Mereka berlima berjalan di tengah kabut tanpa perlindungan kali ini.
Dorothea melirik ke sekitar dengan camggung. Sesekali menengok ke belakang jika mendengar suara sekecil apapun. Dari dulu, ayahnya selalu mengingatkan agar tidak pergi ke dalam kabut. Walaupun hanya untuk menjemur pakaian atau memetik bunga di pekarangan.
Sekarang dia malah terang-terang berjalan di dalamnya.
Untung saja, Harumi menepati janjinya. Kelima orang itu sampai ke tempat tujuan tanpa masalah besar.
"Uh, Dorothea-san, ini dimana??"
Dorothea tersenyum kecil dan mengetuk pintu bangunan besar di depan mereka.
Beberapa detik kemudian, pintu terbuka—
Dan sebuah tangan langsung menariknya masuk.
"Dorothea Tuning! Apa kau sudah kehilangan akal!?"
Netra emas beradu dengan hitam. Laki-laki di depannya berkacak pinggang, menatap empat orang yang masih di luar.
"Kalian juga! Masuk!"
Mereka segera masuk dan menutup pintu. Setelah melihat reaksi Hikaru dan Dorothea dua hari terakhir, mereka bisa menebak sifat paranoid terhadap kabut ini cukup dominan di Vatleria.
Bangunan itu besar. Mungkin lebih besar daripada inn. Berisi banyak sekali rak yang penuh buku bersampul kulit tua. Serta gulungan-gulungan yang tampak menguning.
"Ini... perpustakaan?" bisik Midoriya.
"Arsip Desa Vatleria, tepatnya," koreksi seorang pria berambut hitam dengan nada lelah.
Anak itu tinggi, mengenakan setelan sederhana. Rambut dan matanya sewarna batu onix. Dan dia memandang mereka dengan ekspresi menghakimi.
Selagi Midoriya, Todoroki, Uraraka, dan Iida berdiri secara canggung. Pria yang menarik Dorothea memijit pangkal hidungnya. Pertanyaan tajam diarahkan ke gadis berambut merah itu.
"Kenapa kau di luar? Apa kau lupa kau bisa mati dalam kabut!?"
"Senang ternyata kau peduli Tanaka," balas Dorothea sembari meringis.
"Geez, setidaknya Eins bersamamu, kan?"
"Tentu! Dan, uh—dia berusaha membuatku berbalik. Tapi—"
Tanaka Kogoro hanya bersedekap dan merutuk pelan. Dorothea bisa mendengar namanya dan 'nekat' ada dalam satu kalimat.
Pada akhirnya, Tanaka menarik napas panjang untuk menenangkan diri. Kemudian memberi gestur ke kelompok Midoriya dengan jempol.
"Dan mereka?"
"Kelompok yang sial tahun ini."
"Huh," gumam Tanaka. Matanya memperhatikan para pendatang itu satu-satu. "Kalian pengunjung Flowerpot?"
"Oh, ya. Err—Hikaru-san sangat ramah."
"Tentu saja, ini Hana yang kau bicarakan." Tanaka tersenyum kecil. Kemudian menggelengkan kepala untuk menyadarkan diri.
"Jadi, hal bodoh apa yang mendorong kalian keluar saat Periode Kabut?"
Kelima anak itu berpandangan. Akhirnya Dorothea maju dan menatap Tanaka lekat-lekat.
"Tanaka, apa kau pernah mendengar—em, atau membaca—soal Kitagawa Harumi?"
Sejenak, mata Tanaka membulat. Kemudian, kerutan muncul di dahinya.
"Darimana kau dengar nama itu?"
Oh, boy...
Dorothea menggaruk kepalanya. "Dengar, ini akan sangat—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal ; The Manuscripts
Fanfiction! ATTENTION ! Buku ini berisi kumpulan spin-off dari ceritaku yang lain berjudul 'Normal (A BNHA Fanfiction)'. Sebaiknya membaca yang itu dulu sebelum kalian membaca ini. Karena banyak hal di sini yang mungkin sulit dipahami tanpa membaca itu dulu...