Manuscript 5 : Disparity

223 32 10
                                    

This is a mistake.

Itulah hal yang menggema dalam kepala Dorothea berulang-ulang.

This is a horrible mistake.

Prodi Pahlawan.

Dia sungguh-sungguh diterima di Prodi Pahlawan.

Dorothea serasa ingin menjerit.

Dan itu bukan karena senang.

Dia merutuk setan apa yang merasukinya hari itu. Yang berbisik kepada otaknya 'Hei! Setidaknya kau coba dulu. Anggap saja penghormatan terakhir untuk status Mom. Toh, kau tidak pasti diterima!"

Oh you sweet summer child.

Pada akhirnya, dia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri. Dia berpikir ujian praktikal akan cukup untuk menendangnya keluar dan masuk ke Prodi Umum. Nyatanya tidak.

Mengalahkan robot di ujian masuk sangat mudah dengan quirknya.

Ketika robot-robot itu mendekatinya, dia panik dan langsung mengikat mereka dengan benang. Lalu berlari. Dia tidak tahu kalau melumpuhkan robot-robot itu dihitung poin.

Dan... yah.

Sialan, pokoknya.

Dorothea hanya bisa membungkam jeritan frustasi di bantalnya.

***

Hari pertama masuk. Dan hantu di kereta sudah membuat mood-nya jauh lebih buruk.

Gedung U.A. tampak besar, dingin, dan mengintimidasi. Rasanya dia ingin pindah sekolah saja. Tetapi, dia tidak ingin merepotkan sang Ayah. Pindah kemari sudah membuat mereka sibuk.

Dia tidak mau menjadi beban.

Dorothea menarik napas dalam-dalam. Mungkin ini tidak terlalu buruk. Walaupun dia sekarang merasa super duper hipokrit.

There is no turning back now.

Dan dia melangkah ke kelas 1-A.

***

Wali Kelasnya adalah kepompong warna kuning.

Dan si kepompong—Aizawa Shouta—memutuskan bahwa orientasi terbaik adalah dengan pengecekan quirk.

Plus, siapapun yang skornya paling rendah akan dikeluarkan.

Mata emas berbinar bahagia mendengar itu.

Yang pertama kali mereka lakukan adalah melempar bola. Mereka diperbolehkan menggunakan quirk. Anak yang pertama meledakkan bola itu ke ujung lapangan, mendapat 705,2. Bahkan ada anak yang mendapat tak terhingga.

Dorothea tadinya enggan menggunakan quirk. Akan tetapi, dia tidak mau membuat gurunya curiga. Jadi, dia mengikatkan benangnya ke bola itu. Lalu melempar. Mengendalikannya agar tidak jatuh ke tanah.

Dia menjatuhkannya di 705,1.

Kemudian beringsut mundur. Sebenarnya, dia bisa mengedalikan bola itu lebih jauh. Namun, dia tidak peduli.

Setidaknya, tes yang lain lebih mudah dimanipulasi.

***

Dorothea jatuh di peringkat terakhir.

Mukanya datar.

Namun, dalam hati dia bersorak.

"Ngomong-ngomong, soal pengeluaran itu hanya bohongan."

Murid-murid terkesiap. Dan muka Dorothea jatuh. Mungkin yang lainnya merasa dia sangat beruntung.

Tidak dengan Dorothea sendiri.

Normal ; The ManuscriptsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang