakukan—entah apa yang biasa hantu itu lakukan jika tidak mengekor Dorothea. Apapun itu.
"Oh, fanshii seeing you hea."
Dorothea menoleh. Mata emas manatap balik ke mata ungu yang familiar. Gadis itu terkekeh kecil.
"Logat inggrismu masih parah," candanya.
Shinsou tersenyum. Melirik ke keranjang Dorothea. "Berbelanja?"
"Duh, ini supermarket, tentu saja," ucap Dorothea geli.
Anak ungu itu hanya menggeleng. "Kau bersama Eins?"
"Nope, dia bilang belanja membuatnya bosan. Kau sendiri? Belanja juga?"
"Ibuku butuh susu untuk membuat kue," ucap Shinsou.
"Ah, kebetulan, aku butuh mentega. Ayo ke tempat produk susu."
Mereka berdua berjalan melalui rak-rak panjang berisi sayuran. Sesekali Dorothea berhenti untuk mengambil barang lain di daftar yang kebetulan mereka lewati.
"Jadi," ucap si rambut merah. Tangannya membandingkan dua merek jus jeruk.
"Bagaimana latihanmu dengan Aizawa-sensei?"
Itu sudah menjadi rahasia umum di Prodi mereka. Setiap hari, Shinsou dan Aizawa berlatih. Walaupun belum ada pengumuman resmi, banyak orang yakin itu untuk mempersiapkan perpindahannya ke Prodi Pahlawan.
Dorothea senang untuk temannya itu. Namun, dalam hati dia merasakan sedikit bittersweet. Memang mereka masih akan bisa saling sapa dan nongkrong bersama. Tetapi, tanpa Shinsou di kelas, rasanya pasti tidak sama.
"Yeah, aku semakin baik dengan capture weapon. Mulai tidak mengikat diriku sendiri sesering itu," gumamnya. Kemudian dia beralih ke Dorothea.
"Bagaimana denganmu?"
"Eh?"
"Nikky dan Monika melatihmu, kan?"
"Oh! Yeah, mereka mengajariku sedikit hand to hand combat, begitu juga senjata."
Alis Shinsou naik. "Senjata?"
"Yeah, pisau, pedang. Monika bahkan berjanji mengajariku menembak."
"Wow, itu cukup banyak."
Dorothea mengangkat bahu. "Berkelahi tangan kosong tidak efektif untuk demon."
"Itu bagus, bagaimana dengan quirk?"
"Uh, aku mulai... bereksperimen? Entahlah, Dad membantuku. Dia yakin quirk-ku memiliki banyak potensial."
Lelaki di sampingnya tertawa kecil. "Aizawa-sensei bilang begitu juga soal quirk-ku."
Dorothea tersenyum. Memasukkan jus jeruk yang lebih murah ke keranjangnya. Lalu mereka berdua berjalan lagi.
"Kau tahu, aku merasa sedikit lega," komentar Dorothea. "Dengan kau menjadi Pahlawan, setidaknya ada satu lagi Pro Hero yang benar-benar bisa diandalkan."
"Woah," dengus Shinsou. Matanya sedikit terbelalak. "Kau punya banyak kepercayaan padaku, huh?"
"Tentu saja!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal ; The Manuscripts
Fanfiction! ATTENTION ! Buku ini berisi kumpulan spin-off dari ceritaku yang lain berjudul 'Normal (A BNHA Fanfiction)'. Sebaiknya membaca yang itu dulu sebelum kalian membaca ini. Karena banyak hal di sini yang mungkin sulit dipahami tanpa membaca itu dulu...