"Cepat masuk!"
Keempat orang itu terlonjak. Segera meringsek maju melewati pintu. Dorothea langsung membantingnya tertutup.
Tangan gadis itu terkepal di atas kayu. Sebelum dia berbalik ke orang-orang yang sekarang ada di dalam rumahnya. Matanya menyipit.
Sial, apa nasihat ayah soal membiarkan orang asing masuk?
"Siapa kalian?"
"Ah—uh, itu—" Si Rambut Hijau memulai dengan terbata-bata. "Namaku, uhm, Midoriya Izuku—dan, uh, Hikaru—"
"Hikaru?" Dorothea membeo. "Hikaru yang mengirimmu kemari?"
"Eh? Ya. Ehm, itu—"
Dorothea mendesah. Tangan memijit pangkal hidung. Tentu saja, pastilah Hikaru yang pertama kali mereka temui.
Keluarga Hikaru adalah malaikat pada Periode Kabut. Membantu orang asing tanpa pandang bulu. Tidak heran jika mereka sudah masuk ke Flowerpot.
"Kalian duduk dulu, aku akan ambilkan sesuatu untuk diminum," ucap Dorothea. Wajahnya mengernyit.
"Dan sepertinya teman penyihirmu sudah mau pingsan."
***
Pada akhirnya Dorothea tidak hanya menjamu mereka dengan air. Ada sepotong honeycakes dan keju di lemarinya. Dia memberikan itu ke gadis penyihir—Uraraka, itu namanya—dan langsung disambut dengan serangkaian kalimat terima kasih.
"Menggunakan sihir sangat melelahkan!" ucap Uraraka. "Mantra tadi membuatku kehabisan energi. Terima kasih, Dorothea-san!"
Dorothea mengangguk dan tersenyum simpul. Gemas melihat pipi Uraraka yang mulai menggembung seperti hamster.
Tangan dingin Eins yang menariknya kembali ke situasi.
"Jadi... apa ada yang bisa kubantu?"
"Ah, iya!"
Anak berambut hijau tadi mulai menjelaskan situasi mereka. Suaranya pelan. Seperti bergumam. Kadang kala Dorothea meminta Midoriya untuk mengulang kalimatnya karena dia berbicara terlalu cepat.
Sesekali, kesatria dan pangeran yang duduk di sampingnya—Iida dan Todoroki—ikut berkomentar dan menambahkan. Dorothea menyelingi dengan anggukan.
Dan di akhir penjelasan mereka, gadis itu tercekat.
"Kalian ingin mengangkat kutukan?"
"Ya," balas Midoriya mantap. "Dengan begitu kami bisa pergi dari sini!"
"Tunggu dulu!" sela Dorothea. Tangannya terkibas.
"Apa tidak ada cara lain? Maksudku, kalian sampai ke rumahku dengan selamat, kan?"
"Mantra pelindung tidak bertahan lama," sahut Uraraka. "Aku hanya bisa menahannya beberapa menit sampai aku harus masuk fase istirahat."
"Begitulah kerja sihir," bisik Eins di telinganya. "Tidak seperti kemampuan psych-mu. Sorcerer atau wizard butuh tenaga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal ; The Manuscripts
Fanfiction! ATTENTION ! Buku ini berisi kumpulan spin-off dari ceritaku yang lain berjudul 'Normal (A BNHA Fanfiction)'. Sebaiknya membaca yang itu dulu sebelum kalian membaca ini. Karena banyak hal di sini yang mungkin sulit dipahami tanpa membaca itu dulu...